Fadelan *
http://sastra-indonesia.com
Matahari mulai melukis sesudut kehidupan di muka bumi. Warna kuning kemerah-merahan menebar di tembok, lorong rumah. Setiap sudut mata memandang tanpa celah terlewati. Jam dinding menunjuk angka empat pertanda senja segera tiba, hari siap melayangkan malam kan tiba.
Aku berangkat ke kamar mandi untuk bersihkan badan, sebelum anak-anak dan Ummi (istriku) mendahului. Selesai mandi, sholat ashar, berdoa, lalu meminta anak-anak mandi. Namun belum sempat menyuruhnya mandi, Ummi memberi tahu, “Ayah, Zulfi badannya masih panas”. Ummi langsung mengajakku membawanya ke dokter lagi, kusarankan sebaiknya nanti setelah maghrib.
Aku persiapkan air hangat serta handuk kecil untuk bersihkan wajah, tangan, dan kaki Zulfi, Ummi yang mengerjakannya. Saat mulai usap bagian wajah, terdengar suara sreek-sreek di garasi, pertanda si kecil datang bersama pengasuhnya. Maklum si kecil hobi keliling komplek, sambil menikmati makanannya bersama teman sebaya, dengan pengasuh masing-masing.
Jarum jam menunjukkan angka 16.30 WIB kegiatan membersihkan wajah, tangan dan kaki Zulfi selesai. Ummi segera mandi dan sholat. Selesai sholat, menyiapkan makan Zulfi. Ummi menuju dapur mengambil makanan lalu disuapkan. Saat makan baru dapat separuh, Zulfi muntah, hampir seluruh nasi sudah ditelan, keluar semua. Akhirnya dihentikan, aku ambil kain pel untuk membersihkan bekas muntahnya. Ummi melepas bajunya lantas ambil gantinya. Kondisi ini memantapkan kami membawanya ke dokter. Sekitar 15 menit, aku bersihkan bekas muntahan, lalu mengambil air wudlu, persiapan melaksanakan sholat maghrib.
Suara adzan berkumandang bersautan dari mushola dan masjid di sekitar komplek perumahan. “Kita jama’ah sholat maghrib di rumah saja,” kata Ummi. “Tunggu saya, yah,” sahut anak pertamaku sambil bergegas ke kamar mandi. “Ya, tapi agak cepat, karena Ayah dan Ummi mau mengantar adik ke dokter,” jawabku. Selesai sholat dan berdo’a, berangkat ke dokter. Sampai di tempat praktek dokter, kami mendapat nomor urut pertama, menunggu sebentar kemudian dipersilakan masuk.
“Gimana, masih panas?” tanya bu dokter. “Panasnya belum turun, dan tadi waktu makan muntah” jawab Ummi. “Kalau begitu saya periksa dulu.” Aku naikkan Zulfi ke bed tempat pemeriksaan. Dokter mengecek suhu badannya, tekanan darah, mulut, dan mata. Dari hasil pemeriksaan, bu dokter memberi pengantar cek darah dan rawat inap, jika cek darahnya positif. Kami mohon diri, pulang menyiapkan beberapa keperluan yang dibawa ke RSU.
“Semua barang kebutuhan sudah siap, yah. Aku telepon ibu untuk ke sini menemani anak-anak.” Perasaanku mulai tak enak, aku mengajak Zulfi naik ke mobil, dia bilang tak mau ke rumah sakit sambil menangis. Suaraku menjadi sulit keluar. Bibirku bergetar, seolah kehilangan kata-kata. Tanpa kusadari, mukaku terbasahi lelehan air mata. Ku buka pintu mobil, lalu menaikkan Zulfi ke kursi tengah sesuai permintaannya. Ummi menyusul naik di kursi depan. Beberapa tetangga menghampiri, bertanya “Pak, badhe tindak pundi?,” tanya salah seorang di antara mereka. “Ngeteraken Zulfi cek darah dateng RSU” suara serakku keluar.
Aku putar kunci kontak mobil, lalu perlahan menyusuri jalan keluar perumahan. Jarak jalan raya Ponorogo – Surabaya ke perumahan semakin jauh, mobilku terasa kelebihan beban. Waktu tempuh mobil jadi lebih lama untuk sampai di perempatan lampu merah pasar Songgo Langit, seolah tak percaya. Pada saat sampai di traffic light, kebetulan pas lampu merah menyala, kami harus berhenti. Menunggu lampu hijau nyala, serasa menanti hujan di musim kemarau. Akhirnya lampu hijau, segera tancap gas. Zulfi bertanya, ”Kita kemana, yah?” “Ke RSU jalan Diponegoro,” “Kok lama…” keluhnya. “Sebentar lagi sampai,” jawabku.
Sampai depan RSU aku dengar suara adzan Isya’. Ummi turun bersama Zulfi menuju loket. Aku bawa mobilku ke tempat parkir. Barang bawaan segera aku turunkan, dan kupastikan semua pintu mobil terkunci. Aku susul ke loket pendaftaran pasien dengan bawa tas baju serta bantal. Ternyata sampai loket, Umi dan Zulfi sudah tak ada.
Menurut penjaga loket, mereka ke ruang pemeriksaan untuk diambil darahnya. Sesampai di ruang pemeriksaan proses pengambilan darah tengah berlangsung, sesaat kemudian seorang perawat keluar ruangan membawa contoh darah untuk dibawa ke laboratorium. Untuk menunggu hasil laboratorium. Aku berjalan di lorong rumah sakit tak jauh dari Ummi dan Zulfi. Banyak pasien dan penunggu dalam satu ruang, juga para pembesuk lalu lalang. Perasaanku agak lega, ternyata sudah banyak orang datang lebih dulu kesini.
30 menit kemudian seorang perawat memberi tahu hasil uji laboratorium. Darah Zulfi ternyata positif demam berdarah dengan trombosit 90.000 dari normalnya 125.000. Maka harus rawat inap. Setelah berkoordinasi dengan perawatnya, nyata kamar yang kosong tinggal di lantai 2. Aku dan Ummi setuju. Dalam benakku, terpenting Zulfi mendapatkan perawatan medis secepatnya.
***
Kami bertiga keluar ruangan menuju lantai 2, sampai depan pintu, Zulfi ngajak pulang. “Dik, kita kesini untuk berobat. Nanti kalau sudah sembuh, kita pulang sama-sama,” kataku menenangkan. Karena kereta pasiennya tak ada, aku berjalan di lorong sambil menggendong Zulfi. Sampai di lantai dua, napasku nyambung-putus nyambung-putus, akhirnya di kamar yang dimaksud. Zulfi saya turunkan di bed yang sudah rapi. Beberapa menit kemudian seorang perawat datang ke kamar, memohon salah seorang dari kami ke kantor perawat. Aku ke kantor perawat, Ummi menemani Zulfi.
Di kantor, aku dimintai persetujuan beberapa tindakan perawatan sesuai diagnosa hasil cek laboratorium. Ada empat poin tindakan perawatan medis awal yang harus disetujui orang tua pasien; 1) pemasukan obat melalui injeksi, 2) transfusi cairan tubuh, 3) bantuan oksigen, dan 4) pemasangan saluran pembuangan lewat hidung. Persetujuan ini dibuat secara tertulis. Selesai menandatangani surat persetujuan, aku ke kamar perawatan.
Ku amati kamar berukuran 3×4 meter persegi. Belum seluruh aku mengamati suasana dalam kamar, dua orang perawat datang membawa keperluan perawatan. Seorang perawat mulai menginjeksikan obat anti biotik dan vitamin. Saat mau diinjeksi, Zulfi menangis ketakutan. Aku dan Ummi menenangkannya. Dengan perasaan kacau, aku tetap pada posisi. Setelah kedua perawat selesai memasukkan obat, melanjutkan memasang infus cairan. Saat pemasangan infus ini, kedua perawat mengalami kesulitan mencari nadinya, sementara Zulfi menangis meronta, “Sakit yah.., sakit yah…,” mulutku seolah terkunci, tertunduk, hanya air mata keluar tanpa kusadari.
Selesai perawat memasang infus, aku coba melihat jam dinding berada di sebelah kananku. Ternyata baru menunjuk 20.30 WIB. Sebelum pemasangan selang bantuan oksigen dilakukan, lebih dulu pemasangan selang pembuangan melalui hidung. Persiapan pemasangan selang pembuangan dimulai, aku dan Ummi berbagi tugas. Ummi mengontrol gerakan tangan, aku bagian kaki, sementara Zulfi menangis kian kencang.
Seorang perawat mengontrol gerak kepala, perawat lain memasukkan selang lewat hidung. Selang baru masuk hidung sekitar 10 cm, Zulfi merontah menangis, “Sakit mi… sakit mi…” Kulihat Ummi terus berdo’a sambil menangis. Saat bersamaan keluar darah dari hidung Zulfi. Perawat yang masukkan selang panik. Akhirnya pemasangan selang pembuangan gagal dilakukan. Sementara dara yang keluar dari hidungnya menyebar ke kedua pipinya. Kedua perawat memasang selang oksigen, untuk pemasangan selang pembuangannya, menunggu Zulfi tenang dahulu.
Ummi mengambil handuk kecil, untuk bersihkan darah di pipinya Zulfi. Lalu menyimpan handuk kecil di tas kresek, bersama baju dan celana kotornya. Aku pegangi tangannya yang diinfus, Zulfi dengan suaranya kian parau minta pulang, “Pulang yah sekarang, cepat bilang sama dokter, ayo pulang sekarang,” sambil memegangi tangannya, aku kian tertunduk, air mataku menderas, hatiku hancur. Hanya do’a dan dzikir penguat diri.
Aku dan Ummi sepakat gantian berjaga. Jam menunjukkan 21.10 menit, Ummi pamit untuk istirahat duluan. Sekitar 15 menit kemudian, dua tetangga datang memberi semangat. “Pripun keadaan dik Zulfi?” tanya mereka. “Alhamdulillah baru saja tidur,” jawabku singkat. Mereka memahami keadaanku. Tangan kiriku memegang tangan Zulfi yang diinfus dan tangan kananku menggerak-gerakkan kipas.
Setelah 30 menit menemani kami di rumah sakit, kedua tetangga mohon pamit dengan isyarat dari luar kaca. Aku hanya mengangguk dari dalam kamar. Aku tinggal sendiri menunggui Zulfi, hanya do’a dan dzikir terus berkumandang di dada. Setiap 10 menit sekali, aku lihat jam di dinding, putaran jarum jam sangat lambat. Sesekali aku lihat di luar kamar yang gelap dan sepi. Sekian kali kulihat dengan sisa tenaga yang ada, serta kantuk kian sulit dipertahankan, Umi bangun untuk sholat tahajjud, lalu menggantikan aku menjaga Zulfi.
Jam dinding menunjukkan pukul 02.30 WIB. Aku ke kamar kecil ambil wudlu, lalu sholat. Giliranku istirahat, selesai berdo’a segera rebahkan badan di bed yang kosong. 30 menit kemudian, aku terjaga. Aku mendengar kumandang do’a anak sholeh (Allohummaghfirli dhunubi waliwalidayyah warhamhuma kama robbayani shoghira) diulang sampai tiga kali. Aku hafal suara itu suara Zulfi. Itulah ucapan terakhirnya. Karena setelah itu, Zulfi tak bisa diajak komunikasi, Subhaanalloh…
***
Sekitar 90 menit istirahat, terdengar kumandang adzan subuh. Aku segera bangun ambil air wudlu. Ku lihat jam menunjukkan pukul 04.10. Aku sholat subuh. Usai sholat menggantikan Ummi jaga Zulfi. Setelah Ummi sholat, aku mengemasi barang-barang cucian yang mau dibawa pulang. Jam 06.00 siap-siap pulang, sementara Zulfi masih tidur. “Ayah, nanti tolong dibawakan baju ganti dan termos air” pesan Ummi. “Insya Allah” jawabku. Langkah kakiku serasa berat saat keluar dari kamar. Tapi terus berjalan menuju parkiran.
30 menit kemudian sampai rumah, mobil masuk garasi. Aku segera menurunkan barang bawaan yang perlu dicuci, memasukkannya ke mesin cuci. Aku hampiri anak pertamaku yang sudah rapi dan siap diantar ke sekolah. “Piye nak, keadaane Zulfi?” suara mertuaku menghampiri. ”Alhamdulillah bu, langkung sae. Kala wau taksih bobok” jawabku. “Ayah sarapan dulu, terus mengantarkan aku ke sekolah” pinta anak pertamaku.
Setelah di rumah istirahat sebentar, segera menyiapkan barang-barang yang mau dibawa ke RSU. Sekitar jam 08.00 sampai RSU, mobil kuparkir lalu menuju ruang perawatan Zulfi. Ummi dengan sabar menunggui. Aku letakkan barang bawaan di lemari kecil sebelah bed. Selang pembuangan yang lewat hidung sudah terpasang, dan Zulfi kelihatan tidur terus. Aku agak lega, mudah-mudahan ini pertanda baik. “Tadi pemasangan selang pembuangan lancar-lancar saja. Zulfi menangis sebentar” kata Ummi.
Aku mulai duduk di sebelah bed sambil tangan kiriku memegangi tangan Zulfi yang diinfus. Sesekali Zulfi membuka matanya sebentar kemudian tidur lagi. Untuk mengusir kejenuhan dalam keterbatasan gerak, ku coba dapat merasakan do’a dan dzikir yang keluar dari mulutku sekalipun tanpa suara. Ini upaya yang sulit. Aku terus coba agar dapat terhindar dari siksaan waktu.
Waktu berjalan detik demi detik, menit, dan jam. Alhamdulillah jam dinding menunjukkan 11.00, dokter visit memasuki kamar perawatan Zulfi. Pemeriksaan dilakukan, dokter memberi rekomendasi dua hal; pertama Zulfi dipindah ke ruang sebelah kantor perawat. Kedua, jikalau transfusi cairannya habis, supaya diganti dengan transfusi darah.
***
Udara di ruangan terasa panas. Kipas angin berputar-putar tak mampu dinginkan ruangan. Aku harus mengayun-ayunkan kipas di tangan, agar tak terlalu banyak keringat yang keluar. Pukul 11.30 kumandang adzan Dzuhur terdengar dari sekitar RSU. Aku menuju musholla di lingkungan RSU. Selesai sholat, menggantikan Ummi berjaga. Siang ini terasa agak lain. Perputaran jarum jam sangat lambat. Proses menunggu perawat memindahkan Zulfi ke ruang dekat kantor perawat sungguh lama. Rasanya ingin segera meninggalkan ruang yang panas ini.
Sekitar jam 15.00 WIB seorang perawat memberitahu proses pemindahan Zulfi dapat dilakukan. Aku gendong Zulfi ke kamar dekat kantor perawat, Ummi mengemas barang-barang yang mau dipindah. Ruangan baru cukup luas, ada kursi tamu, lemari dan masih ada ruang agak longgar, serta tidak kalah penting cukup sejuk. Aku mulai mengamati suasana sekitar ruangan. Ruangnya longgar, tetapi dalam hatiku bertanya, “Sanggupkah aku bertahan seperti tadi malam?” Aku merenung sejenak. Akhirnya aku putuskan mengajak anak asuh ibu mertua untuk menemani kami menjaga Zulfi nanti malam.
Sekitar jam 16.00 WIB, ibu-ibu tetangga datang. Kedatangan mereka memberi do’a dan support. Selama tiga puluh menit mereka memberi semangat pada kami. Ruangan jadi sepi lagi. Aku melaksanakan sholat Ashar dan Ummi membersihkan muka, tangan, dan kaki Zulfi. Selesai membersihkan badan Zulfi, Ummi sholat Ashar. Sambil menunggu waktu maghrib, aku dan Ummi bergantian mengisi energi. Yang semestinya ku lakukan siang tadi, baru sekarang waktu memberi izin.
Kumandang adzan maghrib bersautan. Musholla, masjid, di sekitar RSU banyak didirikan. Aku melaksanakan sholat maghrib di kamar. Dzikir do’a kupanjangkan. Selesai sholat istirahat. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Aku buka, ternyata anak asuh ibu mertua, Askan sudah berdiri di depan pintu. Alhamdulillah tambahan pasukan datang tepat pada waktunya. Karena malam ini sebelum jam 20.00 kami harus mendapatkan 2 kantong darah untuk transfusi. Berbekal surat pengantar dari dokter siang tadi, aku minta Askan ke PMI. Sekitar jam 19.00 WIB, dua kantong darah yang diperlukan, aku serahkan ke kantor perawat. Satu kantong dipasang sebagai pengganti cairan yang hampir habis, satu lagi disimpan di kantor perawat.
Sekitar jam 22.00 aku dibangunkan, karena Zulfi pipis. Aku ganti celana dan kain alas tidurnya. Aku lihat Askan sudah mulai ngantuk. Aku ganti berjaga. Tangan kiriku memegang tangan Zulfi, tangan kananku memegang kipas. Hafalan dzikir segera kubaca di hati. Ngantuk sementara dapat ku hindari. Aku coba menikmati sepi dan sunyi. Jam dinding menunjukan 02.30 WIB. Ummi bangun untuk sholat tahajjud. Aku sudah sulit rasanya untuk dapat menahan kantuk. Selesai sholat, Ummi menggantikan berjaga. Sebelum istirahat, aku sholat terlebih dahulu.
30 menit aku istirahat dibangunkan, karena Zulfi buang air besar dalam kondisi tidak sadar. Aku bersikan cairan tersebut dan mengganti celananya. Celana dan kain alas tidur yang terkena kotoran, segera kumasukkan ke kresek. Aku cuci tangan lalu berwudlu. Adzan subuh berkumandang dari musholla dan masjid. Selesai sholat, aku lihat nafas Zulfi mulai kurang teratur. Aku melafalkan kalimat ”Alloh… Alloh… Alloh… agak keras.
Aku terus peluk kepalanya sambil kubisikkan Alloh… Alloh ke telinganya. Ummi memeluk tubuhnya sambil menangis mengucapkan Alloh….Alloh bersamaku. Sekitar jam 06.20 WIB bibirnya bergerak tersenyum. Kemudian bilang, “Udah, udah, udah…” aku tetap melafalkan Alloh. Kupegang kakinya mulai dingin. Badannya masih panas, nafasnya tak teratur. Badannya dingin, tapi lehernya panas. Bersamaan dingin lehernya, nafasnya terhenti. Aku mengakhiri kalimat ucapanku dengan Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Aku, Ummi, ibu mertua, dan adik menangis. Aku seolah tak percaya, tapi itulah kenyataan.
***
Ummi memintaku untuk kuat dan bisa antar Zulfi sampai ke peristirahatan terakhir. Alhamdulillah, Allah memberi kekuatan. Kami mandikan jenazah anak tercinta, yang semasa hidupnya selalu menyenangkan semua orang. Aku kafani, sholati, dan aku adzani di liang kubur, Subhanalloh. Terima kasih, Ya Allah. Kau beri kami kekuatan untuk melakukan hal yang sangat-sangat berat. Engkaulah sang Maha Perkasa lagi memberi kekuatan.
Pelajaran kauniyah kehidupan telah Allah sampaikan. Waktu satu hari dua malam, merupakan masa yang ditetapkan. Akhir kehidupan dunia ialah kematian. Anak dan orang tua itu pertalian kasih sayang. Sebagian menjadi ayat dari bagian yang lainnya. Dalam sebuah hadist disebutkan, jika seorang anak yang belum baligh meninggal dunia, kelak di akhirat tidak akan mau masuk surga, sebelum masuk bersama orang tuanya.
Aku dan Ummi berdoa, semoga Allah mengampuni dosa kami. Ini menginspirasi kami untuk selalu berusaha beramal baik, astaghfirullah adzim. Semoga do’a almarhum Zulfi menjelang detik-detik terakhir ketidaksadarannya dikabulkan Allah. Semoga kami sekeluarga, dipertemukan di surga kelak, amin yaa robbal alamiin.
*) Fadelan, lahir di Jombang, 09 Mei 1961 adalah Wali dari Ananda Muh. Fatkhi Assidiqi (siswa kelas 2-Utsman) dan Maulida Ihza Fairuz. Alamat sekarang di Jl. Parang Centung 9 Ponorogo. Penulis adalah suami dari Ernin Naurinnisa.
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2013/06/doa-ananda/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Senin, 17 Juni 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar