Selasa, 12 April 2011

Susuk Kekebalan

Han Gagas
Republika, 28 Maret 2010

Hatiku gamang saat kaki menjejak pematang dan menyusuri setapak. Gelap turun sempurna memerangkap semua rumah dan pepohonan. Bulan, walau separo, cahayanya berhasil membuat bayang-bayang pohon memanjang dan membesar, dan angin menjadikannya bergoyang-goyang. Di depan, nampak sebuah rumah limasan kabur disinari lampu senthir, membiaskan sinar suram. Lengang.

Karso menggamit pundakku saat tiba di pelataran. Lalu kami menaiki undhak-undhakan. Berhenti sejenak, mengatur napas. Ia mengetuk pintu pelan-pelan. Suaranya menghunus sunyi malam.

Sepi. Tak ada jawaban.

Siang tadi, Karso mengajakku membeli kembang tujuh rupa di Pasar Legi dan jarum emas di Toko Koh Yan, sebagai piranti kekebalan.

“Kau tahu sendiri, kawan-kawan terjagal ajal. Tak ada jalan lain, kita harus pasang susuk pada Eyang Warok !”

Kata-kata Karso memupuk kecemasanku. Memencarkan cairan takut ke penjuru pikiranku.

Pintu masih terjalin rapat. Karso mengetuknya lagi. Lebih keras.

Sekarang keadaan memang berubah drastis. Semua orang sangat berhati-hati bahkan terhadap kerabat dan tetangga sendiri. Kabar terbunuhnya para jenderal di Jakarta itu menyulut bara api hingga di pelosok desa ini. Menghancurkan perasaan damai, menukarnya dengan pembunuhan keji anggota BRP . Aku yang hanya simpatisan dan senggakan kabarnya juga masuk daftar.

Suara tokek mengagetkan lamunanku. Pintu masih membatu. Karso mengetuknya lagi, lebih keras, lebih kerap. Suaranya tersela langkah kaki pelan mendekat. Karso menghentikan ketukannya.

“Siapa?” Terdengar suara perempuan.

“Saya, Eyang Putri. Karso dari Tambakbayan.”

“O, Karso, dengan siapa?”

“Hargo, Eyang Putri. Murid Kyai Basir,” tambah Karso.

Aku tak tahu kenapa guru ngajiku itu harus disebut, mungkin karena Kyai Basir adalah orang NU yang tersohor dan bisa diterima semua kalangan.

Selot pintu ditarik, daunnya membuka separo, menampakkan seraut rupa perempuan tua terkurung ruangan gelap, tanpa cahaya.

“Masuk!”

“Terima kasih, Eyang Putri.”

Kami melangkah masuk. Selot didorong, pintu menutup kembali. Mataku terpicing karena gelap. Hanya menangkap sosok Eyang Putri bergerak ke ruang belakang. Hatiku lebih tenang karena sudah berada di dalam.

Namun gelap memercikkan lagi api kecemasanku. Syukurlah, tak lama, sepotong cahaya memberkas di gedheg dan senthong . Diikuti langkah kaki mendekat, membuat berkas itu makin benderang.

Sosok laki-laki kurus, muncul dari pintu sambil membawa lampu ting bersuluh kecil. Berjalan kukuh, makin lama nampak wajah perseginya yang brewok. Ia, Eyang Warok Wulunggeni.

Hatiku langsung bergetar! Bagaimana tidak, berita kesaktiannya begitu menancap di benakku. Kabarnya, pada jaman perang, berkat Aji Pulosani dan Jimat Wesi Kuning, semua senapan Belanda tak mampu menembus tubuhnya dan hanya membuat tulangnya benjol-benjol karena pelor yang terpental. Dulu sewaktu aku kecil, pernah melihat aksinya mbarong di atap rumah, memanjat pohon kelapa dan turun meluncur dengan kepala menghadap bawah. Aksi yang tak masuk akal.

“Duduk, Nak!”

“Nuwun, Eyang.”

Kami duduk di kursi kayu, menghadap meja panjang. Eyang Warok menaikkan lampu dan mencantolkannya pada sebuah pengait di tiang rumah. Sinar temaram menyapu seluruh ruangan, menyinari barong macan di atas almari tua dan seperangkat perlengkapan reog yang tertata di sudut ruangan. Sepasang kepala rusa diawetkan tergantung pada gebyok ukiran jati. Bayangan tanduknya memanjang berkejaran, menimpa jaring laba-laba yang terkoyak.

Eyang Warok berjalan mendekat lalu duduk di depan kami. Memandangku dan Karso bergantian. Hatiku berdesir!

Karso segera mengulurkan bawaan dan tangan Eyang Warok menerimanya dengan lekas. Di usianya yang berkisar delapan puluh tahun nampak kulit tangannya masih liat. Bungkusan daun pisang itu dibuka. Tangannya memilah-milah, lalu ditutupnya dengan menusukkan batang lidi. Ganti bungkus kertas yang dibuka, menghitung jumlah jarum emas, lalu ditutup.

“Tunggu sebentar…” ucap Eyang Warok sambil berdiri.

Ia berjalan ke belakang. Lampu ting bersinar lembut menyentuh punggungnya. Bayangan tubuh kurusnya memanjang hingga mengenai gedheg rumah. Lalu bayangan itu menghilang ke dalam senthong.

Karso diam. Matanya mengatup. Senyap kembali memerangkap. Gendang telingaku memeka. Udara terasa beku. Hening.

Ruang belakang terdengar menderakkan suara. Eyang Putri keluar membawa nampan berisi sepasang cangkir. Aroma kopi panas dan kental melayang, menari hingga rongga hidung, membangkitkan seleraku. Bau kopi khas hasil tumbukan sendiri.

“Silakan diminum…”

“Terima kasih, Eyang Putri.”

Eyang Putri kembali ke belakang. Langkahnya pelan, ujung jarik yang dikenakannya menyentuh lantai tanah. Menggesek seperti ular.

Karso menyeruput kopinya. Aku mengikuti. Benar-benar racikan yang pas. Mantap. Aku jadi ingat, Eyang Putri semasa gadisnya pernah membuka warung kopi. Kabarnya, ia juga seorang warok, walau perempuan. Ketika berjualan wedang kopi hingga larut malam, ia pernah digoda seorang lelaki nakal. Saat si lelaki minta api untuk rokoknya, ia mengambil begitu saja bara panas dengan tangannya lalu disorongkan pada lelaki itu. Sontak merah padam muka lelaki iseng itu, dan tanpa permisi ia langsung lari terbirit-birit.

Pintu senthong berderit menyentak pikiranku. Eyang Warok membawa nampan berisi sepasang gelas dan lepek. Kembang tujuh rupa yang kami bawa tadi, sekarang telah bercampur dalam air di gelas. Di lepek, dua irisan uwi bersisihan, konon semua susuk bersemayam padanya. Ia kembali duduk. Wajahnya nampak merapuh. Kerut-merut muka perseginya lebih kentara karena tersepuh keringat tipis. Konon kabarnya, berhubungan dengan ilmu gaib menyita banyak energi.

“Silakan dihabiskan!”

Eyang Warok menyorongkan lepek dan gelas ke depan kami. Tiba-tiba benakku disergap wejangan agar berhati-hati pada hal-hal sirik. Jauhi ilmu santet, Jaran Goyang, dan kebal. Aku gamang, namun ingatan tentang kematian Kang Pur, Parikesit, Sasmita, dan Tejo lebih kuat menancap dan menggulung wejangan itu.

Karso mengambil uwi dengan jepitan jempol dan jari telunjuknya. Kepalanya mendongak dan layaknya minum pil ia dorong uwi itu ke tenggorokannya. Lalu meraih gelas, dan menenggaknya hingga habis. Karso menepuk pahaku, menebalkan nyaliku. Kegamanganku menyurut. Aku tak mau mati ketika anak-anakku masih kecil. Aku meraih uwi dan segera menelannya, lalu meminum habis air kembang. Tandas sudah. Hanya menyisakan ampas yang tersangkut di rongga mulut dan bonggol kembang di dasar gelas.

Konon uwi dan air kembang itu untuk melancarkan susuk ke posisi masing-masing. Kata Karso, sepasang susuk akan menetap di kedua alis mata agar kewibawaan merasuk dan kepala tahan pukul, dua pergelangan tangan agar kekuatan memukul berlipat, dada agar kebal senjata, pinggang agar tulang punggung membaja, dan dengkul supaya kuat menendang.

Tiba-tiba muncul sepasang kelelawar terbang mengitari limasan lalu hinggap di atas barong macan. “Hati-hati!” suara berat Eyang Warok mengagetkanku. Ia langsung berdiri dan bergegas ke pintu. Udara terasa panas.

Aku mendengar derap langkah mendekat. Eyang Putri tiba-tiba sudah ada di depanku, ia segera mematikan suluh lampu, gelap kembali menyergap. Suara kelelawar berdericit ke seantero ruangan. Perasaan aneh dan ngeri menyelimutiku.

“Kalian larilah lewat pintu belakang lalu susuri setapak di dalam hutan! Kalian pasti selamat,” suara Eyang Putri berirama cepat.

“Tidak, Eyang Putri. Kami di sini saja,” kata Karso.

Aku diam, lebih karena dikuasai keterkejutan. Kaki-kaki menderap makin keras, dan terdengar gemuruh di pelataran.

“Wulunggeni! Keluar kau!!” Teriak seseorang dari luar, meledakkan kecemasanku. Jantungku berdetak kencang. Tiba-tiba rasa takut merajam.

Selot pintu ditarik, kulihat segerombol orang di pelataran mengacungkan montik (golok). Jantungku serasa copot, terlihat paling depan Warok Wirodigdo dan seorang yang bersenapan.

Eyang Warok berjalan keluar dijajari Eyang Putri. Mereka langsung berhadapan dengan Warok Wirodigdo dan seorang bersenapan itu.

“Ada apa Wiro?” tanya Eyang Warok.

“Aku tak mau basa-basi! Kau selama ini yang menyokong BRP. Aku mengantarkan Bapak ini untuk menangkapmu!” jawab Warok Wirodigdo.

“Tapi apa salahku, Wiro?! Bukankah aku hanya berkesenian saja? Tak lebih!” Sikap Eyang Warok menegas.

“Aku tak peduli! Kata Bapak ini, kau harus dilenyapkan!”

Warok Wirodigdo langsung menyerang. Semua orang menyingkir. Mereka tahu, senapan dan senjata tajam tak berguna dalam pertarungan itu. Ilmu kanuraganlah yang utama.

Eyang Warok melompat ke pelataran diikuti Warok Wirodigdo. Mereka membuat arena pertarungan yang luas. Orang-orang mengerubung Eyang Putri, mengeroyok perempuan tua itu. Karso segera membantunya.

Dadaku berdegup keras. Cemas merayapi sekujur tubuhku. Suara debum memekakkan telinga. Juga pelor yang ditembakkan. Letupan montik berbenturan berpijar di mana-mana. Kulihat sepasang kelelawar bersimbah darah, berkelojotan di tanah. Kematian merajam benakku kuat-kuat. Wajah anak-anakku membayang jelas.

Paku-paku menancapi pikiranku: antara lari melewati pintu belakang atau memilih pertarungan.

Dan… tubuhku bergetar! Serasa menebal pelan-pelan, membesar. Ototku mengencang, tulangku mengeras-berderakan. Aku merasa ilmu kebal merasuki tubuhku hingga sumsum tulang. Jantungku terpacu, nyaliku membaja! Aku mengamuk seperti banteng terluka.

Ponorogo&Solo, Jan 2010

————————-
Han Gagas (Rudy Hantoro), lahir 21 Oktober di Ponorogo. Alumni Geodesi UGM Jogja. Bosan menulis artikel ganti cerita. Artikel2nya dimuat koran dan dalam buku McDonaldisasi Pendidikan Tinggi (Kanisius; 2002).
Cerpennya dimuat pelbagai media massa nasional dan daerah seperti Kompas, Republika, Seputar Indonesia, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Lampung Post, Global, Solopos, JogloSemar, Merapi, Gong, Littera, dll. Bukunya: Jejak Sunyi (Mediatama, 2008), Sang Penjelajah Dunia (Republika, 2010), Tembang Tolak Bala (LKiS, 2011).
Mengelola Bengkel Sastra Cawe2 (Graha Aksara) & redaksi Pawon. Sesekali mengisi workshop penulisan kreatif yang diselenggarakan lembaga, komunitas, dan sekolah. Selain menulis, mantan aktivis HMI MPO dan Sekjen KM UGM ini bekerja paruh waktu sebagai surveyor. Berkeluarga dengan Siti Muslifah -dosen UNS Solo- dan dikaruniai dua anak: Galuh Rana & Revo Samudra Aksara. Face book: Han Gagas.

Sumber: http://han-gagas.blogspot.com/2010/09/susuk-kekebalan.html

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae