Selasa, 03 Februari 2009

Telaga Lara atau Hikayat Kesetiaan

Teguh Winarsho AS
http://www.lampungpost.com/

SETIAP malam perempuan itu menangis di tengah lapangan. Ia menangis ketika orang-orang sudah lelap tidur. Ketika kampung telah menjadi begitu senyap seperti liang kubur. Suara tangis perempuan itu terdengar keras, melengking, seperti leher angsa digorok. Seperti denyit roda kereta api saat berhenti mendadak. Pekak, ngilu, menyayat, menggetarkan tubuh, membuat hatimu teriris-iris. Perempuan itu terus menangis hingga subuh datang bersama kabut. Bersama embun dan daun gugur. Lalu, sebelum matahari benar-benar rekah perempuan itu tiba-tiba lenyap.

Air mata yang tumpah dari mata perempuan itu membuat tanah tempatnya berdiri becek, basah. Seperti habis gerimis atau hujan. Bahkan, kadang tampak genangan air seperti kolam. Entah berapa banyak air mata yang tumpah setiap kali perempuan itu menangis. Lama-lama tanah tergerus kian dalam. Mungkin saat menangis perempuan itu terus menjejak-jejakkan kakinya membuat lubang. Meski panas terik, tapi tanah itu tetap basah. Sebab, malamnya perempuan itu kembali datang menangis. Membuat tanah itu semakin basah dan berlubang. Kian dalam.

Tak ada yang tahu di mana perempuan itu tinggal. Orang-orang kampung tak ada yang mengenalinya. Tak ada yang mengaku pernah menjadi teman, kerabat, tetangga atau saudara. Perempuan itu seperti siluman yang bisa muncul dari balik gelap. Dari balik rimbun pohon dan semak. Dari balik tembok atau kaca. Belum pernah ada orang yang bisa mengintai kedatangannya. Meski menunggu berjam-jam dan mata terus melotot, mereka selalu kecewa mendapati perempuan itu tiba-tiba telah berdiri di tengah lapangan dan mulai menangis. Menangis dengan suara keras, melengking, seperti leher angsa digorok.

Bukan sekali dua kali orang-orang kampung berusaha mengusir perempuan itu. Tapi, usaha yang mereka lakukan selalu gagal. Dari cara halus sampai kasar. Dari merayu memberi makan, pakaian, perhiasan imitasi hingga menggertak dan melotot. Perempuan itu tetap berdiri kokoh di tengah lapangan dan terus menangis. Ia, bahkan juga tak beranjak pergi selangkah pun ketika anak-anak muda mulai menakut-nakutinya dengan ular, tikus, dan anjing. Orang-orang kampung mulai kehabisan akal. Tapi, membiarkan perempuan itu terus menangis sama saja dengan menyiksa diri sendiri.

Lalu, kabar itu mulai berkembang dari mulut ke mulut. Entah mulut siapa yang pertama kali meniupkannya. Begini kisahnya:

Perempuan itu bernama Lara. Ia patah hati ditinggal pergi kekasihnya. Seorang laki-laki kaya yang hampir setiap malam menjemputnya mengajak jalan-jalan. Tentu, Lara telah memberikan segalanya pada laki-laki itu. Ia mencintai laki-laki itu melebihi apa pun di dunia ini. Cintanya tulus dan suci. Tapi, suatu hari diam-diam laki-laki itu juga mengajak jalan perempuan lain di malam-malam lain. Perempuan itu bernama Sati. Awalnya Lara tak tahu. Ia hanya merasa heran laki-laki itu mulai jarang datang ke rumah mengajak jalan-jalan.

Tapi, rasa heran itu hanya ia pendam sendiri. Ia tak mau menceritakan pada orangtuanya. Apalagi ia tahu sejak awal kedua orangtuanya tak setuju ia berpacaran dengan laki-laki kaya itu. Ia juga tak mau mengatakan pada laki-laki kaya itu takut menyakiti hatinya. Ia tak mau membuat laki-laki kaya itu marah sehingga justru pergi meninggalkan dirinya. Ia mencintai laki-laki kaya itu melebihi apa pun di dunia ini. Ia mau melakukan apa saja agar selalu bisa bersama dengan laki-laki kaya itu.

Tapi, laki-laki kaya itu semakin hari semakin intim dengan Sati. Mereka sering pergi jalan-jalan. Bahkan, kadang menginap di suatu tempat selama beberapa hari. Sati sangat mencintai laki-laki kaya itu. Di matanya laki-laki kaya itu sangat sempurna. Ia sering tersanjung saat laki-laki kaya itu datang membawa bunga ke rumahnya. Juga saat memberi kejutan-kejutan kecil, kado atau ciuman. Sati tak mau kehilangan laki-laki kaya itu.

Suatu hari Lara memergoki laki-laki kaya itu tengah bermesraan dengan Sati. Lara marah. Murka. Histeris. Tapi sedikit pun laki-laki kaya itu tak tersulut amarah Lara. Laki-laki itu tetap tenang.

"Kenapa kamu marah-marah? Apa maksudmu?" tanya laki-laki kaya itu datar.

"Kamu jahat! Kamu kejam!" ucap Lara jijik menuding-nuding wajah laki-laki kaya itu.

"Jahat? Aku tak memukulmu."

"Kamu mengkhianati cintaku!"

"Kita belum terikat pernikahan. Aku bebas menentukan pilihanku sendiri."

"Setelah semua yang kamu lakukan padaku?!"

"Apakah aku pernah memaksa kamu melakukan sesuatu?!"

"Tapi kamu mengkhianatiku. Aku benci kamu!" Berkata begitu Lara kemudian pergi.

Lara sangat mencintai laki-laki kaya itu. Cintanya tulus dan suci. Ia mau melakukan apa saja agar bisa selalu bersama laki-laki kaya itu. Setelah kejadian itu, Lara suka menangis di kamarnya. Tapi, karena takut ketahuan orangtuanya, Lara kemudian pergi mencari tempat yang aman untuk menangis. Dan, di tengah lapangan itulah Lara menangis setiap malam. Lara berharap jika laki-laki kaya itu melintas di jalan dekat lapangan, laki-laki kaya itu akan segera tahu bahwa dirinya menangis karena tak mau kehilangan dia. Tapi, laki-laki kaya itu tak pernah lewat di jalan dekat lapangan. Laki-laki kaya itu lebih suka mencari jalan lain meski harus memutar dan jaraknya semakin jauh.

Tapi, ah, ternyata ada versi cerita lain lagi yang juga beredar dari mulut ke mulut. Entah, mulut siapa yang pertama kali meniupkan. Begini kisahnya:

Laki-laki kaya itu sangat mencintai Lara. Bahkan, ketika Lara ketahuan hamil tiga bulan, laki-laki kaya itu bermaksud menikahi Lara. Tapi, orangtua laki-laki kaya tak mau merestui pernikahan itu seandainya laki-laki kaya itu tetap nekat menikah dengan Lara. Orangtua laki-laki kaya juga tak mau menganggapnya sebagai anak. Laki-laki kaya sedih dan marah. Ia sangat mencintai Lara.

Lara lebih sedih lagi. Ia tak menduga jika hubungannya dengan laki-laki kaya itu akan mendapat tantangan sebesar itu. Dulu ia berpikir laki-laki kaya itu akan melakukan segala cara untuk bisa menikahinya. Ia berpikir, laki-laki kaya itu akan melakukan apa saja demi cintanya dan demi janin di perutnya. Tapi, laki-laki kaya itu tiba-tiba justru menghilang, tak pernah lagi kelihatan batang hidungnya.

Hingga suatu hari Lara memergoki laki-laki kaya itu tengah bermesraan dengan Sati. Lara marah. Murka. Tapi, laki-laki kaya itu tak terpancing kemarahan Lara.

"Lara, aku bisa apa? Kedua orangtuaku tak merestui hubungan kita."

"Setelah semua yang kamu lakukan padaku?"

"Kita melakukannya atas dasar cinta. Pernahkah aku memaksamu?"

"Kamu jahat! Kamu kejam!"

"Aku tidak kejam. Aku hanya harus memilih."

"Kenapa kamu tak memilih aku?!"

"Kedua orangtuaku tak merestui hubungan kita."

"Kamu pengecut! Kamu mengkhianati cintaku!"

Sejak itu Lara menangis di tengah lapangan. Lara menunggu laki-laki kaya itu lewat di jalan dekat lapangan. Lara dendam dengan laki-laki kaya itu. Ia ingin membunuh laki-laki kaya itu. Tapi, laki-laki kaya itu tak pernah lewat di jalan dekat lapangan. Laki-laki kaya itu memilih memutar mencari jalan lain meski jaraknya berlipat. Laki-laki kaya itu takut bertemu dengan Lara.

Tapi, ah, rupanya lagi-lagi ada cerita versi lain yang beredar dari mulut ke mulut. Entah, mulut siapa yang pertama kali meniupkannya. Begini kisahnya:

Begitu tahu Lara hamil, laki-laki kaya itu suka marah-marah. Memukul dan membentak. Suatu hari laki-laki kaya itu memaksa Lara menggugurkan kandungannya. Awalnya Lara menolak. Tapi laki-laki kaya itu kemudian mengancam akan memutuskan hubungan asmara seandainya Lara tetap tak mau menggugurkan kandungan. Akhirnya demi laki-laki kaya itu, demi cintanya yang tulus dan suci dan pada laki-laki kaya itu, Lara bersedia menggugurkan kandungannya.

Tapi, beberapa hari kemudian laki-laki kaya itu tiba-tiba lenyap seperti ditelan bumi. Lara kesal, marah, merasa dikhianati. Lara kehilangan bayinya dan juga laki-laki kaya itu. Padahal, ia telah melakukan segalanya demi cintanya pada laki-laki kaya itu. Lara tak tahu ke mana harus mencari laki-laki kaya itu.

Suatu hari Lara memergoki laki-laki kaya itu tengah asyik bermesraan dengan Sati. Lara marah besar, tapi ia tak bisa berkata-kata. Lidahnya terasa kelu, mulutnya susah dibuka. Lara hanya mematung seperti batu.

"Aku sudah tak mencintaimu lagi. Jangan ganggu aku!" kata laki-laki kaya itu wajahnya merah menahan amarah.

Sambil menangis terisak Lara pergi meninggalkan laki-laki kaya itu. Tapi ia tak pulang ke rumah. Ia pergi ke tengah lapangan melanjutkan tangisnya setiap malam. Ia berharap laki-laki kaya itu lewat di jalan dekat lapangan lalu merasa iba. Ia berharap laki-laki kaya itu mau mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia sangat mencintai laki-laki kaya itu. Cintanya tulus, putih dan suci. Tapi laki-laki kaya itu tak pernah lewat. Laki-laki kaya itu memilih jalan lain meski jaraknya berlipat.

Setiap malam Lara menangis di tengah lapangan. Suara tangisnya terdengar keras, melengking seperti leher angsa digorok. Seperti denyit roda kereta api saat berhenti mendadak. Pekak, ngilu, menyanyat, menggetarkan tubuh, membuat hatimu teriris-iris. Entah sudah berapa banyak air matanya yang tumpah. Tanah tempatnya berdiri sampai basah dan berlubang. Semakin lama lubang itu semakin besar seperti sumur. Lalu, bertambah lebih besar lagi serupa kolam. Bertambah besar lagi. Besar lagi. Hingga suatu kali tiba-tiba berubah menjadi telaga. Airnya jernih hingga ikan-ikan yang berenang di dalamnya bisa terlihat.
***

Kini, sudah hampir lima jam aku duduk di tepi telaga itu. Keindahan telaga selalu membuatku ingin datang dan datang lagi. Apalagi di usiaku yang sudah tua ini, kukira aku memang harus banyak melihat hal-hal indah yang ada di dunia ini. Uangku yang banyak tak akan habis hanya untuk pergi jalan-jalan, apalagi ke telaga yang tak terlalu jauh ini.

Menatap air telaga yang memantul jernih di bawah sana, aku jadi selalu ingat cerita orang-orang kampung tentang asal muasal telaga itu. Benarkah semua cerita-cerita itu? Sebagai orang yang sedikit-sedikit bisa mengarang, kadang aku heran dengan orang-orang kampung yang suka sembarangan mengarang cerita tanpa tahu peristiwa yang sebenarnya. Ah, orang-orang kampung, demi uang lima ribu atau sepuluh ribu, tega mengarang cerita yang kadang tak masuk akal dan hanya membual pada para pengunjung telaga.

Aku masih takjub menatap air telaga yang jernih ketika tiba-tiba kudengar suara perempuan yang sudah sangat kuhapal.

"Hai, kakek tua! Kucari kau ke mana-mana dan selalu kutemukan di sini! Apakah kau masih ingat perempuan itu?"

Itu adalah suara Sati, istriku.

Depok, 2005.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae