Rabu, 20 September 2017

KUNTOWIJOYO DALAM MAKLUMAT SASTRA PROFETIK

Imamuddin SA

Siapa yang tidak kenal dengan Kuntowijoyo! Ia seorang sastrawan, budayawan, sekaligus akademisi yang lahir di Yogyakarta 18 September 1943. Ia salah seorang maestro yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Karya-karyanya sungguh luar biasa dan menjadi karya besar. Melalui karya-karyanya, Kuntowijoyo mengantongi berbagai macam gelar.
Cerpenya yang berjudul “Laki-Laki yang Kawin dengan Peri “(1995), “Resolusi Perdamaian” (1996), “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan” (1997), dan “Jalan Asmara Dana” (2005), meraih penghargaan sebagai cerpen terbaik Kompas. Cerpenya yang berjudul “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” (1968) memperoleh hadiah pertama dari majalah Sastra. Naskah dramanya yang berjudul “Rumput-Rumput Danau Bento” meraih hadiah harapan dari BTNI (1968). Sedangkan baskah dramanya yang berjudul “Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma, Barda, Cartasm” dan “Topeng Kayu” memperoleh hadiah kedua dari Dewan Kesenian Jakarta.

Kuntowijoyo merupakan seorang sastrawan yang produktif dan konsisten. Ini tampak terlihat dari eksistensi menulisnya hingga akhir hayatnya. Empat hari sebelum meningal dunia (wafat 22 Februari 2005), ia bahkan berhasil merampungkan sebuah artikel yang berjudul “Maklumat Sastra Profetik” yang kemudian dikirimkannya pada majalah sastra Horison. Inilah yang pada gilirannya menjadi karya terakhir yang digurat oleh Kuntowijoyo.

Dengan hadirnya karya terakhir tersebut, Kuntowijoyo tampaknya bermaksud membangun jembatan dalam memahami karya-karyanya dan memberi hujjah dalam menelorkan sastra kreatif bagi sastrawan-sastrawan tunas mendatang. Ibarat ingin merasakan asin, seseorang harus mengetahui bentuk dan warna garam. Kesadaran inilah yang mungkin menuntut Kuntowijoyo untuk membangun jembatan pemahaman dengan menguliti karya-karyanya sendiri melalui “Maklumat Sastra Profetik”. Pada hal, ia sadar betul bahwasanya, seorang pengarang yang berani menguraikan esensi karyanya sendiri sama halnya dengan melakukan tindakan bunuh diri.

Ini merupakan sebuah pengorbanan besar. Tampaknya, tindakan ini dilakukan oleh Kuntowijoyo untuk membentengi menjamurnya karya sastra populer di Indonesia. Kuntowijoyo ingin melahirkan karya-karya yang bermutu melalui tangan-tangan kreatif sastrawan muda Indonesia.

Melalui “Maklumat Sastra Profetik”, Kuntowijoyo berusaha berjuang mengembalikan eksistensi karya sastra Indonesia yang berfungsi untuk “dulce et utile” di tengah maraknya budaya konsumerisme dan glamorisme. Harapan besar Kuntowijoyo untuk karya sastra Inonesia yang akan terlahir kelak yaitu dapat merepresentasikan nilai-nilai kenabian, yang meliputi amar ma’ruf (humanisme), nahi munkar (liberasi), dan tu’minu billah (transendensi). Ketiga unsur itu harus menyelimuti karya sastra Indonesia yang keberadaannya saling mengisi satu sama lain, seperti badan dengan ruh, bukan malah berdiri sendri-sendiri.

Petunjuk yang diberikan oleh Kuntowijoyo tentang gambaran etika sastra profetik yang ditawarkan bertumpu pada dua hal. Menurutnya, sastra profetik itu harus ditulis dari dalam dan dari bawah. Maksudnya menulis dari dalam yaitu sastra profetik hendaknya peristiwa-perstiwa dipahami sebagaimana tokoh-tokohnya memahami dunianya sendiri dalam cerita. Pengarang harus bisa membiarkan tokoh-tokoh imajinernya mereaksi peristiwa-peristiwanya sendiri. Dengan kata lain, “ke-aku-an” tokoh imajiner yang berfikir, berbicara, dan berbuat. Jika tokoh imajiner itu orang sederhana maka pikiran, perkataan, dan perbuatannya juga harus sederhana. Dengan demikian, nilai-nilai yang dimunculkan pengarang tidak akan mengabdi pada ide atau gagasan subjektifnya, melainkan nilai-nilai yang muncul benar-benar terkesan murni dan alami melalui gambaran karakter, konflik, dan beban peristiwa dalam pribadi tokoh imajinernya.

Menulis sastra dari bawah maksudnya pengarang tidak berangkat dari teori dan konsep etika profetik, melainkan pengarang hanya dituntut untuk konsisten dalam pelukisan ceritanya dan koheren dengan tema serta plotnya. Dengan kata lain, pengarang hanya menuliskan apa yang ada dalam pikiran dan apa yang dibisikan oleh hati nurani secara runtut yang bersumber dari realitas kehidupan yang ada.

Sebagai contoh, dalam “Maklumat Sastra Profetik”, Kuntowijoyo membongkar esensi beberapa karyanya agar dapat diteladani oleh pembaca dan sastrawan muda, baik sebagai jembatan pemahaman atas karya maupun sebagai usaha mengembalikan kualitas sastra Indonesia. Paling tidak, ada satu isyarat, membuat cerita itu hendaknya seperti “saya” (Kuntowijoyo). Ada nilai-nilai yang disisipkan dan ceritanya mengalir tanpa kesan menggurui atau mengabdi pada ide subjektif pengarang. Biarkan ide subjektif pengarang itu implisit dan lebur dalam tokoh imajiner.

Beberapa karya yang telah dikuliti oleh Kuntowijoyo dalam “Maklumat Sastra Profetik” yaitu “Mantra Penjinak Ular”, Warsipin & Satinah”, “Sepotong Kayu untuk Tuhan”, “Khotbah di atas Bukit”, “Suluk Awang Uwung”, “Makrifat Daun, Daun Makrifat”, “Topeng Kayu”, “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan”, dan “Gerobak Itu Berhenti di Muka Rumah”. Tindakan pengulitan ini tidak sampai menggores daging cerita. Kuntowijoyo hanya menyayat sedikit kulit ari karyanya. Namun hal itu sudah dapat memberi gambaran umum tentang esensi karyanya.

Dalam “Mantra Penjinak Ular”, Kuntowijoyo menjelaskan bahwa penolakan yang dilakukan oleh seorang buruh rendahan di kecamat untuk menjadi pegawai yang lebih tinggi karena ia tidak ingin menjadi mesin politik dan objektivitas oleh negara. Ia ingin menjadi pribadi yang utuh dan menolak dehumanisasi modern. Tokoh lain, yang membuang ular, memutus mata-rantai mantra penjinak ular, dan tidak memakai sesaji saat mendalang merupakan wujud penolakan terhadap dehumanisasi tradisional. Ia juga menjelaskan bahwa semua tokoh imajiner dalam karya ini tidak pernah tahu-menahu masalah objektivitas modern dan tradisional, padahal objektivitas itulah yang menjadi tema dalam novel itu. Para tokoh hanya bereaksi sewajarnya atas peristiwa yang dihadapi.

Dalam novel “Warsipin & Satinah”, Kuntowijoyo menguraikan bahwa tema utamanya yaitu marjinalisasi umat Isalam yang dilambangkan melalui penyishan imam surau (Pak Modin) dari Pilkades karena dituduh sebagai anggota PKI. Pak Modin akhirnya dipermak daam penjara. Sementara itu, rekayasa politik yang digambarkan melalui tuduhan atas Warsipin yang macam-macam dan akhirnya berujung pada tuduhan menyiapkan pemberontakan. Dalam novel ini, tokoh-tokoh dan para nelayan tidak pernah memahami bahwa mereka sedang menghadapi penindasan negara yang bernama marjinalisasi umat Islam. Mereka hanya tahu sedang berhadapan dengan Muspika, polisi, pengadilan, dan penjara, tetapi tidak pernah tahu bahwa mereka menghadapi negara yang otoriter.

Kuntowijoyo telah menjelaskan bahwa tema transendensi juga menjadi pondasi utama dalam cerpen “Sepotong Kayu untuk Tuhan”. Dalam novel ini dikisahkan bahwa seorang lelaki tua dengan susah payah menebang pohon dan mendorongnya ke sungai untuk sumbangan pembangunan surau. Kayu itu diletakkan di tepi sungai, akan tetapi banjir membawa pergi kayunya dan ia gagal menyumbang. Nilai yang terdapat di dalamnya yaitu nilai sufisme yang berupa keikhlasan dalam beribadah kepada Tuhan, bukan soal sampai atau tidaknya kayu itu untuk disumbangkan.

Dalam novel “Khotbah di atas Bukit”, Kuntowijoyo menegaskan bahwa karya tersebut mengangkat tema transendensi non-teistik yang bersifat a statment of intent, dan bukannya a statment of position, karena ia cenderung pada transendensi teistik Islam. Puisi “Suluk Awang Uwung”, menurutnya bersifat transendensi teistik jawa-Islam. Sedangkan dalam puisi “Makrifat Daun, Daun Makrifat”, karya ini menurutnya jelas-jelas murni transendensi Islam.

Kuntowijoyo juga menegaskan bahwa semua karyanya adalah transendensi, karena ia menganggap hidup ini sebagai misteri yang mengagumkan. Akan tetapi berdasarkan pada uraian sebelumnya, ketransendensian karya itu tidak terikat atau mengabdi pada ide subjektif pengarang, karena Kuntowijoyo selalu menjauh dari tokoh-tokoh imajinernya sehingga ide subjektif pengarang bersifat implisit dan alami. Inilah yang disebut menulis dari dalam.

Selain itu, Kuntowijoyo juga menyatakan secara mutlak bahwa hampir semua karyanya ditulis dari bawah. Karya-karya itu ditulis bukan berpatokan pada konsep teoretis, melainkan menuliskan segala sesuatu yang muncul dalam hati dan pikiran yang berangkat dari realitas yang serba sederhana, yaitu kekaguman atas “misteri kehidupan”. Realitas sederhana itulah pada giliranya akan berposisi sebagai pengalaman. Seperti novel “Pasar” yang diilhami dengan adanya perubahan sosial dari pasar tradisional menjadi pasar modern, novel “Warsipin & Satinah” diilhami dari peristiwa tahun 1978 tentang pencidukan dua orang warga desa oleh tentara yang dituduh akan mendirikan negara Islam, cerpen “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan” diilhami dari adanya adat menjaga kuburan baru selama tujuh hari untuk orang yang meninggal hari Selasa Kliwon di Yogyakarta pada tahun 1990.

Kuntowijoyo menjelaskan bahwa karya sastra itu strukturalisasi dari pengalaman, imajinasi, dan nilai. Akan tetapi, dari ketiga unsur tersebut yang kerap terlupakan oleh pengarang yaitu nilai. Pengarang terkadang terlalu menggebu dengan ide nilai yang ingin disisipkan sehingga terkesan tidak alami dan menggurui. Pengarang kadang pula lupa menyisipkan nilai sehingga timbullah karya ngepop. Minimnya nilai dalam karya sastra mampu mengurangi kualitas karya. Untuk mengantisipasi fenomena tersebut, perlu adanya keseimbangan dalam menyisipkan nilai-nilai.

Sekali lagi, tujuan utama ditulisnya “Maklumat Sastra Profetik” oleh Kuntowijoyo ini untuk menjembatani pemahaman pembaca atas karya-karya Kuntowijoyo dan untuk meningkatkan kualitas karya sastra Indonesia, supaya sastra lebih berperan dalam masyarakat. Kini artikel itu hadir dalam bentuk buku terbitan Grafindo Litera Media Yogyakarta yang dilengkap dengan lampiran karya-karya yang dikupas sendiri oleh Kuntowijoyo dalam maklumat tersebut. Dengan demikian, pembaca tidak hanya mendapat gambaran kulit ari melainkan dapat mendalami esensi karya sendiri.

6 Oktober 2014, Lamongan, Jawa Timur
http://sastra-indonesia.com/2014/10/kuntowijoyo-dalam-maklumat-sastra-profetik/

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae