Sabtu, 01 November 2008

LORONG DOA

Saiful Anam Assyaibani

Senja nampak mengelam. Di ujung laut, matahari berada pada batas air dan langit, seperti hari mulai redup langitpun redup dengan segurat bianglala. Semacam lambaian sayup-sayup sebuah surau dengan panggilan syair dan takbir melesatkan aku pada jejak menuju Tuhan.

Di sudut Kampung para Nelayan itu; sebuah mushollah sederhana bersebelahan dengan laut serasa begitu tenang dalam dada. Suatu kecintaan yang selalu mengalir sepanjang ujung sepanjang perjalanan.

Selepas mushollah aku kembali kepada laut; menyusuri jejak dan langkah pada pasir putih, seperti perahu-perahu tertambat akan dermaga akupun tertambat akan keindahan alam maha indah, konon Khidir pernah mengujar hakikat rahasia kehidupan akan Musa lantas semayam di luas segala samudra itu. Dan siapa ingin beroleh berkah laduni maka harus ajeg dalam sholawat dan salam, wasila dan doa yang selalu lapar untuk dipanjatkan.

Hari beranjak kelam-malam yang menggetarkan-gelap yang selalu magis akan gulir waktu. Masih ada kehidupan dipenghujung malam.

Tanpa sadar aku mengenggam butiran pasir putih lantas kutaburkan pada perjamuan angin dengan mata tertutup.
***

Rumah itu menghadap ke arah laut. Sepi sekali, hanya beberapa kawanan anjing tampak berseliweran di halaman rumah itu. Mataku menangkapnya lamat-lamat dari jarak yang tak begitu jauh. Selintas kemudian seorang perempuan berkalung surban keluar dari rumah itu dengan selembar daun berjejar menampung makanan bagi anjing-anjing yang lapar.

Sepertinya hal itu sudah menjadi kebiasaan perempuan berkalung surban tersebut, terlihat dari beberapa anjing yang lantas mengikuti langkah perlahan perempuan itu di belakangnya. ‘persahabatan yang tak lazim’. Gumamku. Tapi bagaimana mungkin aku tidak terusik akan romansa yang tak biasa aku menemukannya. Mataku tak pernah lepas menangkap setiap desir peristiwa yang bermain-main dalam akal dan anganku, aku coba mendekati mereka bahkan sangat dekat, mencoba mencari jawab dalam celah-celah sepi.
“Selamat malam” aku menyapanya dengan ringan, seringan angin meniup malam yang menjadikan dingin. Seperti perempuan itu hanya menemukan aku dalam suara saja, Dia terlihat lebih menikmati memberi makan seekor anjing dengan menaruh makanan di tangannya yang indah daripada memuliakan seorang tamu.

“Assalamu’alaikum” aku coba mengulang sapaku dengan kalimat wajib, tapi sedikitpun perempuan itu tak terhentak akan kehadiranku.
“Maaf, aku datang sebagai anjing yang berpijak dikegelapan purna dan aku mencari jejakku di bulan pada hijrah pada tubir mi’raj menemu surga di dadamu” Tiba-tiba anjing-anjing itu melesat begitu saja, menuju goa dari karang yang terkikis ombak; tempat mereka mengistirahkan jiwanya pada malam. Dadaku berdegup kencang tapi tak kumengerti adanya.

“Biarkan hanya sunyi dalam keheningan jiwaku, seperti denting doa tak kumengerti makin kalap kurapalkan sunyilah menandaskan detik air mata di tetes waktu” perempuan berkalung surban itu menundukkan pandangannya dariku lantas meneteskan airmata dalam doa. Entahlah peristiwa apa yang sedang terjadi di hadapanku ini, aku tidak berani menebaknya. “Sekalipun aku tak pernah menerima tamu laki-laki malam hari, pulanglah kembalilah besok pagi!”
“Maaf, aku tidak mengerti maksud anda”
“Aku pelacur”
“Apa?!”
“Ya, akulah pelacur yang merindu surga”

Aku diam sesaat, mencoba menguasai badai dalam dada. Aku tidak pernah menyangka bahwa perempuan yang ada dihadapanku sekarang adalah perempuan sinting yang beberapa tahun lalu diasingkan oleh warga “Kampung Nelayan” karena ketidakwarasannya. Seperti yang sering dibicarakan banyak warga ‘dia perempuan sinting yang ingin masuk surga dengan jalan pintas dengan berteman anjing dan selalu berharap menjadi seorang pelacur’. Ah, aku semakin tidak mengerti apa yang sebenarnya ada dalam benak perempuan itu; jika memang opini warga itu benar adanya. Bukankah anjing dan pelacur adalah sama-sama mahluk najis, lantas jalan pintas mana yang akan membawanya menuju surga. Atau memang benar adanya bahwa perempuan ini memang benar-benar sinting. Tapi?.

“Apa yang merubahmu serta merta menjadi beku?” sentak perempuan itu melumerkan anganku.
“Entahlah!” jawabku.
“Selain kedatanganmu malam ini sama sekali tidak aku harapkan, tanpa kamu sadari kamu telah mengganjal langkahmu sendiri untuk menuju surga”
“Sungguh aku tidak mengerti. Tapi apa yang telah aku lakukan hingga aku harus tertatih menuju surga? Sementara kamu sedari tadi hanya berteman anjing dan aku hendak bersilaturrahmi padamu, apa aku salah”.

“Tidakkah kamu pernah mendengar bahwa Rasulullah pernah bersabda barang siapa yang memutus harapan orang yang datang kepadamu maka Allah akan memutus harapannya pada hari kiamat dan tidak akan masuk surga. Benar apa yang kamu ucapkan bahwa aku sedari tadi hanya berteman anjing. Ya, anjing-anjing itulah yang datang ke gubuk ini setiap malam dan berharap akulah satu-satunya orang yang mau menyediakan makan bagi dia dan engkau tiba-tiba datang dan memutus harapan anjing-anjing yang kelaparan itu di hadapanku”.

“Tapi dia hanya seekor anjing” sergahku
“Meskipun dia hanya seekor anjing. Bukankah Allah tidak menciptakan sesuatu dengan kesiaan”.
“Baiklah jika anjing adalah jalanmu menuju surga, sungguh aku mintak maaf”
“Maaf untuk apa”
“Untuk diri sendiri yang datang tanpa rupa dan bentuk, maaf untuk diri sendiri yang datang tanpa jelma tanpa cahaya dalam ketakberjasadanmu; juga anjing yang meleburkanmu dalam tafsir hijabku, juga maaf untuk keterjebakanku yang nian absurd menamaimu”
“Sampaikan maaf itu pada lapis langit, jelmakan rintik hujan yang melebur segala kata yang membingkis risalah magis kalbu, biar segala keheningan mengantarmu-mengantarku akan surga”. Perempuan itu lantas masuk ke dalam rumahnya. Ah, mungkin rumah itu lebih pantas disebut gubuk karena memang tidak pantas disebut rumah. Dan aku kembali menepi pada pantai.

Malam selaksa jauh mengantarku akan suatu yang tak pernah terduga sebelumnya. Embun serasa menyusup pada sunyi secara pelahan, daun-daun menampung angin yang semakin risuk meluruhkan waktu.

Waktu seakan demikian singkat, aku tak tidur sedetikpun malam ini, tak terasa hari telah berganti sementara aku masih terpaku berdiri di tepi laut sebagimana hari-hari kemarin, tapi hari ini serasa lain. Aku selalu berpikir tentang apa yang aku alami malam ini, tentang kawanan anjing dan pelacur berkalug surban itu, juga pertemuanku yang secara tiba-tiba dengan mereka dan aku menamaiku sebagai anjing.

Dari kejauhan diam-diam aku selalu pandangi gubuk itu. Ya, gubuk seorang perempuan yang saat ini masih bermain-main dalam realitas pikiranku.
***

Hampir setiap fajar aku berdiri di tepi pantai menghadap ke arah timur menyongsong matahari terbit, menyongsong keindahan yang menggetarkan batin. Aku kembali membuka hari dalam Bismillah dalam mata yang sejenak terpejamkan akan taqdir perjalanan hari-hariku.

Fajar ini dalam sujud panjangku, aku seolah menandaskan keyakinanku bahwa orang-orang yang berjiwa muthma’innah-lah yang akan mendapat kemuliaan. Tapi sejak malam saat aku bertemu dengan perempuan berkalung surban itu, seolah Ia talah mencuri sebagian ketenanganku dan mungkin aku tidak akan pernah merasa tenang jika tak mengambilnya kembali dari jiwa perempuan itu.
Matahari sepenggalah, burung-burung kembali mengitari laut dan juga para nelayan mulai memaknai hari di teriknya cahaya matahari di tengah derasnya gelombang. Ah, aku kembali teringat ucapan perempuan itu ‘Sekalipun aku tak pernah menerima tamu laki-laki malam hari, pulanglah kembalilah besok pagi!’. Demi waktu aku pun telah bersumpah akan menemukan kembali ketenangan hidupku seperti sebelum aku bertemu dengan perempuan itu.
***

Aku kembali menatap lekat rumah yang selalu sepi itu, berharap dapat menemukan kembali perempuan semalam, aku menunggu hingga fajar menjelang tapi nihil.

Tujuh atau mungkin delapan ekor anjing tiba-tiba menjelma di hadapanku, matanya nyalang seakan berharap sesuatu padaku namun sulit untuk aku terjemahkan. Dalam hati aku berkata sendiri ‘andai akulah orang yang diharapkan kawanan anjing itu maka apa pun yang tergurat dalam benaknya aku akan berusaha mewujudkannya semata-mata untuk tidak memutus harapan akan keberadaannya di hadapaku saat ini’. Tiba-tiba kawanan anjing itu lenyap ke dasar jiwaku bersamaan dengan kilatan cahaya yang kemilaunya menghentak tak terhingga. Tubuhku bergetar hebat menerimanya hingga aku tak sadarkan diri akan siapa aku yang sesungguhnya. Seakan-akan aku telah lenyap entah kemana dan aku seolah bukanlah aku yang sesungguhnya dan keinginan untuk mencari perempuan itu semakin kuat bak gelombang tak terbendung.

Aku mencari perempuan itu di segala penjuru mata angin dan tak tahu jua adanya, sampai batas akhirnya aku terhenti di selembar daun kering bekas tadah makananan anjing tempat perempuan itu memberi harapan bagi anjing-anjing yang kelaparan. Aku menjilatinya dalam munajah dalam cinta yang luar biasa nikmatnya sampai-sampai aku ekstase.“duh, Tuhan dimana pelacur yang memberi ketenangan pada anjing-anjing yang kelaparan”.
***

Aku kembali ke tepi pantai menyaksikan ribuan burung mengitari lautan maha luas, angin mengantar gulungan ombak menerpa kakiku; aku basah jiwa raga, kudesiskan kesangsianku pada angin yang membawa bianglala yang mulai menggambar langit. Aku berdiri terpanah menangkap matahari tenggelam dan aku pun tenggelam dalam bongkahan karang yang terkikis ombak, dan aku pun tafakur dan bersujud.

Dalam sujud panjangku; seorang lelaki tak ku kenal dalam tubuh penuh cahaya berujar salam lantas menuntun langkahku dalam Bismillah.
“Aku akan mengajakmu dalam perjalanan panjang”
“Kemana?”
“Menuju doamu, menuju kesempurnaan iman. Bukankah itu yang selalu kau panjatkan, ketika engkau berdiri di tepi laut saat matahari mulai tenggelam?”
“Apakah Kau…?”
“Jangan bertanya apa-apa padaku. Karena aku hanyalah jawaban dari kesabaran, tawakal dan keikhlasanmu dalam menjalani hidup. Aku hanya ingin menyampaikan beberapa hal padamu:

jangan biarkan hatimu larut dalam kesedihan
dan menyesal atas sesuatu kegagalan
jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan
perbanyaklah berdzikir dan berdoa kepada Allah
jangan ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah
bersatulah karena Allah dan berpisahlah karena Allah
jangan mempunyai musuh
kecuali dengan iblis atau syetan
sering-seringlah engkau bangun di penghujung malam
istighfarlah engkau kepada Allah
dan perbanyaklah bershalawat kepada Nabi
selalu ingat akan saat kematian
sadarlah bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan sementara
maafkan orang lain yang berbuat salah kepadamu jangan dendam
dan jangan ada keinginan membalas kejahatan dengan kejahatan
jangan benci kepada orang yang membencimu
jangan sombong
ringankan beban orang lain
dan tolonglah mereka yang mendapatkan kesulitan
jangan melukai hati orang
jadilah manusia yang bermanfaat bagi sesama
waspadalah akan setiap ujian, cobaan, godaan dan tantangan
jangan lari dari kenyataan hidup
yakinlah bahwa setiap kebajikan akan melahirkan kebaikan
dan setiap kejahatan akan melahirkan kerusakan
jangan bahagia di atas penderitaan orang
dan jangan kaya dengan memiskinkan orang lain
yakinlah bahwa Allah akan meminta pertangungjawaban bagi setiap hambanya
di akhirat kelak tentang apa yang telah dilakukannya selama di dunia”.

Laki-laki itu lantas menghilang seperti nyala lilin tertiup angin, dan aku tak pernah benar-benar kembali dalam sujud panjangku. Aku telah lenyap.**

Lamongan, 2008

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae