Ignas Kleden
http://majalah.tempointeraktif.com/
ADA dua hal yang hingga saat ini masih mempersatukan Indonesia sebagai bangsa dan negara. Yang satu adalah Pancasila sebagai dasar filsafat negara RI dan yang kedua bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Kita tahu, Pancasila beberapa kali menghadapi cobaan, baik melalui jalan legal dalam perdebatan di Konstituante maupun melalui jalan ilegal dalam pemberontakan-pemberontakan daerah. Dalam Konstituante, muncul keinginan untuk memberi dasar negara yang lain berupa Islam dan sosial-ekonomi sebagai alternatif terhadap Pancasila. Dalam pemberontakan daerah, kekuatan Pancasila yang mempersatukan terancam oleh gerakan bersenjata yang bersifat separatis.
Pemikiran tentang kebudayaan yang sesuai dengan Indonesia yang merdeka telah menimbulkan polemik yang keras antara Sutan Takdir Alisjahbana dan lawan-lawannya, berupa rangkaian perdebatan yang kemudian dihimpun oleh Achdiat Karta Mihardja dalam buku Polemik Kebudayaan. Sebaliknya, tidak ada polemik yang berlarut-larut tentang bahasa apa gerangan yang akan dipakai sebagai bahasa nasional. Semenjak para pemuda mengikrarkan sumpah mereka pada 28 Oktober 1928, masalah bahasa nasional dan bahasa persatuan dianggap selesai. Tidak terlihat usaha memaksakan bahasa-bahasa besar, seperti bahasa Jawa atau bahasa Sunda, untuk dipergunakan di seluruh negeri, meskipun, menurut sastrawan dan peneliti sastra Ajip Rosidi, bahasa Melayu yang kemudian dijadikan bahasa Indonesia ”bukanlah bahasa yang paling banyak pemakainya (kalah paling tidak oleh bahasa Jawa dan Sunda) dan bukan pula paling kaya kesusastraannya”.
Sebelum diangkat menjadi bahasa persatuan, bahasa Melayu telah dipakai selama berabad-abad sebagai sarana komunikasi di antara penduduk kepulauan di Nusantara. Karena itulah, pada 1933 Sutan Takdir Alisjahbana menulis dalam Poedjangga Baroe bahwa bahasa Melayu bukan semata-mata kepunyaan orang Melayu. Dalam kenyataannya ”penduduk sekalian kepulauan ini menjalankan pengaruhnya masing-masing atasnya, membentuk dan memakainya menurut keperluan dan pekerti masing-masing”.
Melalui proses itu, bahasa Melayu Riau kemudian berkembang menjadi sebuah lingua franca. Kita tahu kekhasan lingua franca ialah bahwa ia hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi tapi tidak berperan lagi sebagai representasi identitas. Orang-orang yang sekarang fasih berbahasa Inggris tidak harus datang dari London atau Bristol, San Francisco, atau Philadelphia. Bahasa Inggris di dunia sekarang, bahasa Latin di zaman dulu, bahasa Spanyol di Amerika Selatan, dan bahasa Melayu di Nusantara memungkinkan komunikasi di antara berbagai kelompok budaya, tapi tidak lagi menjadi penunjuk atau ”tanda” bagi kelompok budaya yang memakainya.
Rupa-rupanya inilah latar belakang penting mengapa tanpa banyak kesulitan, bahasa Melayu diterima menjadi bahasa persatuan Indonesia, karena tidak ada klaim identitas dalam pemakaian bahasa itu, dan karena itu tidak ada juga konflik antaridentitas. Halnya mungkin akan sangat berlainan kalau bahasa Jawa, Sunda, atau Bugis diterima sebagai bahasa persatuan. Dapat diperkirakan, akan muncul keberatan atau bahkan penolakan dari kelompok etnis lainnya, karena dianggap penerimaan salah satu bahasa besar tersebut ditumpangi oleh kepentingan politik identitas yang dapat merugikan atau mengancam identitas lainnya.
Mungkin tidak banyak contoh dalam sejarah dunia bahwa persoalan bahasa nasional yang biasanya pelik dan sensitif diselesaikan hanya oleh satu ikrar para pemuda. Sumpah Pemuda yang dikenang dengan penuh hormat pada hari-hari ini telah berperan sebagai remote preparation untuk Proklamasi 17 tahun kemudian. Sebab, sebelum diumumkannya Proklamasi sebagai deklarasi kemerdekaan, telah lahir Sumpah Pemuda sebagai deklarasi persatuan seluruh bangsa. Kemampuan-mempersatukan dari bahasa Melayu dimungkinkan karena berbagai kelompok budaya di seluruh kepulauan Nusantara relatif mengenal bahasa ini dan tidak perlu mempelajarinya sebagai bahasa yang sama sekali baru. Tiap kelompok budaya bahkan turut menciptakan bahasa ini sesuai dengan keperluan dan watak mereka. Kata ”pergi” dalam bahasa Melayu mendapat variasi dalam dialek masing-masing daerah menjadi ”pigi” atau ”pi”. Demikian pun kata ”kita” kemudian berubah dalam dialek-dialek daerah menjadi ”kite”, ”kitaorang”, ”ketorang”, ”ketong”, atau ”torang”. Meskipun demikian, orang dapat dengan cepat memahami berbagai bentuk variasi itu dibandingkan dengan mempelajari suatu bahasa yang sama sekali baru, seperti bahasa Jawa, Sunda, atau Bugis.
Mengherankan bahwa tokoh seperti Sutan Takdir Alisjahbana, yang dikenal sebagai penganjur kebudayaan Barat, tidak mengusulkan bahasa Belanda atau bahasa Inggris sebagai bahasa persatuan Indonesia, tapi menjadi pendukung fanatik bahasa Indonesia dan mengabdikan tahun-tahun terbaik dalam hidupnya untuk membina dan mengembangkan bahasa ini. Dialah penentang tangguh strategi Dr G.J. Nieuwenhuis, yang sejak pertengahan 1920-an merencanakan perluasan penggunaan bahasa Belanda oleh sebanyak mungkin penduduk pribumi agar suatu saat bahasa itu menjadi cukup kuat untuk menjadi bahasa persatuan di Hindia Belanda. Bagaimana niat baik Politik Etis masih ditunggangi oleh akal-akalan kolonial dapat disimak dari kesimpulan pemikiran Nieuwenhuis. Katanya: ”Pekerjaan bahasa Belanda di Hindia ialah menolong membangun masa depan bagi bangsa Hindia dan menolong mempertahankan masa lampau bagi bangsa Belanda”. Impian itu hilang bagaikan diterbangkan angin setelah diumumkannya Sumpah Pemuda yang menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia.
Menjadikan bahasa Indonesia bahasa persatuan tentulah membawa akibat-akibat dan meminta persyaratan tersendiri, apalagi setelah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 26 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa persatuan, ia perlu mempunyai norma-norma yang dapat jadi pegangan setiap pengguna bahasa agar memenuhi persyaratan comprehensibility, yaitu dipahaminya bahasa tersebut karena digunakan menurut aturan-aturan kebahasaan yang dianut bersama. Sebagai bahasa negara, dibutuhkan adanya unsur keresmian dalam bahasa itu, yang membuatnya pantas diucapkan atau didengar dalam upacara atau pertemuan-pertemuan kenegaraan yang resmi. Maka pembakuan bahasa harus dilakukan untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut.
Dalam perkembangan kemudian terlihat bahwa bahasa persatuan menghendaki syarat-syarat yang mempersamakan kedudukan semua pemakai bahasa ini karena tidak membeda-bedakan mereka berdasarkan kelas sosial, keturunan, umur atau status, dan jabatan. Sifatnya sebagai bahasa persatuan mengharuskannya menjadi egalitarian, sebagaimana yang digunakan dalam masa revolusi kemerdekaan atau pada tahun-tahun pertama setelah Indonesia merdeka. Sebaliknya, sebagai bahasa negara, khususnya selama Orde Baru, bahasa Indonesia mengalami proses feodalisasi dan birokratisasi yang amat kencang, yang menonjolkan perbedaan status penutur dan status lawan bicara. Ada ketegangan antara bahasa persatuan yang egalitarian dan bahasa negara yang cenderung feodal.
Mengelola ketegangan di antara dua kecenderungan ini seyogianya menjadi pekerjaan rumah untuk Pusat Bahasa sebagai lembaga yang, dengan biaya negara, menjalankan tugas membina dan mengembangkan bahasa Indonesia. Pada 1999 Ajip Rosidi pernah mengajukan kritik bahwa Pusat Bahasa tidak berbuat sesuatu pun selama masa Orde Baru untuk mengendalikan dan mengurangi tendensi feodalisasi bahasa Indonesia ini. Dengan lain perkataan, pemihakan kepada bahasa negara lebih kuat daripada pemihakan kepada bahasa persatuan.
Perbedaan lainnya ialah bahwa dalam bahasa persatuan orang lebih cenderung menyatakan pikiran dan perasaannya karena kebutuhan berkomunikasi. Sebaliknya, dalam bahasa negara ada kecenderungan untuk menyembunyikan pikiran dan perasaan karena takut kepada kekuasaan negara. Dalam buku Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, Sutan Takdir Alisjahbana mendefinisikan bahasa sebagai ”ucapan pikiran dan perasaan manusia dengan teratur dengan memakai alat suara”. Jelas bahwa definisi tersebut telah disusun dalam semangat bahasa persatuan dan bukan dalam formalisme bahasa negara.
Apakah pada saat ini Pusat Bahasa dan para ahli bahasa dapat melakukan pembakuan bahasa Indonesia dengan mengintegrasikan kembali semangat bahasa persatuan ke dalam pembakuan tersebut? Jawaban terhadap pertanyaan ini akan menentukan apakah kita masih ”menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” atau barangkali diam-diam telah melupakan sumpah yang bersejarah itu.
*) Sosiolog, Ketua Komunitas Indonesia untuk Demokrasi.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
1 komentar:
artikel menarik
pondasi kuat bangsa, bahasa dan pancasila
mantap...
www.abadiorkes.blogspot.com
Posting Komentar