Teguh Winarsho AS
http://www.lampungpost.com/
SETIAP malam perempuan itu menangis di tengah lapangan. Ia menangis ketika orang-orang sudah lelap tidur. Ketika kampung telah menjadi begitu senyap seperti liang kubur. Suara tangis perempuan itu terdengar keras, melengking, seperti leher angsa digorok. Seperti denyit roda kereta api saat berhenti mendadak. Pekak, ngilu, menyayat, menggetarkan tubuh, membuat hatimu teriris-iris. Perempuan itu terus menangis hingga subuh datang bersama kabut. Bersama embun dan daun gugur. Lalu, sebelum matahari benar-benar rekah perempuan itu tiba-tiba lenyap.
Air mata yang tumpah dari mata perempuan itu membuat tanah tempatnya berdiri becek, basah. Seperti habis gerimis atau hujan. Bahkan, kadang tampak genangan air seperti kolam. Entah berapa banyak air mata yang tumpah setiap kali perempuan itu menangis. Lama-lama tanah tergerus kian dalam. Mungkin saat menangis perempuan itu terus menjejak-jejakkan kakinya membuat lubang. Meski panas terik, tapi tanah itu tetap basah. Sebab, malamnya perempuan itu kembali datang menangis. Membuat tanah itu semakin basah dan berlubang. Kian dalam.
Tak ada yang tahu di mana perempuan itu tinggal. Orang-orang kampung tak ada yang mengenalinya. Tak ada yang mengaku pernah menjadi teman, kerabat, tetangga atau saudara. Perempuan itu seperti siluman yang bisa muncul dari balik gelap. Dari balik rimbun pohon dan semak. Dari balik tembok atau kaca. Belum pernah ada orang yang bisa mengintai kedatangannya. Meski menunggu berjam-jam dan mata terus melotot, mereka selalu kecewa mendapati perempuan itu tiba-tiba telah berdiri di tengah lapangan dan mulai menangis. Menangis dengan suara keras, melengking, seperti leher angsa digorok.
Bukan sekali dua kali orang-orang kampung berusaha mengusir perempuan itu. Tapi, usaha yang mereka lakukan selalu gagal. Dari cara halus sampai kasar. Dari merayu memberi makan, pakaian, perhiasan imitasi hingga menggertak dan melotot. Perempuan itu tetap berdiri kokoh di tengah lapangan dan terus menangis. Ia, bahkan juga tak beranjak pergi selangkah pun ketika anak-anak muda mulai menakut-nakutinya dengan ular, tikus, dan anjing. Orang-orang kampung mulai kehabisan akal. Tapi, membiarkan perempuan itu terus menangis sama saja dengan menyiksa diri sendiri.
Lalu, kabar itu mulai berkembang dari mulut ke mulut. Entah mulut siapa yang pertama kali meniupkannya. Begini kisahnya:
Perempuan itu bernama Lara. Ia patah hati ditinggal pergi kekasihnya. Seorang laki-laki kaya yang hampir setiap malam menjemputnya mengajak jalan-jalan. Tentu, Lara telah memberikan segalanya pada laki-laki itu. Ia mencintai laki-laki itu melebihi apa pun di dunia ini. Cintanya tulus dan suci. Tapi, suatu hari diam-diam laki-laki itu juga mengajak jalan perempuan lain di malam-malam lain. Perempuan itu bernama Sati. Awalnya Lara tak tahu. Ia hanya merasa heran laki-laki itu mulai jarang datang ke rumah mengajak jalan-jalan.
Tapi, rasa heran itu hanya ia pendam sendiri. Ia tak mau menceritakan pada orangtuanya. Apalagi ia tahu sejak awal kedua orangtuanya tak setuju ia berpacaran dengan laki-laki kaya itu. Ia juga tak mau mengatakan pada laki-laki kaya itu takut menyakiti hatinya. Ia tak mau membuat laki-laki kaya itu marah sehingga justru pergi meninggalkan dirinya. Ia mencintai laki-laki kaya itu melebihi apa pun di dunia ini. Ia mau melakukan apa saja agar selalu bisa bersama dengan laki-laki kaya itu.
Tapi, laki-laki kaya itu semakin hari semakin intim dengan Sati. Mereka sering pergi jalan-jalan. Bahkan, kadang menginap di suatu tempat selama beberapa hari. Sati sangat mencintai laki-laki kaya itu. Di matanya laki-laki kaya itu sangat sempurna. Ia sering tersanjung saat laki-laki kaya itu datang membawa bunga ke rumahnya. Juga saat memberi kejutan-kejutan kecil, kado atau ciuman. Sati tak mau kehilangan laki-laki kaya itu.
Suatu hari Lara memergoki laki-laki kaya itu tengah bermesraan dengan Sati. Lara marah. Murka. Histeris. Tapi sedikit pun laki-laki kaya itu tak tersulut amarah Lara. Laki-laki itu tetap tenang.
"Kenapa kamu marah-marah? Apa maksudmu?" tanya laki-laki kaya itu datar.
"Kamu jahat! Kamu kejam!" ucap Lara jijik menuding-nuding wajah laki-laki kaya itu.
"Jahat? Aku tak memukulmu."
"Kamu mengkhianati cintaku!"
"Kita belum terikat pernikahan. Aku bebas menentukan pilihanku sendiri."
"Setelah semua yang kamu lakukan padaku?!"
"Apakah aku pernah memaksa kamu melakukan sesuatu?!"
"Tapi kamu mengkhianatiku. Aku benci kamu!" Berkata begitu Lara kemudian pergi.
Lara sangat mencintai laki-laki kaya itu. Cintanya tulus dan suci. Ia mau melakukan apa saja agar bisa selalu bersama laki-laki kaya itu. Setelah kejadian itu, Lara suka menangis di kamarnya. Tapi, karena takut ketahuan orangtuanya, Lara kemudian pergi mencari tempat yang aman untuk menangis. Dan, di tengah lapangan itulah Lara menangis setiap malam. Lara berharap jika laki-laki kaya itu melintas di jalan dekat lapangan, laki-laki kaya itu akan segera tahu bahwa dirinya menangis karena tak mau kehilangan dia. Tapi, laki-laki kaya itu tak pernah lewat di jalan dekat lapangan. Laki-laki kaya itu lebih suka mencari jalan lain meski harus memutar dan jaraknya semakin jauh.
Tapi, ah, ternyata ada versi cerita lain lagi yang juga beredar dari mulut ke mulut. Entah, mulut siapa yang pertama kali meniupkan. Begini kisahnya:
Laki-laki kaya itu sangat mencintai Lara. Bahkan, ketika Lara ketahuan hamil tiga bulan, laki-laki kaya itu bermaksud menikahi Lara. Tapi, orangtua laki-laki kaya tak mau merestui pernikahan itu seandainya laki-laki kaya itu tetap nekat menikah dengan Lara. Orangtua laki-laki kaya juga tak mau menganggapnya sebagai anak. Laki-laki kaya sedih dan marah. Ia sangat mencintai Lara.
Lara lebih sedih lagi. Ia tak menduga jika hubungannya dengan laki-laki kaya itu akan mendapat tantangan sebesar itu. Dulu ia berpikir laki-laki kaya itu akan melakukan segala cara untuk bisa menikahinya. Ia berpikir, laki-laki kaya itu akan melakukan apa saja demi cintanya dan demi janin di perutnya. Tapi, laki-laki kaya itu tiba-tiba justru menghilang, tak pernah lagi kelihatan batang hidungnya.
Hingga suatu hari Lara memergoki laki-laki kaya itu tengah bermesraan dengan Sati. Lara marah. Murka. Tapi, laki-laki kaya itu tak terpancing kemarahan Lara.
"Lara, aku bisa apa? Kedua orangtuaku tak merestui hubungan kita."
"Setelah semua yang kamu lakukan padaku?"
"Kita melakukannya atas dasar cinta. Pernahkah aku memaksamu?"
"Kamu jahat! Kamu kejam!"
"Aku tidak kejam. Aku hanya harus memilih."
"Kenapa kamu tak memilih aku?!"
"Kedua orangtuaku tak merestui hubungan kita."
"Kamu pengecut! Kamu mengkhianati cintaku!"
Sejak itu Lara menangis di tengah lapangan. Lara menunggu laki-laki kaya itu lewat di jalan dekat lapangan. Lara dendam dengan laki-laki kaya itu. Ia ingin membunuh laki-laki kaya itu. Tapi, laki-laki kaya itu tak pernah lewat di jalan dekat lapangan. Laki-laki kaya itu memilih memutar mencari jalan lain meski jaraknya berlipat. Laki-laki kaya itu takut bertemu dengan Lara.
Tapi, ah, rupanya lagi-lagi ada cerita versi lain yang beredar dari mulut ke mulut. Entah, mulut siapa yang pertama kali meniupkannya. Begini kisahnya:
Begitu tahu Lara hamil, laki-laki kaya itu suka marah-marah. Memukul dan membentak. Suatu hari laki-laki kaya itu memaksa Lara menggugurkan kandungannya. Awalnya Lara menolak. Tapi laki-laki kaya itu kemudian mengancam akan memutuskan hubungan asmara seandainya Lara tetap tak mau menggugurkan kandungan. Akhirnya demi laki-laki kaya itu, demi cintanya yang tulus dan suci dan pada laki-laki kaya itu, Lara bersedia menggugurkan kandungannya.
Tapi, beberapa hari kemudian laki-laki kaya itu tiba-tiba lenyap seperti ditelan bumi. Lara kesal, marah, merasa dikhianati. Lara kehilangan bayinya dan juga laki-laki kaya itu. Padahal, ia telah melakukan segalanya demi cintanya pada laki-laki kaya itu. Lara tak tahu ke mana harus mencari laki-laki kaya itu.
Suatu hari Lara memergoki laki-laki kaya itu tengah asyik bermesraan dengan Sati. Lara marah besar, tapi ia tak bisa berkata-kata. Lidahnya terasa kelu, mulutnya susah dibuka. Lara hanya mematung seperti batu.
"Aku sudah tak mencintaimu lagi. Jangan ganggu aku!" kata laki-laki kaya itu wajahnya merah menahan amarah.
Sambil menangis terisak Lara pergi meninggalkan laki-laki kaya itu. Tapi ia tak pulang ke rumah. Ia pergi ke tengah lapangan melanjutkan tangisnya setiap malam. Ia berharap laki-laki kaya itu lewat di jalan dekat lapangan lalu merasa iba. Ia berharap laki-laki kaya itu mau mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia sangat mencintai laki-laki kaya itu. Cintanya tulus, putih dan suci. Tapi laki-laki kaya itu tak pernah lewat. Laki-laki kaya itu memilih jalan lain meski jaraknya berlipat.
Setiap malam Lara menangis di tengah lapangan. Suara tangisnya terdengar keras, melengking seperti leher angsa digorok. Seperti denyit roda kereta api saat berhenti mendadak. Pekak, ngilu, menyanyat, menggetarkan tubuh, membuat hatimu teriris-iris. Entah sudah berapa banyak air matanya yang tumpah. Tanah tempatnya berdiri sampai basah dan berlubang. Semakin lama lubang itu semakin besar seperti sumur. Lalu, bertambah lebih besar lagi serupa kolam. Bertambah besar lagi. Besar lagi. Hingga suatu kali tiba-tiba berubah menjadi telaga. Airnya jernih hingga ikan-ikan yang berenang di dalamnya bisa terlihat.
***
Kini, sudah hampir lima jam aku duduk di tepi telaga itu. Keindahan telaga selalu membuatku ingin datang dan datang lagi. Apalagi di usiaku yang sudah tua ini, kukira aku memang harus banyak melihat hal-hal indah yang ada di dunia ini. Uangku yang banyak tak akan habis hanya untuk pergi jalan-jalan, apalagi ke telaga yang tak terlalu jauh ini.
Menatap air telaga yang memantul jernih di bawah sana, aku jadi selalu ingat cerita orang-orang kampung tentang asal muasal telaga itu. Benarkah semua cerita-cerita itu? Sebagai orang yang sedikit-sedikit bisa mengarang, kadang aku heran dengan orang-orang kampung yang suka sembarangan mengarang cerita tanpa tahu peristiwa yang sebenarnya. Ah, orang-orang kampung, demi uang lima ribu atau sepuluh ribu, tega mengarang cerita yang kadang tak masuk akal dan hanya membual pada para pengunjung telaga.
Aku masih takjub menatap air telaga yang jernih ketika tiba-tiba kudengar suara perempuan yang sudah sangat kuhapal.
"Hai, kakek tua! Kucari kau ke mana-mana dan selalu kutemukan di sini! Apakah kau masih ingat perempuan itu?"
Itu adalah suara Sati, istriku.
Depok, 2005.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar