Maman S Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/
Jika diyakini sastra sebagai ruh kebudayaan, maka sastra sesungguhnya dapat digunakan sebagai salah satu pintu masuk memahami kebudayaan sebuah bangsa. Bagaimanapun juga, sastra merupakan representasi kegelisahan sastrawan. Ia lahir dari proses yang rumit pengamatan, pencermatan, pengendapan, dan pemaknaan sastrawan atas kehidupan ini. Lebih khusus lagi, atas fenomena tindak berkebudayaan sebuah komunitas sosial. Itulah sesungguhnya tanggung jawab sastrawan (seniman) pada kebudayaan, pada kehidupan. Inilah yang dimaksudkan Chairil Anwar sebagai kebebasan dan kebertanggungjawaban seniman pada kebudayaan, pada kemanusiaan: “Kemerdekaan dan Pertanggungan Jawab adalah harga manusia, harga Penghidupan ini….” Begitulah Chairil Anwar mengingatkan tanggung jawab sastrawan (: seniman) pada kehidupan ini.
Dalam konteks itu, ketika fenomena tindak berkebudayaan itu coba diterjemahkan dan dimanifestasikan dalam bentuk karya sastra, di dalamnya tak terhindarkan, mendekam problem sosio-kultural. Oleh karena itu, sesiapa pun sastrawannya, karya yang dihasilkannya tidak dapat terlepas dari persoalan yang terjadi di sekitarnya, problem yang berkecamuk di tengah masyarakatnya. Dalam hal itulah, sastra tidak jarang diperlakukan sebagai dokumen sosial, potret budaya masyarakat, dan representasi semangat zamannya.
Sastra Indonesia pada awalnya dan sejatinya adalah sastra “etnik” yang menggunakan bahasa Indonesia. Ketika Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, menegaskan pernyataan sikap para pemuda Indonesia yang mengaku: “bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia,” saat itulah sesungguhnya identitas etnis –diwakili Jong Java, Jong Soematra (Pemoeda Soematra), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia—dan agama –diwakili Jong Islamieten—melekat masuk ke dalam semangat kebangsaan atas nama Indonesia. Sejak saat itu pula, bahasa Melayu –sebagai bahasa etnis yang mendiami kawasan Semenanjung— diangkat menjadi bahasa persatuan dalam semangat politik keindonesiaan, dan tidak dalam hubungan kultural kesukubangsaan.
Boleh dikatakan, selepas peristiwa itu, berbagai puak dengan keanekaragaman kultur dan bahasanya, mulai dipersatukan melalui klaim kesadaran adanya persamaan tanah air (wilayah), persamaan nasib bangsa yang terjajah, dan persamaan menggunakan alat komunikasi antar-etnik (bahasa). Maka, meskipun sastrawan Indonesia secara kultural tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan kebudayaan dan masyarakat etnik yang melingkarinya, ia secara arbitrer menggunakan bahasa Indonesia untuk kepentingan komunikasi yang melewati garis demarkasi etnisitas. Dengan demikian, sastra Indonesia sesungguhnya berfungsi tidak hanya sebagai sarana ekspresi dalam usaha melakukan komunikasi yang mengatasi wilayah kultur etniknya, melainan juga sebagai alat yang membebaskan dirinya dalam kepungan primordialisme yang sempit.
Secara konseptual, sastra Indonesia dapat dirumuskan sebagai karya sastra yang dihasilkan sastrawan Indonesia, ditulis dalam bahasa Indonesia, dan diterbitkan di wilayah hukum Indonesia. Tetapi secara substansial, keanekaragaman latar belakang kultural, ideologi, agama, pendidikan, dan tarik-menarik pengaruh lokalitas—globalitas, menjadikan setiap karya harus diperlakukan sebagai sesuatu yang khas, unik, dan menunjukkan keberbedaannya. Oleh karena itu, untuk memahami sastra Indonesia, tidak dapat lain, kecuali coba mengungkapkan sejumlah besar khazanah sastra yang terbit di berbagai wilayah Nusantara ini. Maka, tidaklah pada tempatnya jika yang digunakan sebagai sampel hanya karya sastra yang diterbitkan di Jakarta atau kota-kota besar lainnya.
***
Berdasarkan konsepsi bahwa kesusastraan Indonesia adalah semua karya sastra yang dihasilkan pengarang Indonesia dan ditulis dalam bahasa Indonesia, maka sastra Indonesia sesungguhnya dapat digunakan sebagai salah satu pintu masuk untuk memahami kebudayaan Indonesia. Mengingat karya sastra tidak pernah terlepas dari kebudayaan yang melahirkan, membesarkan dan membentuk jati diri pengarang, maka sastra Indonesia dalam sejarahnya –secara substansial—tak pernah menyembunyikan kegelisah kultural pengarangnya. Dalam hal ini, pengarang Indonesia yang lahir, dibesarkan dan dibentuk oleh kebudayaan etniknya, senantiasa mengungkapkan berbagai aspek yang berkaitan dengan kebudayaan daerah, kebudayaan etnik, dan secara keseluruhan, kebudayaan Indonesia.
Adanya kenyataan itu, memperlihatkan bahwa kesusastraan Indonesia sangat kaya dengan warna lokal yang berkaitan dengan kebudayaan daerah. Tetapi, di lain pihak, kesusastraan Indonesia yang sarat bermuatan warna lokal itu, juga cenderung sulit dipahami oleh pembaca yang tidak mempunyai pengetahuan mengenai kebudayaan daerah tersebut. Inilah dasar pemikiran, sejumlah sastrawan, antara lain, Taufiq Ismail, Hamid Jabbar (alm.), Maman S Mahayana, Jamal D Rahman dan Agus R Sarjono, menawarkan sebuah program yang diberi nama: Apresiasi Kebudayaan Daerah melalui Khazanah Kesusastraan Indonesia. Mengingat sasaran program ini guru-guru bahasa Indonesia SMU se-Indonesia, maka lembaga yang tepat untuk menyelenggarakan program ini adalah Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas. Itulah latar belakang penyelenggaraan program yang kemudian diberi nama: Pendidikan dan Pelatihan Kebudayaan Daerah dalam Kesusastraan Indonesia bagi guru-guru SMU se-Indonesia. Program ini diharapkan tidak hanya akan memberi pencerahan bagi pemahaman berbagai aspek kebudayaan dalam karya sastra, tetapi juga membuka jalan bagi para guru dan siswa sekolah dapat memahami kebudayaan daerah yang lain, sekaligus juga memberi apresiasi yang wajar bagi kebudayaan lain yang menjadi kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Pelaksanaan pertama program ini, 2—7 Oktober 2003, melibatkan sejumlah sastrawan dan peneliti sastra, antara lain, Taufiq Ismail, Hamid Jabbar, Ahmad Tohari, Taufik Ikram Jamil, Zawawi Imran, Gus tf Sakai, Agus R Sarjono, Jamal D Rahman. Dari kalangan akademis dan peneliti, tercatat nama Maman S Mahayana, Sunu Wasono, Abdul Rozak Zaidan, Nafron Hasyim, dan R Sitanggang. Adapun tujuan yang hendak dicapai, menyangkut beberapa hal, antara lain, (1) memberi bekal bagi guru untuk meningkatkan pengajaran sastra Indonesia yang ada kaitannya dengan kebudayaan daerah, (2) sebagai salah satu usaha memahami kebudayaan daerah melalui karya sastra, (3) menumbuhkan apresiasi dan pemahaman terhadap berbagai kebudayaan daerah di Indonesia yang terdapat dalam karya sastra, (4) meningkatkan rasa saling menghormati guru dan siswa terhadap keberagaman etnik dan kebudayaan daerah di Indonesia, dan (5) mengembangkan rasa memiliki kebudayaan daerah sebagai entitas kebudayaan Indonesia.
Mengingat Diklat ini sebagai langkah pendalaman materi bagi guru pelajaran bahasa Indonesia SMU se-Indonesia, maka pola Diklat disusun sedemikian rupa untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirancang. Oleh karena itu, penyajian dan pemberian materi Diklat dilakukan oleh sastrawan Indonesia yang berasal dan berlatar belakang berbagai etnik dan kebudayaan daerah, pakar kebudayaan, dan kritikus sastra. Guna melibatkan secara aktif peserta Diklat, peserta diberi berbagai tugas pelatihan dan analisis terhadap sejumlah karya sastra yang sarat bermuatan warna lokal dan kultur etnik dan daerah. Oleh karena itu, peserta Diklat diharapkan sudah membaca sejumlah karya sastra yang digunakan sebagai objek kajian dalam pelatihan itu. Dengan adanya dialog antara teks—pembaca, pembaca—pengarang—kritikus, berbagai problem yang mungkin dihadapi para guru ketika mengajar di dalam kelas, dapat diatasi dengan memberi penafsiran yang lebih beragam.
***
Sejak program ini dilaksanakan, sejumlah karya sastra berikut penghadiran pengarangnya, telah memberi wawasan dan gambaran lebih lengkap tentang muatan budaya etnik yang mendekam dalam teks sastra. Mereka yang telah memberi kontribusi penting bagi pelaksanaan program ini adalah: Taufiq Ismail (Tirani dan Benteng dan Malu Aku (Jadi) Orang Indonesia—diandaikan merepresentasikan problem bangsa Indonesia), Ahmad Tohari dengan novelnya Ronggeng Dukuh Paruk (Jawa), Taufik Ikram Jamil (Hempasan Gelombang—Melayu), Gus tf Sakai (Tambo—Minangkabau), D. Zawawi Imran (Bantalku Ombak Selimutku Angin—Madura). Dalam tiga tahun berikutnya, pengarang dan karya sastra yang menjadi objek kajiannya adalah: Ajip Rosidi (Perjalanan Penganten—Sunda), Sutardji Calzoum Bachri, (O, Amuk, Kapak—Melayu), Danarto (Godlob—Mistik Jawa), Oka Rusmini (Sagra dan Tarian Bumi—Bali).
Beberapa persoalan teknis, antara lain, kesulitan menghubungi dan menghadirkan pengarang, tiadanya buku yang hendak dijadikan bahan kajian karena tidak lagi dicetak ulang, dan beberapa persoalan teknis lainnya, menyebabkan program ini masih bertumpu pada pelaksanaan program sebelumnya. Itulah sebabnya, pelaksanaan Apresiasi Kebudayaan Daerah melalui Khazanah Kesusastraan Indonesia yang akan dilaksanakan 13—16 Agustus 2008, masih mengangkat tema kebudayaan Jawa, Madura, Minangkabau –melalui karya Wisran Hadi, Orang-Orang Blanti, dan Melayu—melalui karya Rida K Liamsi, Bulang Cahaya.
Pilihan pada novel Orang-Orang Blanti karya Wisran Hadi –yang menggantikan karya Gus tf Sakai, Tambo, dan novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi –yang menggantikan karya Taufik Ikram Jamil, Hempasan Gelombang dan karya O, Amuk, Kapak karya Sutardji Calzoum Bachri, selain karya itu tidak dicetak ulang, juga hendak menampilkan sisi lain dari sebuah kultur besar, Minangkabau dan Melayu. Karya Wisran Hadi memperlihatkan sebuah semangat otokritik dan semangat mengangkat orang-orang yang secara agama dan kultural termarjimalkan. Sementara karya Rida K Liamsi dalam konteks kehidupan perpolitikan Indonesia dewasa ini, seperti hendak menawarkan sikap dan etika politik yang lebih berbudaya, di samping model percintaan yang masih kental menjaga tatakrama dan sopan santun sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakatnya.
***
Tentu saja berbagai karya lain dengan pengarang lain masih bertebaran dalam khazanah kesusastraan Indonesia yang belum terjangkau program ini. Atas dasar itu pula, program ini akan terus meluaskan kajiannya. Sebut saja misalnya karya-karya Korrie Layun Rampan (Upacara), Ani Sekarningsih (Namaku Teweraut), dan sederet panjang karya sastra kita yang coba mengangkat problem kultur etnik. Dengan dasar pemikiran itu, program ini diharapkan dapat digunakan sebagai alat pembelajaran kebudayaan etnik dengan memanfaatkan khazanah kesusastraan Indonesia sebagai jembatannya. Dengan cara itu pula, pemahaman generasi Indonesia di masa depan atas suku-sukubangsa di Nusantara ini dibawa pada suatu kondisi yang memungkinkan mereka relatif memahami identitas kebudayaan etniknya ketika mereka dihadapkan pada kebudayaan etnik lain, meskipun mungkin hanya menyangkut salah satu aspek saja. Hanya dengan sikap inklusif dan memberi tekanan pada kesetaraan dalam memandang kebudayaan lain, niscaya sikap snobis terhadap kebudayaan sendiri, cara pandang yang melecehkan kebudayaan lain, dan kesalahpahaman lantaran faktor budaya, lambat atau cepat akan tergusur dengan sendirinya. Dengan begitu, semangat keindonesiaan akan tetap bersumber pada akar budaya sendiri, meskipun kita berhadapan dengan kebudayaan asing yang datang dari mancanegara.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar