Indrian Koto
oleh Koto Saja pada 31 Januari 2011 jam 1:40
http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150089188639318
Saya melampirkan dua tulisan dengan tidak menyertakan komentar2 di bawahnya tentang kasus cerpen Dadang Ari Murtopo yang dumuat di Kompas minggu 30 Januari 2011 dan sebelumnya di muat di Lampung Post 5 Desember 2010. Sebelumnya Bamby Cahyadi menulis di status FB-nya ketika pertama kali cerpen itu dimuat di lampung post tentang beberapa cuplikan bagian yang dianggap plagiasi tersebut (http://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=173967789294627&id=1093612902). Hal itu sempat pula membuat Dadang Ari Murtono membuat semacam tanggapan atas ramainya tuduhan atas cerpennya yang diplagiasi tersebut.
Hari ini cerpen tersebut kembai menjadi perbincangan. www.indonesiabuku yang pertama kali saya baca memuat lampiran surat terbuka Bamby Cahyadi kepada Redaktur Kompas dan tanggapan Dadang ketika cerpen tersebut belum dimuat di kompas. di FB Dadang sendiri juga ada beberapa komentar yang menyayangkan kejadian tersebut. Dalam surat terbuka Bamby juga ramai(http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150134531719359&comments) serta status ‘rutin’ Bamby setiap minggu juga terjadi beberapa perbincangans eru seputar itu (http://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=195850313759636&id=1093612902).
Sebelumnya di catatan M Anshor Sja’roni juga( http://www.facebook.com/note.php?note_id=478580568475) yang mengambil dari Catatan Dadang Ari Murtopo Sendiri (http://www.facebook.com/note.php?note_id=476252430274).
Saya tidak siapa lagi yang pernah membicarakan hal ini di FB dan jejaring lainnya. Sungging Raga juga memberikan beberapa catatan tentang bagian-bagian yang dicuplik oleh DAM.
Dibawah ini saya lampiran hak jawab Dadang tersebut dengan memberikan beerapa penekanan (sekaligus menjadi fokus kebingungan saya atas peristiwa semacam ini) yang saya ambil dalam catatan di FB-nya.
Perempuan Tua Membaca Rashomon
Sungguh, saya tak ingin membuat tulisan ini sebenarnya meski saya tahu kalau polemik berkaitan dengan hal ini, berkaitan dengan cerpen saya Perempuan Tua dalam Rashomon yang terbit pertama kali di harian Lampung Post hari minggu tanggal 5 Desember 2010 kemarin terus berkembang lewat situs jejaring sosil facebook (dan barangkali juga melalui beberapa media massa cetak). Saya ingin membiarkannya saja sebenarnya. Selain karena saya jarang menggunakan situs jejaring sosial itu, alasan lain yang lebih penting adalah karena saya sesungguhnya telah pula menjelaskan permasalahan ini dalam cerpen itu sendiri dan dalam catatan kecil yang menyertainya. Namun desakan beberapa kawan yang mengikuti polemik ini dari mulai mencuat hingga hari ketika tulisan ini saya buat, membuat saya tak kuasa terus mengelak.
Saya tidak hendak menjawab dan menjelaskan satu per satu tuduhan plagiatisme yang dialamatkan beberapa kawan atas cerpen saya itu. Sebab sesungguhnya saya telah menjawabnya. Dalam catatan kecil yang menyertai cerpen itu, telah saya jelaskan bahwa cerpen Perempuan Tua dalam Rashomon bersumber dari cerpen Akutagawa Ryunosuke yang berjudul Rashomon. Penjelasan tentang istilah Rashomon itu sendiri pun telah saya terangkan yang merujuk persis pada terjemahan kumpulan cerpen Akutagawa Ryunosuke berjudul Rashomon hasil kerja Bambang Wibawarta yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia, cetakan pertama tahun 2008. Jadi, tanpa ada satu pun yang mengata-kaitkan cerpen saya itu dengan cerpen Rashomon Akutagawa pembaca sudah akan mengetahuinya melalui keterangan yang saya cantumkan.
Inti dari cerpen saya sendiri adalah upaya mengalihkan – bila istilah perlawanan terlalu berlebihan – cerpen Akutagawa ke konteks pemaknaan dunia sekarang ini yang saya yakini kebenarannya. Seperti inilah idenya: merubah sudut pandang yang dipakai Akutagawa tentang kehidupan itu sendiri, tanpa merubah dunia yang telah dibangunnya.
Mari kita pelajari cerpen Akutagawa itu.
Akutagawa menghadirkan tokoh utama yang sakit, tokoh yang kecewa dengan kondisi sosial yang berubah teramat cepat di sekitarnya. Kondisi yang membuatnya menjadi gelandangan, lontanglantung, terdampar di Rashomon, gerbang dengan menara yang menjadi tempat pembuangan mayat. Akutagawa menyelesaikan perkara-perkara itu dengan tindakan merenggut pakaian perempuan tua yang membuat cemara dari rambut mayat-mayat yang berserakan di sana. Tindakan itu diakhiri dengan perginya Genin itu, pergi dengan membawa pakaian yang ia renggut.
Apa yang bisa kita ambil dari akhir cerita seperti itu? Adalah sebuah harapan, adalah sebuah kemenangan. Genin itu pergi dengan membawa harapan bahwa ia akan dapat bertahan hidup – entah berapa lama – dengan kondisi sosial yang demikian kacau. Genin itu pergi dengan membawa kemenangan atas perempuan tua yang bahkan kondisi fisiknya digambarkan demikian jelek itu.
Dalam kondisi mutakhir seperti sekarang ini, hal itu seakan menemukan pembenarannya. Dalam kondisi yang susah dan semrawut seperti sekarang ini, Genin itu adalah perwujudan mereka yang berkuasa – dilambangkan dengan samurai yang ia bawa – berkuasa dan menindas – paling tidak berkuasa atas perempuan tua itu yang saya tafsirkan berada dalam dasar rantai kekuasaan, dasar rantai makanan kekuasaan – orang-orang yang dikuasainya. Namun Akutagawa juga memberi harapan perempuan tua itu dengan menuliskan, “tubuh telanjang nenek tuan yang roboh seperti orang mati itu baru bisa bangkit dari onggokan mayat-mayat beberapa saat kemudian. Sambil menggerutu dasn mengerang ia merangkak mencapai mulut tangga dibantu cahaya obor yang masih menyala. Dari tempat itu ia melongok ke bawah gerbang dengan ubannya yang pendek menjuntai”.
Mari kita perhatikan kata-kata “bangkit” dan “cahaya obor”. Tidakkah itu simbol harapan bagi perempuan tua yang dikalahkan itu? Dan pada titik inilah saya bersebarangan dengan Akutagawa. Titik inilah yang terus mendesak saya untuk menulis Perempuan Tua dalam Rashomon. Bagi saya (sekali lagi bagi saya) tidak ada lagi harapan bagi perempuan tua itu. Jika ia terus dipaksa berharap, maka ia akan terus menerus merasa sakit. Dan ini pulalah yang terjadi pada kebanyakan orang dewasa ini. Kebanyakan orang yang tak henti-henti dikalahkan pengambil kebijakan, dikalahkan penguasa namun terus dipaksa berharap. Maka yang terjadi adalah lamunan-lamunan kosong tentang mesiah, tentang satria piningit. Ya… inilah intinya.
Pada titik ini pula saya menyelamatkan perempuan tua itu. Memberinya hak bicara. Karena itu saya menulis, “beberapa saat kemudian, tubuh perempuan tua yang telanjang itu menggeliat di antara tumpukan mayat-mayat. Ia pandang berlama-lama tumpukan tubuh tak bernyawa itu seperti tak pernah memandang sebelumnya. Tiba-tiba ia menggumam, ‘alangkah damai mayat-mayat itu, alangkah tenang mereka yang tak lagi berurusan dengan perkara lapar.’ Pada waktu itu ia ingin menjadi mayat, terlentang di tempat itu, tak lagi berpikir apa-apa, tak lagi merasa sedih sewaktu ada seseorang yang datang mencabut rambut atau mengiris sekerat dagingnya.”
Yang bisa kita baca dari Rashomon dan Perempuan Tua dalam Rashomon adalah bila Rashomon lebih memberi suara pada Genin, lebih berpihak pada mereka yang menang dan berkuasa, maka Perempuan Tua dalam Rashomon lebih membunyikan mereka yang kalah, lebih berpihak pada mereka yang dikalahkan.
Dan kenapa ada beberapa kalimat yang sama persis dalam Perempuan Tua dalam Rashomon dengan kalimat-kalimat dalam Rashomon adalah karena saya ingin menjaga ingatan pembaca kepada Rashomon, agar dunia yang dibangun dalam Perempuan Tua dalam Rashomon tidak merusak apa-apa yang telah terbangun dalam Rashomon. Sebab ini perkara tafsir dan sudut pandang melihat sesuatu. Sebab ini perkara perlawanan dan keberpihakan.
Seperti itulah saya menulis Perempuan Tua dalam Rashomon. Seperti itulah hal-hal yang saya yakini kebenarannya dan saya berpihaki. Dan bila di kemudian hari adas yang menganggap cerpen itu gagal, mengecewakan, sekadar menyalin atau apa pun, akan saya terima dengan legawa seperti juga akan saya sambut dengan senang hati bila ada yang dapat menyelam ke kedalaman ceritanya itu, menangkap apa-apa yang saya tebar di sana.
Terimakasih.
Dadang Ari Murtono, penulis cerpen Perempuan Tua dalam Rashomon. Lahir dan tinggal di Mojokerto. Saat ini bekerja penuh waktu sebagai penulis dan terlibat dalam kelompok suka jalan.
Demikian DAM menberikan penjelesan. Huruf tebal dan miring dari saya. Setidaknya ada dua hal besar yang menjadi perhatians aya di sini: Pertama mengenai catatan kecil yang menyertai cerpen itu. Saya tidak tahu apakah di Lampung Post catatan yang dimaksud itu ada atau tidak, saya sudah mencari arsibnya, karena waktu saya agak terburu2 di warnet saya belum menemukan cerpen tersebut lai di Lampost (mungkin ada yang bisa membantu). Di Kompas hari ini, sepertinya tidak terdapat catatan yang dimaksud DAM.
Catatan yang bagaimanakah itu?
Jika memang DAM menulis semacam catatan atas cerpen tersebut dan kita tidak menemukannya di koran yang dimaksud, bagaimana kita melihat soal ini? kemanakah catatan itu hilang?
Lalu soal pemuatan ganda. Dalam beberapa kasus (dan mungkin nyaris keseluruhan kasus) pemuatan ganda disebabkan lamanya naskah tertahan di media tanpa ada kabar yang pasti. penulis dalam hal ini misalnya, seelah menunggu beberapa waktu tanpa kepastian tentu ingin mengirimkan karya tersebut ke media yang lain. Siapa pun bisa mengalami kasus semacam ini. Saya juga pernah. Mungkin tidak semua orang pula, karena bisa jadi seseorang mengirimkan karya hanya ke satu koran saja dan setelah itu membiarkannya. entah.
Seringkali dalam hal ini pengarang yang menerima beban pemuatan doble tersebut. Namun demikian, redaktur juga setiap hari disesaki sekian puluh, mungkin ratusan, naskah cerpen sehingga sangat kesulitan untuk melakukan pengecekan sebelum pemuatan. Namun demikian apa koran dan redakturnya tidak pula bisa dipersalahkan dan ditanya? Saya tidak tahu jawabanya. Dan saya kira ini bisa menjadi diskusi yang bagus dan bisa memberikan gambaran setidaknya kepada kita yang memang tidak mengerti soal ini sama sekali.
Soal berikutnya adalah soal dalam istilah DAM adalah: upaya mengalihkan – bila istilah perlawanan. yakni dengan
merubah sudut pandang , tanpa merubah dunia yang telah dibangunnya. Bagi Dadang ini perkara tafsir dan sudut pandang melihat sesuatu.
Saya berharap akan ada pencerahan sebab saya tidak paha sama sekali bagaimana sebenarnya kerja mengalihkan, merubah sudut pandang dan tafsir. Apakah upaya menyelamatkan perempuan tua itu. Memberinya hak bicara. memang dibenarkan atau bagaimana? Jangan-jangan upaya penafsiran semacam ini dibenarkan, sebagai respon sebuah karya, di mana pengarang kedua hanya mengganti beberapa bagian detail atau inti cerita dan membelokkan sesuai keinginan. Namun jika upaya itu sesuatu yang salah bagaimana pula seharusnya pengarang yang ‘terpengaruh’ memberikan respon terhadap karya yang ‘mempengaruhi’nya?
sebagai gambaran ujung, saya mencoba mengira-ngira (sebab hanya DAM yang lebih tahu kronologinya) jangan2 DAM mengirimkan cerpen ini ke Kompas dulu sebelum ia mengirimkan ke Lampung Post. Sebab menurut saya hanya penulis nekat yang berani mengirimkan karyanya ke media Jakarta setelah pemuatannya di media luar Jakarta (yang kebetulan kedua2nya bisa diakses di internet). Karena bisa saja cerpen ini ‘nganggur’ lama di meja redaksi, sementara DAM sudah tak sabar menunggu. Salahkah penulis yang melakukan hal demikian?
Saya tidak berada dipihak yang mana karena ini benar2 berangkat dari kebingungan saya, sebab kasus semacam ini hanya satu dari beberapa kasus yang pastinya pernah dan akan terus terjadi. Beruntung sekali ada orang2 yang mau membicarakannya. Semoga saya dan (mungkin) banyak orang yang tidak paham akan tercerahkan.
ternyata rumit sekali ya. Setidaknya akan ada dua narasi ang berbeda atas peran Pengarang dan media (redaktur).
Terimakasih.
Tidak SukaSuka · Komentari · Bagikan
*
*
Anda, Dwi S. Wibowo, Yayan Triyansyah, Drew Aninditya, dan 12 orang lainnya menyukai ini.
*
o
Thendra Malako Sutan
Mengenai pemuatan ganda di beberapa media, itu tergantung mediannya. Aku pernah nulis satu esei, lalu dimuat di beberapa media cetak (koran) dan cyber. Yakni Minggu Pagi, Jurnal Bogor, Jambi Independent, langit-puisi.blogspot.com, sastra-in…donesia.blogspot.com mediasastra.com dan bebrp weblog personal. Untuk koran, aku bilang aja ama redakturnya, “bro men, esei aku itu dah pernah dimuat di koran lain tapi koran daerah, lho.” Ya si redaktur oke aja. Sedang yang cyber, ada yang bilang dan minta izin posting, dan yang weblog main posting aja, tapi mereka sih masih nyantumin nama aku gitu, hehe…
Cobak kalok setiap media yang memuat satu esei aku itu ngasih aku honor semua, lumayan jugak ya :) )
Oh iya, akhir tahun 2010 ini puisi Deddy Arsa yang pernah dimuat di Koran Tempo, buku kumpulan puisi TSI III, dimuat pulak di koran Jurnal Nasional. Begitupula puisi Saut Situmorang yang pernah dimuat di Jurnal Rumahlebah ruang puisi (edisi1) dimuat pulak di koran Jurnal Nasional. Kok bisa ya? Ya bisa aja lagee :) )Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 2:17 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Masalah plagiat, apakah DAM membaca istilah yang dipakai Harold Bloom kecemasan (atas) pengaruh” atau ” the anxienty of influnce”, yakni merupakan sebuah untuk teori yang diciptakannya yang merevisi secara radikal teori lama di atas yang menganggap pengaruh hanya sebagai sebuah “peminjaman” langsung, atau asimilasi, dari material dan unsur-unsur penting sastrawan sebelumnya. Tapi dalam hal ini Harold lebih banyak berbicara di ranah puisi, hehe…
Kemarin jam 2:25 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Koto Saja
sip mas men. Berarti dalam beberapa kasus plagiasi juga tidak masalah ya. Ih dimuat banyak dan dapat honor semua? traktir doong…
nah soal Harold Bloom bagaimana mislanya masmen? jadi tetap tidak diperkenankan mengutip dua pertiga atau lebi…h ya?Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 2:34 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Kadang, aku berpikir nakal, bagaimana kalok aku mengganti satu kalimat di awal atau di tengah atau di akhir pada sebuah cerpen, tapi yang lainnya aku biarkan tetap utuh. Dan satu kalimat itu–yang milik aku–bisa mengubah cerpen tersebut atau malah menghancurkannya. Misalnya itu cerpen Indrian Koto. Dan itu aku lakukan dengan sadar, dan menjadikannya sebagai cerpen karyaku, hehe…
Kemarin jam 2:37 · SukaTidak Suka
o
Koto Saja hehhe.. atau DAM sedang berusaha melakukan itu? memberikan hak bicara pada sang perempuan yang oleh Akutagawa tidak diberi ‘hak bicara’? hehehe….
Kemarin jam 2:39 · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan Tenang mas men Koto, nanti aku ubah satu kalimat dalam sebuah cerpen mas men Koto yang telah pernah dimuat di koran, lalu aku jadikan itu milikku dan kukirim ke media yang menyediakan honor. Nah, kalau dimuat, dari honor cerpenku itu, kita makan-makan di angkringan Iboekoe, hehe…
Kemarin jam 2:40 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Koto Saja hehehe.. boleh2 boleh, istilahnya muhidin dan ismanto ‘ngetes redaktur’ hehehe
Kemarin jam 2:44 · SukaTidak Suka
o
Khrisna Pabichara Telaah yang apik, Bang Koto. Saya juga menangkap keganjilan dari pembelaan diri Dadang–seperti yang diterakan pada catatannya di atas–karena sama sekali tidak menyentuh substansi dan esensi kecurigaan. Hanya sebentuk kilah, itu pun setelah didesak oleh teman-temannya. Sekali lagi, setelah didesak oleh teman-temannya. Dan itu bagi saya sudah selesai.
Kemarin jam 3:24 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan
Oh iya, masalah plagiasi, aku pernah ngalami lho (kayaknya aku ini dah pengalaman banget yak, wekekke, duhai daku ini, hehe), malah dua kali dan yang melakukannya cewek, dua lagi. Dan puisi itu dimuat di buku, satu buku kumpulan puisi Dian …Sastro for Presiden #1 dan satu lagi buku puisi “Dongeng-dongeng Masa Tua” Iyut Fitra. Yang bikin aku jengkel, dua orang cewek tersebut (kata orang sih cantik gitu, hehe) hanya mengubah beberapa kata dalam puisiku itu, tapi tidak mengubah puisi secara makna, pun alurnya (ceile sublim banget, cyin). Cobak kalau mereka bisa mengubah puisi aku itu jadi milik mereka, aku bakal TABIK pada mereka & muaahhhh…
Nah, gimana dengan DAM. Silahkan mas men Koto baca, apakah DAM sudah melakukan perubahan terhadap cerpen Rashomon karya Akutagawa Ryunosuke, sehingga cerpen Perempuan Tua dalam Rashomon bisa disebut sebagai karya DAM? (Tukul2, DAM jugak telah membaca cerpen Rashomon itu dalam bahasa aslinya, wah ini keren bange, cuy). Monggo mas men koto baca, penaknya sambil minum wedang ronde, terasa istimewa lho,hehe….Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 4:22 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan Oh iya lagi ding, begitulah komen saya atas catatan mas men Koto ini. Saya yang BIJAKSANA BIJAKSINI, mohon pamit, mau jalan2 dulu. Silahkan dilanjutken. Kalau ada salah & kurang, mohon maaf sebesar-besarnya. Terimakasih. Wabillahitaufik Walhidayah Wassalamu’alaikum Wr.Wb…
Kemarin jam 4:23 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bamby Cahyadi Terima kasih tambahan catatan bung koto ini. Semoga bermanfaat. Amin.
Kemarin jam 6:23 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Langgeng Prima Anggradinata DAM perlu belajar tentang pengaluran, hubungan kausalitas (tanggapan untuk cerpen DAM di Pikiran Rakyat 23 Januari 2011).
Kemarin jam 6:50 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Fahri Asiza Pembelaan DAM bikin aku ngakak, seperti sedang mencoba mengelabui anak kecil dengan permen. Dan apa pun itu, dia tetap sang plagiator…
Makasih tambahan infonya, Mas Koto
Kemarin jam 8:10 · SukaTidak Suka
o
Ganda Pekasih
DAM tahu itu dia memplagiat total, pengaruh lain yg ingin dia sampaikan mengada ada, naif. Lalu untuk apa pengarang mempertaruhkan jiwanya, mau di taruh kemana darah, keringat/susu dan air mata pengarang yg mencurahkan segenap pikiran,raga … bahkan harta untuk memperjuangkan kata dan keyakinannya jika hak pengarang atas karyanya bisa diveto pihak lain yg ingin meluruskan/menafsirkan ulang, dimana karya yg didapat penulis tidak mudah, dengan proses panjang dan benturan khidupan yg dilaluinya sehingga dia menghasilkan karya hebat, apalagi jika si Plagiat termasuk penulis junior pula.
Jika karya saya yg diplagiat DAM, saya tentu merasa dizalimi, sayangnya Akutagawa…Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 8:59 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Nurel Javissyarqi di jogja kurang lebih sepuluh tahun lalu ada plagiat, lantas orangnya kabur ke kota k, padahal dirinya sangat dielu-elukan menjadi gawang kepenyairan di masanya, ia sosok tekun dan pekerja keras, mungkin hanya satu yang diplagiat, namun karena kejatuhan tersebut, sulit sekali naik lagi, padahal karya-karya lainnya ampuh, –salam untuk kejujuran dalam berkarya!!!:)
Kemarin jam 9:08 · SukaTidak Suka · 2 orangMemuat…
o
Anita Lindawaty SSi MSi
makasih dah di tag, koto :-) . sah-sah saja jika mengutip sebagian atau nyaris keseluruhan karya orang lain, tp sepanjang yg saya tau, ada etika penulisan yg jelas utk itu, yaitu menyebutkan sumber aslinya & tidak mengakuinya sbg karya sendi…ri. kecuali menjelma menjadi bentuk tulisan yg lain, misalnya mengutip puiisi atau cerpen menjadikannya sebuah essai, ok no problem. tp ini menyalin cerpen menjadi cerpen lain, yg jelas serupa. istilah yg cocok untuk kasus ini yaaa plagiarisme!
kenapa DAM tidak membuat cerpen baru saja, dengan tokoh cerita baru & konsep yg berbeda dengan akutagawa. ini pun dia wajib menuliskan sebaris pengantar: cerpen ini diilhami oleh cerpen Roshomon karya Akutagawa Ryunosuke.
catatan kaki yg katanya hilang itu, sy melihatnya hanya sebagai alibi lemah yg tidak merubah opini sy ttg plagiarisme yg dilakukan DAM. MAAF!Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 9:09 · Tidak SukaSuka · 1 orangAnda menyukai ini.
o
Endah Sulwesi masih lanjut, ya?
Kemarin jam 9:32 · SukaTidak Suka
o
Anita Lindawaty SSi MSi iya nih jeng ES, pindah lapak tapi hihi… *numpang ngerumpi di sini yak koto ;) *
Kemarin jam 9:45 · SukaTidak Suka
o
Dwi S. Wibowo makin rame aja nih…, pokoknya dukung bang koto aja lah…
Kemarin jam 10:21 · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga
kalo pemuatan ganda tu mngkin bisa ditoleransi…tp yg parah ya plagiatnya, lbih parah lagi dia gak nyadar kalo dia itu plagiat… hebat kan? bikin cerpen cuma ambil karya orang, trus ganti sudut pandang tokoh, dg tetap “mempertahankan teks…” untuk “menjaga ingatan pembaca kepada Rashomon”… cara sprti itu sih 1 jam bisa dapet 3 cerpen. kalo itu dibolehkan, aku pengen juga bikin novel baru dari Beauty & Sadness-ya kawabata lewat tokoh Otoko, dg mmprtahankan 90% teks asli bikinan kawabatan, haha…
dan lagi, sukur2 kalo teks yg dipertahankan itu hasil trjemahan bebasnya dadang sendiri, lah ini ngambil dr terjemahan org yg sudah dibukukan pula. berarti usahanya dia sedikit banget kan…
ditambah sekali lagi, dia pun tidak konsisten dg “teks yg sama persis / dipertahankan” itu, karena trnyata dadang juga mengganti2 pula teks terjemahan itu, semacam “nenek” diganti “perempuan tua”, dsb…Lihat Selengkapnya
Kemarin jam 10:23 · Tidak SukaSuka · 3 orangMemuat…
o
Dwi S. Wibowo itulah parahnya ga, setidaknya DAM harus lebih bijak sejak awal dengan melampirkan penjelasannya. dan selain itu, redaktur juga harus lebih selelktif dalam memilih karya. jadi ya fokus utama tidak pada DAM semata, tapi redaktur juga cukup bermasalah dalam persoalan ini.
Kemarin jam 10:25 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Anita Lindawaty SSi MSi DWI, orang bijak taat pajak, orang bijak gak bakal melakukan PLAGIAT!
Kemarin jam 10:39 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Dwi S. Wibowo bener tuh… aduh, jadi inget bayar pajak bumi n bangunan…, mak minta duit…
Kemarin jam 10:40 · SukaTidak Suka
o
Munajat Sunyi disana donat disini donat, di tengah-tengahnya pasti bolong
cerpenisnya plagiat cerpennya duplikat, ternyata tukang bohong…
Kemarin jam 10:49 · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Dwi S. Wibowo wakaka…
Kemarin jam 10:49 · SukaTidak Suka
o
Adin Mbuh asik mas he2
23 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Syaifuddin Gani chairil anwar pernah dicap sebagai plagiat, tetapi karena karya2 lainnya begitu mencengangkan maka cap plagiat hilang dengan sendirinya. karya chairil yg lain menegaskan diri chairil yang sesungguhnya. untuk thendra, hati2 di jalan yah, nanti ditabrak becak. hehehe.
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Han Gagas SAYA DAH IKUT2 KEMARIN MAS, JUGA JAUH2 HARI SEBELUMNYA, SEKARANG DAH MALAS, MAU MIKIR YG LAIN MAS KOTO, MENDING MIKIRAN BETAPA BAGUSNYA PUISIMU KEMARIN DI KOMPAS, ITU MAH ASYIK, HAHAHAHA
22 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan DAM KEREN BISA NGERJAiN KOMPAS dan BIKIN FANS SASTRA KOMPAS NGAMUK, HAHAHA..SALUT BUAT KAU DADANG ARI MURTONO…
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Bode Riswandi saya ingin berkenalan dengan DAM
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Thendra Malako Sutan ?@kawan gani
aku baru pulang jalan2 nih, mau jalan2 lagi ntar sore, mau ikut ga? hehe…
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Adin Mbuh aku juga salut!
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Syaifuddin Gani mau dong. kita ke lorong “magrib” lagi yuk, dekat kamar KKN koto waktu itu. hehehehehe.
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Thendra Malako Sutan ?@Adin
kamu salutnya interteks atau plagiat, nih, hahaha…
@Gani
siapkan tolak angin ya. mana tau nanti kamu menggigil gara2 angin yang berhembus sepoi2 dari paha mulus cewek2 di sekitar jalan itu, haha
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Syaifuddin Gani hahahahaha. angin magrib yang membangkitkan gairah puisi….
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Adin Mbuh gimana kabar mas ghani dan mas thendraa?? hhihihi
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Muhidin M Dahlan KOK ORANG PADA RIBUTIN INI MANUSIA KECIL. PADAHAL DI ATAS SANA, DI DALAM ISTANA KEPRESIDENAN, PLAGIAT ITU KERJA TERHORMAT…………… MEMANG MUDAH NGEROYOK ORG KECIL….
21 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Dwi S. Wibowo ?:)
20 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Yadhi Rusmiadi Jashar Kejahatan Literasi. Honornya sebakul terasi.
13 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Koto Saja
wah-wah wa, terima kasih, terima kasih atas komentarnya yang luar biasa mas thendra, mas khrisna, mas bambi, langgeng, fahri, mas ganda, mas nurel, mbak anita, mbak endah, dwi, sungging raja, munajat sunyi, adin gani, bode, gus muh, mas yad…hi… komentar yang luar biasa dan masukan yang sngat bagus untuk saya.
kita berharap ada hikmah besra yang dapat diambil dari sini dan tidak pula menyurutkan langkah DAM untuk melahirkan karya2 besarnya nanti. komentar bung norel dan bung thendra tentang kasus plagiasi memang ngeri.
sebagai sesama pengarang tentu kita berharap juga DAM akan kembali berkarya dan kesempatan2nya atas media tidak hilang.
pertanyaan besar saya soal plagiasi dan upaya DAM dalam menafsir sudah mendapat jawaban. Mungki saja DAM berpikir upayanya itu sah-sah saja dan merupakan bagian dari kerja kreatif pengarang. dalam konteks ini sekali lagi soal sudut pandang.Lihat Selengkapnya
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Koto Saja
hal lain adalah dalam hal ini apakah ini akan menjadi tanggungjawab pengarang seorang? Apakah media yang bersangkutan dan redakturnya tidak pula bisa digugat? Karya pemuatan karya di media adalah kerja pengarang dan redaktur juga toh? Maksu…d saya jika pledoi DAM tentang tafsir dan semacam ‘pembelaan’ kepada salah satu tokoh sulit kita terima, bagaimana pula alasan redaktur yang cukup bingung menyeleksi naskah yang bertumpuk?
Nah kan, bingung lagi saya.
dan yang saya penasaran soal catatan kaki yang DAM maksud itu loo…
semoga DAM tetap bisa berkarya. Hal yang dialami DAM menurut saya bs teralami oleh siapa pun sehingga bisa menjadi pelajaran bersama, terutama bagi khatib yang menyampaikan. hahahaha…Lihat Selengkapnya
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Koto Saja Sukses untuk kita semua, sukses untuk DAM dan saya. haha
5 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga kayaknya kasus udh slsai nih, soalnya kompas udah menyatakan cerpen itu gak pernah dimuat. hehe.
3 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Koto Saja masa bung? kapan?? wah.. wah…
3 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga sudah tp lewat twiter
http://twitter.com/fajar_arcana?max_id=32240190743379969&page=2&twttr=true
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Koto Saja waduh kesian juga DAM.
eh katanya Bernas mau ke jogja. doi mau ada sambutan tuh. gimana penyambutannya?
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga ketika ditelp sama pak fajar pun, DAM bersikeras yg dilakukannya bukan plagiat hehe…
ayo sambut beni arnas, sabtu – minggu ya. bung Koto aja bikin acara kecil2an di blandongan aja hehe.
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Koto Saja RungRa: nah itu maksud saya kawan. misalnya, bahwa koran (dalam hal ini kompas) misalnya mencabut sebuah karya. konsekwensi seolah jadi tanggungjawab pengarang begitu saja.
Aku rada2 ngeri deh jadinya…
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Koto Saja
jangan2 DAM seperti konsep awalnya itu, semacam upaya dia untuk menafsirkan sebuah karya (memang terlalu banyak nyonteknya sih. hihihi) dan dia meyakini itu benar2 murni karya dia toh. itu upaya dia dan dengan memberikans emacam catatan dia… merasa bisa menjelaskan.
nah catatan dia itu aku gak baca je.
wah ndak bisa ada acara mendadak begitu. ngapain di blandongan. saya takut rame2. emang hari sabtu ya benny ke jogja. aku mau nyuri dia saja buat wawancara antologi cerpennya. hihihiLihat Selengkapnya
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga
enak bener konsep kayak gitu… catatan apa ya? di lampost kan catatannya cuma gini:
“Rashomon sering dikaitkan dengan Rajomon, pintu gerbang pada zaman Heian (794—1185), sekarang terletak di Perfektur (daerah setingkat provinsi) Nara. Mon b…erarti gerbang. Ketika itu, ibu kota Jepang terletak di Nara. Rashomon juga merupakan judul cerpen Akutagawa Ryunosuke yang menjadi sumber penulisan kisah di atas.”
benny tgl 4 – 6 di jogja,,, jumat – minggu… tp aku nanti mau wisata kereta ke jakarta smpe jumat, jdinya sabtu – minggu aja ya..
wawancaranya ajak yg lain juga dong biar bisa denger & curi ilmunya benny, hehehe. jdi wawancara live gitu.Lihat Selengkapnya
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Koto Saja
hehe.. aduh, aduh… kesian juga kalau begitu. Mungkin maunya DAM bereksplorasi mungkin…
wah aku mau nanya2 soal stasiun dari Bekasi menuju Karawang dong. aku mau belajar bikin cerpen soal kereta api juga nih. hehhe..
deg2an aku mau ketemu… pakbos benny arnas. takut sambutannya gak meriah diomelin saya. pengennya pinta tanda tangan juga, tapi blum punya bukunya. gimana ya?
bernas dalam rangka apa ya ke jogjanya?Lihat Selengkapnya
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga dia diundang jdi pembicara di acaranya FLP, maka itu, kita arus cari2 jdwal dia yg kosong, hehehe…
coba beni ngasi info dari bulan lalu, bisa disiapin acara bedah buku tuh.
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Koto Saja itu dia. aku juga mikirnya begitu. cuma FLP mungkin sudah mau bikin acara juga kali ya? Sibuk. Trus soal nama2 stasiun gimana nih? Nanti dilampirkan dicatatan kaki deh, kalau cerpennya jadi, biar gak plagiat. hehe
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga karawang bekasi aku gak hapal nih, googling dulu…tp di puisi kompas kemarin, di atasnya bung koto ada tuh yg bikin puisi jdulnya “Prupuk – Linggapura”, tu jalur paling indah di purwokerto… tp puisinya gak bagus, hehe.
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Budhi Setyawan
dari niatan awal waktu menulis, sebenarnya sudah ada ‘perang batin’. nah memang perlu kepekaan yang lebih dalam untuk mengambil keputusan. secara influence, tentu banyak sekali karya seni indoenesia yg terpengaruh dari karya2 di luar. terma…suk di musik juga sgt banyak. kl di musik memang lmuyn jelas, kalau ada kesamaan irama minimal 8 bar, itu adalah jiplakan/plagiat. nah di sastra mgkn blum ada aturan yg rigid & konkret.
salam kejujuran.Lihat Selengkapnya
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Koto Saja
mungkin dari sini kita bisa sama2 belajar. wah, dnegan begitu kita telah berhutang budi pada Dadang Ari Murtopo dong…
Tapi penjelasan dari ma sPutu Fajar Arcana yang saya sadur di punyanya mas Dedy Tri Riyadihttp://www.facebook.com/notes/d…edy-tri-riyadi/klarifikasi-kontroversi-pemuatan-cerpen-perempuan-tua-dalam-rashomon-karya-dadan/10150091857106683#!/notes/koto-saja/tentang-cerpen-perempuan-tua-dalam-rashomon-dadang-ari-murtono/10150089188639318?notif_t=note_comment
Kabarnya ini diambil dari twitter. Tapi menurut saya kompas juga harus minta maaf. karena tanpa pemuatan di korannya kasusnya tidak akan sejauh ini. Jangan cuma pengarang sajaLihat Selengkapnya
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Koto Saja sungging raga: kalau jadi ke jakarta inget2in ya nama stasiunnya. soalnya penting banget. mau curhat perjalanan nih. jakarta-jogja naik kereta ekonomi. hehhe….
nanti diberi catatan kaki, beneran… hahhaaha
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga nihdaftar stasiun dari bekasi ke karawang:
http://id.wikipedia.org/wiki/Jalur_KA_Jatinegara-Cikampek
hehe.
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Koto Saja trims bung. bagaimana catatan kakinya? hehehe.. biar enggak plagiat nih
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga hhahaha, ya gak usah catatan kaki, stasiun kan milik umum :D & ternyata, setiap stasiun menawarkan budaya setempat yg berbeda. kalo dikaji lebih dalam kayaknya menarik. apalagi stasiun2 daerah bandung sip bwt cucimata ehehe…
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka · 1 orangMemuat…
o
Koto Saja wah ke bandung aku blum pernah bung. aduh, bandung ceweknya kan emnag.. gimana gituuu….. ishhh.. pengen deh.. pengeeeennnn….
2 jam yang lalu · SukaTidak Suka
o
Han Gagas ?2 orang ini penggemar sesuatu yg mulus dan bulat2 penuh….
20 menit yang lalu · SukaTidak Suka
o
Han Gagas KALAU DICABUT DAN DINYATAKAN TIDAK DIMUAT HARUSNYA TERTULIS DI KORANNYA DOOOONGGG, BUKAN HANYA DI TWITTER
19 menit yang lalu · SukaTidak Suka
o
Sungging Raga logikanya, bakal ditulis di kompas hari minggu depan… tp g tau juga.
16 menit yang lalu · SukaTidak Suka
o
Nurel Javissyarqi ser men:)
2 menit yang lalu · Suka
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar