Ilham Yusardi
http://ilhamyusardi.wordpress.com
Setiap malam ke-17 dalam bulan Ramadhan, kita, umat muslim dengan semarak memperingati Nuzul Al-Quran. Pada malam itu, sebagaimana yang telah diterangkan dalam sejarah turunnya Al-Quran, merupakan malam pertama bagi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT, dengan perantara Ruh Kudus, yaitu Malaikat Jibril.
Siapa diantara kita hari ini yang sanggup membayangkan seorang manusia biasa seperti Muhammad SAW bertemu dengan mahkluk gaib malaikat jibril? Muhammad yang waktu itu adalah manusia biasa sebagaimana kita, pun dibuat gemetar, hingga terbit peluh dingin beliau dan menderita demam tinggi.
Muhammad SAW mereima Wahyu pertama saat berusia empat puluh tahun. Pada masa itu, merupakan periode pertama bagi beliau untuk lebih banyak mengerjakan Tahannuts (bersunyi diri untuk bertafakkur). Pada bulan Ramadhan beliau membawa bekal lebih banyak dari biasanya. Pada malam ke-17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Masehi, di gua Hira, datanglah Malaikat Jibril membawa Wahyu untuk pertama kalinya dan menyuruh Muhammad SAW membacanya, Jibril berkata “Iqra!” (bacalah!) Muhammad yang ummi, (yang tidak bisa tulis baca) pun gemetaran. Dengan lugu dan jujurnya Muhammad menjawab, “aku tidak dapat membaca”. Beberapa kali Nabi direngkuh Malaikat Jibril, hingga Muhammad SAW gemetaran, hingga sesak nafas. Dan kembali Jibril mengatakan “Iqra!”, tapi nabi kembali menjawab dengan perkataan yang sama “aku tidak dapat membaca” hingga perbincangan demikan berulang hingga tiga kali. Dan akhirnya Muhammad SAW dengan rasional bertanya “Apa yang kubaca?”
Maka dalam peristiwa ini turunlah lima ayat yang terdapat dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 itu sebagai wahyu pertama Alquran. Yaitu: (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (tulis baca). (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dengan demikian dapatlah kita tarik kesimpulan awal bahwa kehidupan yang sedang berlangsung hanya dapat kita perlajari jika kita membaca seluruh ayat-ayat Allah yang tersurat dalam kitab-kitabnya (kauliah), maupun ayat-ayat alah yang tersirat dalam alam ini (kauniah).
Jangkauan Al-Quran sebagai tuntunan hidup Manusia di muka bumi sangat luas. Al-Quran adalah pedoman sekalian persoalan yang telah maupun yang belum dialami manusia. Al-Quran menjangkau seluruh aspek kehidupan. Tidak ada persoalan kehidupan manusia yang luput Allah mengaturnya. Termasuk persoalan yang ada di ruang kita atau hadapan kita ini, yaitu sastra. Berangkat dari inilah kita coba tarik benang merah persoalan sastra dalam kitab Al-Quran.
Bagaimana tuntunan Al-Quran dalam bersastra? Dan bagaimana kedudukan sastrawan dalam Al-Quran? Pertanyaan inilah yang coba kita urai disini.
Dengan keyakinan yang mantap dan penuh dapat penulis katakan bahwa sastra(wan) mempunyai tempat yang istimewa dalam Al-Quran. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya surat Asy Syu’araa yang terdiri dari 227 ayat. Dinamakan Asy Syu’araa’ karena (kata jamak dari Asy Syaa’ir yang berarti penyair) diambil dari kata Asy Syuaraa’ yang terdapat pada ayat 224. Secara detail dan khusus Allah SWT menyebutkan kedudukan penyair-penyair di tujuh ayat terakhir surat ini.
Sebelum ayat ini turun, dalam sejarah sastra Arab, keududukan penyair sangatlah penting dan sangat terhormat dalam istana maupun dalam masyarakat. Penyair dihormati karena para penyair diyakini memiliki kemampuan khusus yang tidak dimiliki orang banyak. Penyair dianggap berkemampuan supranatural (kegaiban), mereka mampu berkomunikasi dengan mahkluk gaib seperti jin. Penyair berkomunikasi dengan jin dengan merapalkan bermacam mantra sihir. Kemudian Penyair-penyair arab pra-Islam senang melakukan pengembaraan dari suatu tempat ke tempat lain untuk mencari nafkah kehidupan. Mereka terbiasa bersikap munafik dengan sengaja menyanjung penguasa tempat-tempat atau istana yang mereka singgahi agar diberi sangu dan dilayani dengan istimewa oleh istana. Ketika kaum kafir menguasi Ka’bah, syair-syair mereka yang berisi puji-pujian pada penguasa, syair-syair yang dirapalkan dalam penyembahan pada berhala dipajang didinding Ka’bah. Sebagian penyair-penyair itu suka mempermainkan kata-kata dan tidak mempunyai tujuan yang baik yang tertentu dan tidak punya pendirian. Para penyair-penyair itu mempunyai sifat-sifat yang jauh berbeda dengan para rasul-rasul sebelumya; mereka diikuti oleh orang-orang yang sesat dan mereka suka memutar balikkan lidah. Perbuatan mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Selain itu Penyair penyair pada kala itu ditakuti oleh masyarakat karena mereka bisa berbuat jahat dengan perantara jin jahat (iblis).
Kondisi inilah dikisahkan dan dijelaskan Alquran surat Asy Syu’araa’: (221) Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan- syaitan itu turun? (222) Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, (223) mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta. (224) Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. (225) Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah. (226) dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)?
Ketika Ayat ini turun dan disampaikan Muhammad SAW pada para Hafiz, seketika sebagian penyair pengikut Muhammad SAW, seperti Abdullah Ibnu Rawahah, menjadi dibuat patah arang dan ketakutan menyimak ayat tersebut. Abdullah Ibnu Rawahah saat itu berpikiran bahwa ayat tersebut telah menegaskan bahwa kegiatan bersyair dan menjadi penyair dilarang dalam agama Islam. Bersegaralah Ia menemui Rasul, dan menanyakan perihal ayat tersebut. Maka, dengan tersenyum Nabi Muhammad SAW menjelaskan dengan membaca ayat terakhir (ke-227) dalam surat tersebut, yang mengatakan: (227) kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. Maka, menjadi jelaslah persoalan itu dan lepaslah ketakutan Abdullah Ibnu Rawahah. Sejak itu tanpa ragu makin semangat Ia membuat syair yang bertendensi dakwah, ajakan berbuat baik, memompa semangat juang para Mujahidin dalam berperang, maupun syair-syair yang mengagungan Allah SWT.
Tugas Sastrawan Muslim Sebagai Kalifatullah
Manusia diciptakan Allah SWT sebagai Kalifatullah di muka Bumi. Menjadi kalifah yang dimaksud adalah sebagai wakil Tuhan, yang mencermin kualitas ke-illahi-an manusia di muka bumi. Seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakan manusia tersebut dapatlah diatarik ketegasan perihal tugas para sastrawan dalam kehidupan ini, yaitu berdakwah.
Berdakwah tidak pula diartikan dalam pengertian yang sempit, mungkin pengertian dakwah yang tersedia dalam keseharian kita adalah menyampaikan pengajaran dalam mesjid, pemberi ceramah saat pengajian saja. Namun sesunguhnya, pengertian dakwah dapat dijabarkan dalam pengertian yang luas dan luwes.
Dakwah sebagai tabligh. Tabligh artinya menyampaikan, Materi dakwah bisa berupa keterangan, informasi, ajaran, seruan atau gagasan. Kemudian dakwah berarti mengajak, Ada dua bentuk visi ajakan, yaitu: makro dan mikro. visi makro cukup jelas yaitu mengajak manusia kepada kebahagiaan dunia akhirat, sedangkan visi mikro bisa dicontohkan dengan sifat dan sikap yang kongkrit dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya dakwah sebagai pekerjaan menanam. Berdakwah juga mengandung arti mendidik manusia agar mereka bertingkahlaku sesuai dengan nilai-nilai Islam. Mendidik adalah pekerjaan menanamkan nilai-nilai ke dalam jiwa manusia. Nilai-nilai yang ditanam dalam dakwah adalah keimanan, kejujuran, keadilan, kedisiplinan, kasih sayang, rendah hati dan nilai-akhlak mulia lainnya. Layaknya pekerjaan menanam, benihnya harus unggul, tanahnya harus subur, disiram dan dijauhkan dari hama serta butuh waktu lama hingga benih itu tumbuh berkembang menjadi rumput hijau yang indah atau menjadi pohon tinggi yang rindang dan berbuah. Begitu pula hendaknya dalam karya sastra yang kita tulis dan kita tanam, semestinya haruslah karya yang bermutu, yang membawa pencerahan bagi kehidupam masyarakat.
Kita mengetahui bahwa sesunguhnya tugas berdakwah merupakan tugas seluruh umat muslim, tanpa kecuali. Tentu saja dakwah yang dilakukan sesuai kemampuan dan bidang masing-masing. Dalam pengertian ini, dapat pula kita telusuri bagaimana dakwah yang dapat dilakukan oleh sastrawan?
Menggeluti bidang sastra merupakan bidang yang unik. Menjadi penulis sastra adalah sebuah jalan untuk berdakwah dengan cara yang menyenangkan. Kita tahu tidak semua orang mempunyai kemampuan mencipta karya sastra yang baik. Kemampuan pribadi seorang penulis sastra meliputi kemampuan mencerna berbagai ilmu pengetahuan, pendalaman dan pemahaman akan kompleksitas kehidupan manusia dengan akal dan perasaannya. Kemudian sastrawan dengan kreatifitasnya menciptakan sebuah dunia lain yang sudah diproses dalam inajinasi. Jadi kemampuan ini adalah kemampuan yang luar biasa yang dimiliki seorang sastrawan. Dengan Kepandaian berbahasa ia tuangkan imajinasinya tersebut untuk dapat dibaca dan dihikmati oleh khalayak.
Lalu karya sastra yang bagaimanakah yang bisa dikatakan karya sastra yang bertujuan dakwah? Sekali lagi penulis tegaskan, kata dakwah itu bukanlah kata yang memiliki arti yang sempit. Karya sastra yang bisa menyentuh menggerakkan hati manusia tanpa pandang agama, suku, dan ras adalah karya yang berdakwah. Islam bukanlah agama hanya untuk sekelompok ras saja. Islam adalah agama Rahmat Semesta Alam. Jadi seorang sastrawan muslim semestinya mampu menghadirkan karya yang menampilkan wajah kebenaran yang illahiah, kebenaran yang universal. Dalam pengertian ini, tugas sastrawan dengan karya sastranya tak lain adalah bertanggung jawab terhadap perbaikan kualitas kehidupan umat manusia.
Perjuangan sastrawan adalah perjuangan kata-kata dan perjuangan sikap. Menyusun kata-kata dalam tulisan saja tidaklah cukup. Misal, kita terkadang begitu sibuknya kita menyusun kata-kata terbaik dalam sebuah sajak, kita terkadang sengaja berumit-rumit dengan kata-kata, sehingga tanpa kita sadari kita terperangkap sendiri dalam labirin kata-kata itu sendiri.
Kita menganggap ‘keraguan’ kita adalah modal untuk mencapai sebuah kebenaran. Namun sayang, ‘keraguan’ kita sering menjadi keraguan yang permanen karena ‘keraguan’ itu selalu kita abaikan. Tidak pernah kita tuntaskan sebagi sebuah keyakinan personal (ideologi). ‘Keraguan’ kita sering tidak berakhir pada ‘keyakinan’, yaitu iman. Sebagai seorang muslim, para sastrawan muslim harus mampu mengaktualisasikan apa yang ditulisnya. Sehingga ia tidak termasuk pada golongan penyair (baca: sastrawan) munafik, lagi pendusta; penyair yang tidak berpendirian; penyair yang sekedar mencari sensasi dengan mempertontonkan permainan kata-kata.
Sebuah kisah di akhir pembahasan ini: Pada suatu hari, Rasulullah Muhammad SAW sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba datanglah Abdullah Ibnu Rawahah hendak menuturkan syairnya. Maka sebelum syair dibacakan, Rasulullah bertanya pada Abdullah Ibnu Rawahah, “Apa yang Anda lakukan jika anda hendak mengucapkan syair?”. Maka, menjawablah Sang penyair Abdullah ibnu Rawahah, “Hamba renungkan dulu, kemudian baru Hamba ucapkan”. Maka dengan senang hati Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat mendengarkan ia bersyair.
* Makalah ini disampaikan pada orasi budaya Malam Tadarus Puisi Sastra Indonesia Unand, 11 September 2009, dan dimuat diharian padang ekspres, minggu 13 september 2009
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar