Senin, 03 Januari 2011

Gelora Islam Sang Sastrawan Besar Madura, R. Musaid Werdisastro – Penulis Babad Sumenep

Badrut Tamam Gaffas
http://dunia.pelajar-islam.or.id/

R. Musaid Seorang Pejuang Budaya

Diantara rekaman sejarah tentang Pulau Madura ternyata Babad Sumenep menjadi dokumen penting yang bisa dijadikan literatur awal untuk mempelajari madura khususnya sumenep secara lebih mendalam.

Raden Musaid adalah Sastrawan Legendaris yang berjasa menulis Babad Sumenep. Awalnya penulisan tersebut dimaksudkan sebagai upaya pelurusan sejarah terutama sejarah islam di sumenep dalam bingkai dinamika hubungan antar etnik yang berlangsung damai. Dalam Babad itu digambarkan pula tumbuh kembang sebuah komunitas masyarakat berperadaban dan berperilaku elok yang disebut Bangselok.

Sebagai Budayawan dan Pejuang secara cerdik Raden Musaid berupaya mengobarkan semangat perjuangan anti penjajahan kolonial belanda melalui simbol dan kiasan yang banyak terdapat dalam Babad yang dikarangnya, buku tersebut memang ditulis menggunakan Bahasa Madura dengan Aksara Jawa sehingga praktis pihak belanda menjadi gagap dalam menangkap maksud rahasia sang penulis, sebaliknya pemerintah hindia belanda memberikan apresiasi yang tinggi dan penghargaan kepada Raden Musaid berupa sejumlah Gulden dan sebuah Gelar “WERDISASTRO” .

Sejak itulah Raden Musaid dikenal sebagai R. Musaid Werdisastro, ketika tarikh masehi menginjak 15 Pebruari 1914 Naskah Babad Sumenep tersebut naik cetak dan diterbitkan oleh Balai Pustaka sehingga anggapan Raden Musaid sebagai sastrawan lokal menjadi terbantahkan, Babad Sumenep menjadi sebuah naskah budaya yang memperkaya khazanah budaya dan sejarah bangsa.

Semangat Beragama yang menjadi Pelita

Raden Musaid yang budayawan dan cendikiawan memiliki kedekatan dengan Kyai Haji Mas Mansur yang berdarah Sumenep, dalam berbagai biografi disebutkan bahwa KH Mas Achmad Marzuki (ayahanda Mas Mansur) terhitung masih keturunan dari bangsawan Sumenep. Sebagai ulama muda yang kharismatik Kyai Haji Mas Mansur berhasil membawakan kehalusan dakwah yang menyentuh sehingga memberi pengaruh yang luarbiasa kepada pribadi Raden Musaid, beliau memilih jalan yang tidak biasa ditempuh oleh kebanyakan budayawan dan kaum adat yang mengambil jarak atas gerakan dakwah, semangatnya justru meluap – luap untuk mengikuti cara beragama yang diajarkan oleh mas mansur yang berusaha menempatkan agama dan budaya secara proporsional tanpa mengesampingkan adat / budaya yang bersendi syara’ dan berpilar kitabullah.

Raden Musaid menjadi penggerak pengembangan Muhammadiyah di Sumenep, beliau secara tegas menolak dikotomi NU-Muhammadiyah, menurutnya NU-Muhammadiyah atau Ormas keagamaan lainnya sama – sama bisa menjadi jembatan pergerakan berbasis keagamaan yang bisa mengantarkan ummat menggapai pencerahan spiritual. Dukungan untuk mengembangkan Muhammadiyah di Ujung timur Pulau Madura itu datang dari keluarga besarnya juga dari Kyai Haji Mas Mansur yang menjadi konsul Muhammadiyah Jawa Timur di Surabaya dan kemudian terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah (1937 – 1943).

R. Muhammad Saleh Werdisastro, Berkarya Hingga Tutup Usia

Semangat untuk mengikuti jejak perjuangan dan pergerakan sang ayah menitis dalam jiwa Muhammad Saleh Werdisastro, salah seorang putera Raden Musaid yang pada akhirnya terkenal sebagai salah satu putera Sumenep yang mendapatkan pengakuan dari Pemerintah sebagai Pahlawan Nasional.

Muhammad Saleh Werdisastro memulai karir sebagai pendidik dan aktivis Muhammadiyah selanjutnya beliau mulai menapaki berbagai karir dengan cemerlang tanpa meninggalkan panggilan jiwanya sebagai pendidik dan aktivis pergerakan. Bakat dan jiwa perjuangannya terasah sejak memimpin kepanduan Hizbul Wathon di Madura, Karirnya sebagai prajurit bermula dengan bergabung dalam laskar hizbullah kemudian bergabung sebagai milisi PETA dan terpilih sebagai Dai Dancho (Komandan Batalyon) Dai Yang II Yogyakarta pada tahun 1943 bersama dengan beberapa tokoh lainnya seperti Soedirman (Kemudian menjadi Panglima Besar TNI), Kyai Muhammad Idris, Kyai Doeryatman, Soetaklaksana, Kasman Singodimejo, Moelyadi Djojomartono, dan lain-lain. Setelah PETA dibubarkan maka mulailah Karirnya sebagai politisi dengan menjabat sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Yogyakarta (1945) dan dikukuhkan sebagai anggota KNIP (1946).

Karirnya sebagai pamong bersinar ketika menjabat Walikota Yogyakarta (1950), di Yogyakarta itulah beliau dipercaya sebagai anggota Tanwir Muhammadiyah Pusat dan turut pula menjadi penggagas berdirinya Universitas Gajah Mada (UGM), selanjutnya beliau menjabat Walikota Surakarta selama dua periode (1951 – 1958) dan kemudian menjabat Residen Kedu yang berkedudukan di Magelang (1959 – 1964) hingga pensiun dengan pangkat Gubernur dan Wafat di Yogyakarta pada tahun 1966.

Pihak militer meminta jenazah Muhammad Saleh Werdisastro dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta karena almarhum adalah seorang pejuang yang memiliki Bintang Gerilya sementara pihak Muhammadiyah menolak karena Muhammad Saleh Werdisastro begitu besar jasanya kepada Muhammadiyah sehingga untuk menghormatinya, jenazah beliau dimakamkan berdampingan dengan pendiri Muhammadiyah lainnya, Kyai Haji Achmad Dahlan di pemakaman Karangkajen Yogyakarta.

Sebagaimana ayahnya yang dekat dengan Kyai Haji Mas Mansur maka R. Muhammad Saleh Werdisastro juga merasakan tempaan dari seorang Mas Mansur yang demikian berbekas sehingga nama sang guru pergerakan itupun diabadikan sebagai nama putera pertamanya Ir. R. Muhammad Mansur Werdisastro. Dalam beberapa tajuk biografi Muhammad Saleh Werdisastro tertulis “Residen Kebanggaan Muhammadyah”, penggambaran tersebut seolah – olah hanya membatasi beliau sebagai tokoh muhammadiyah padahal perjuangannya tidak pernah secara khusus didedikasikan bagi Muhammadiyah melainkan demi meraih kemaslahatan yang bersifat universal untuk ummat, bangsa dan negara.

Ustadz Hakam, Pijar dakwah yang berpendar

Karena minimnya tenaga dakwah di Sumenep pada sekitar tahun tiga puluhan maka Raden Musaid meminta bantuan kepada Kyai Haji Mas Mansur yang segera dijawab dengan dikirimkannya beberapa tenaga dakwah yang salah satunya adalah Abdul Kadir Muhammad (AKM), salah seorang murid sekaligus keponakan KH Mas Mansur.

Abdul Kadir dibesarkan dalam lingkungan agamis yang pluralis, sang ayah KH Mas Muhammad menitipkannya untuk dididik oleh adiknya yaitu Kyai Haji Mas Mansur sementara saudara Abdul Kadir yang lain ada yang mendapatkan didikan langsung dari Hasan Gipo, Ketua Tanfidziah NU pertama.

Keluarga Besar Sagipodin (Bani Gipo) memang memiliki akar yang kuat di kalangan Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama, Kedua Cucu Sagipodin yakni KH Mas Mansur dan KH. Hasan Basri (Hasan Gipo) merupakan dua tokoh penting dalam pertumbuhan Muhammadiyah dan NU.

Di Pulau Madura, Abdul Kadir memulai berdakwah dari lingkungan keluarga besar Raden Musaid, keberadaannya cepat bisa diterima dan akrab disapa dengan sebutan “Ustadz”, beliau juga berdakwah di lingkungan Masjid Jamik Sumenep. Demikianlah Ustadz Abdul Kadir Muhammad yang ber-etnis Jawa ternyata sangat memahami karakteristik orang madura dan terbukti fasih dalam berbahasa madura sehingga tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi dalam komunitas yang berbahasa dan berbudaya madura.

Untuk meneguhkan perjalanan dakwahnya di Sumenep maka Ustadz Hakam kemudian menikahi R. Fatimatuz Zahro yang tak lain adalah cucu R. Musaid dari Puteranya R. Tajibuddin Werdisastro yang dikenal sebagai pamong terpandang di Sumenep yang berperan dalam menggubah Babad Sumenep menjadi ber-aksara latin.

Dalam menyikapi perbedaan corak keberagamaan Ustadz Hakam selalu menekankan pentingnya mencari persamaan serta memperkuat ukhuwah wathoniah diantara ummah. Seperti halnya R. Muhammad Saleh Werdisastro yang peduli terhadap pendidikan kaum pribumi maka beliau juga merancang Home Schooling serta membuat sebuah perpustakaan dengan koleksi buku – buku pribadinya yang terbilang sangat banyak untuk ukuran perpustakaan pribadi, selain aktif berdakwah ustadz hakam juga meniti karir dari bawah di lingkungan Departemen Agama, pada pertengahan tahun lima puluhan ditugaskan sebagai kepala Kantor Urusan Agama Maluku Tenggara, sekembalinya dari tanah Maluku cita –citanya makin menguat untuk mengembangkan pendidikan yang berbasis agama, pada periode tahun enam puluhan beliau dipercaya untuk mengembangkan Pondok Pesantren Modern Panarukan dan mulai merintis pengembangan dakwah di pulau – pulau kecil di sekitar Madura, terakhir KH Abdul Kadir Muhammad menjadi Pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Modern Islam (YPPMI) Pulau Kangean dan terus berdakwah hingga akhir hayatnya.

Penulis perlu menggaris bawahi peran Raden Musaid yang sangat besar dalam membuka jalan bagi pengembangan dakwah Islam di Tanah Madura, selebihnya tulisan ini bersifat rintisan sehingga penulis menyadari banyaknya kekurangan atas rekaman – rekaman peristiwa dalam paparan diatas sehingga diharapkan bantuan dari berbagai pihak untuk dapat melengkapinya.

Akhirnya semoga kita bisa belajar dari catatan perjalanan hidup Raden Musaid yang Budayawan, Muhammad Saleh Werdisastro yang Birokrat dan Ustadz Hakam yang Ulama yang masing – masing sangatlah profesional di bidangnya. Kemudian yang terlintas adalah tanda tanya, bisakah kita turut mengambil bagian dalam meneruskan perjuangan dan pergerakan yang takkan bisa terpadamkan ??? Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae