N. Mursidi
http://www.sinarharapan.co.id/
Mataku tiba-tiba hilang tujuan. Kabut senja dalam perjalanan pulang ke kampung halamanku kali ini, entah kenapa, justru menyingkap langit tampak jadi kemerahan. Sementara, jalanan sungguh lengang seperti sebuah kehidupan di tengah malam saja. Padahal senja belum sirna. Bahkan saat bus resek yang membawaku pulang membelah petang itu melintasi sebuah hutan, pelangi masih kulihat menggoreskan lapisan warna-warni di lembaran langit, seolah menjelma jadi lampion cahaya di pucuk-pucuk dedaun.
Bus masih terus melaju dan menerobos lengang dalam keremangan senja. Tapi mataku masih hilang tujuan. Senja tak lagi berkabut ketika bus memasuki sebuah kota dan tak lama kemudian berhenti di sebuah terminal, dan aku harus turun untuk pindah bus lagi, untuk meneruskan ke kotaku dan juga ke kampung halamanku.
Aku turun. Kakiku terhuyung. Di kota itu, aku tak harus berlama-lama singgah. Aku harus mencari bus jurusan ke kotaku, sebelum menempuh lagi perjalanan ke kampung halamanku. Tapi, aku tak tahu harus ke mana lagi melangkahkan kaki di bawah cahaya senja di sebuah kota yang hanya kulintasi saat-saat harus pulang ke rumah. Aku benar-benar sudah linglung! Sebab, kota ini telah menjebakku dalam bilur ingatan pulangku. Tetapi, aku tahu dengan pasti jika kota ini bukan tujuanku untuk pulang di bulan Ramadhan akhir saat lebaran kali ini aku sudah bertekad untuk mudik.
Aku mengendap-endap di tengah terminal. Bau minyak, solar dan bensin menyeruak tak karuan. Bak seekor anjing kuduk yang mengikuti jejak penjahat, kupanggul tas ransel di punggung. Bajuku sudah amat lusuh. Belum lagi, aroma keringat dan sengak bau ketiakku. Tapi di tengah gundah gulana itu aku masih tahu ke mana aku harus pulang, setelah bertanya pada seseorang.
”Pak, di manakah pangkalan bus jurusan kota Ujung?”
”Di sebelah selatan sana!”
Aku menyusuri lorong terminal. Setelah melewati toko-toko berderet, akhirnya kutemukan bus yang sudah siap berangkat ke tujuan kotaku. Aku naik, lalu duduk di belakang sopir. Tak lama kemudian, bus yang sudah penuh sesak oleh penumpang itu melaju. Tetapi, betapa terkejutnya aku setelah kondektur mulai menarik karcis untuk ongkos perjalanan. Sebab, ketika kurogoh saku di celanaku, dompetku ternyata hilang! Aku merogoh saku yang lain, tak kutemukan. Juga, saat aku menggeledah isi tas. Tak ada dompetku di sana….
”Maaf, Pak, dompet saya hilang!”
”Kalau begitu, Anda harus turun di sini!”
Dengan kesal aku berdiri dari tempatku duduk. Juga ditikam rasa malu karena beribu mata penumpang tertuju ke arahku. Saat, bus berhenti di tengah kota itu, aku terpaksa turun. Mataku masih hilang tujuan. Aku tak tahu harus pergi ke mana setelah aku turun, karena aku sudah tak punya uang lagi. Tidak ada yang bisa membantu, membuatku untuk memutuskan berteduh di bawah pohon rindang di sebuah trotoar di sebelah bangunan tua.
Senja masih menggantung di langit, ramai kendaraan lalu-lalang masih belum bisa menyibak ingatanku. Apalagi keberadaan gedung, toko, mal, bahkan bangunan tua yang bertebaran seperti kuncup pada pucuk bunga di taman-taman firdaus, kian tak mampu membantu ingatanku untuk pulih. Karena kedua mataku telah dibuyarkan gendam, pikiranku dibuat linglung dan uangku hilang.
***
Seminggu sebelum Lebaran, aku menerima surat dari kampung. Surat itu ditulis oleh adikku yang masih duduk di kelas empat SD, yang memintaku untuk pulang karena emak sudah kangen setelah dua tahun aku tak pulang saat Lebaran. Selain itu, emak juga meminta alangkah baiknya jika emak dan adikku tidak usah dibelikan baju. Alasan emakku, karena masih punya beberapa helai pakaian yang masih bagus. Tapi emak memintaku untuk menyisihkan uang, karena emak benar-benar butuh uang daripada baju.
Setelah membaca surat itu, aku merasa beruntung. Karena saat itu aku belum membelikan mereka baju. Aku lalu menghitung jumlah uang yang kumiliki dan dengan ditambah THR yang akan kuterima saat Lebaran, pastilah emak akan bangga menerimanya. Kupikir, itu akan lebih baik karena sejak ayah meninggal setahun yang lalu emak dan adik-adikku menggantungkan hidup dari keringatku. Meski aku hanya seorang buruh pabrik yang tak bergaji besar, emak masih bisa hidup dan terlebih lagi dua adikku yang masih duduk di Sekolah Dasar, masih bisa melanjutkan sekolah.
Seminggu sebelum Lebaran itu pula, aku memesan tiket untuk pulang ke kampung dan rencana aku pulang sehari sebelum Lebaran dengan membawa jumlah uang lumayan yang akan kuberikan pada emak. Aku berharap emak bisa terbantu dengan uang itu, setidaknya untuk membayar utang.
***
AKU masih duduk tercenung di bawah pohon di sebelah gedung tua. Hari hampir gelap dan senja hampir berlalu meninggalkan jejak cahaya berkilau di penghujung bulan Ramadhan dan malam Lebaran hampir tiba. Tetapi, aku malah terdampar di sebuah kota sebelum sampai di kampungku. Aku membayangkan emak dan dua adikku menunggu dengan cemas karena sampai senja tiba, aku ternyata belum tampak di depan pintu.
Aku tahu kalau aku tak mungkin bisa pulang saat itu karena terdampar di kota senja. Tapi entah kenapa, aku justru merasakan di kota senja ini ada kedamaian yang terpancar dari langit saat mataku yang sudah hilang tujuan, tiba-tiba melihat seberkas cahaya jingga di cakrawala sana. Aku mulai bisa melihat keramaian kota.
Maghrib belum juga tiba, kala aku merasa tubuhku lemas dalam sebuah perjalanan yang tak kesampaian. Selimpangan orang berjalan seperti dikejar waktu. Seolah tak ingin ketinggalan dengan apa yang akan diraih. Mobil-mobil melintas di jalanan, dan lalu-lalang orang seperti sibuk dengan pikiran dan urusannya sendiri.
Kutatap matahari untuk terakhir kalinya, di bulan Ramadhan ini. Aku menatap dengan mata telanjang. Silau, karena sinar kemerahan menelusup dalam kelopak mataku, merengguk duka dari peta kesedihan keluargaku yang menunggu kepulanganku. Selintas anak kecil berlalu di hadapanku dan tak selang lama, seorang lagi mengikuti. Keduanya berkejaran dalam remang senja ketika sinar mentari yang hampir terbenam itu memandikan tubuh keduanya yang kumuh penuh debu.
Tetapi ketika kutatap mereka berdua itulah, kutemukan cahaya putih berkelebat dari mata kedua anak itu. Aku tak tahu, kenapa sinar dari kedua mata anak itu menyobek ingatanku. Kedua anak itu anak jalanan yang tak punya rumah dan aku tahu karena ia begitu kumuh dan hidup di jalanan. Untunglah, aku masih punya rumah untuk pulang, meskipun saat ini aku terdampar di kota senja sebab uangku hilang entah ke mana. Aku sudah tak bisa lagi mengingat, apakah uangku dicopet ataukah memang terjatuh di bus.
Dari jejak-jejak langkah kaki kedua anak itu, kuikuti edar pandangan mataku yang kemudian berhenti pada sekelompok orang yang tampak lusuh sedang duduk-duduk santai di depan gedung tua sebelah barat dari tempatku berteduh. Kutatap mereka dengan mata nanar. Hampir semua berpakaian lusuh karena baju yang mereka pakai hanya sekadar melekat di badan dan aroma tubuhnya mustahil tertimbun bau parfum yang harum, malah meruap bak bau comberan. Lusuh serta kotor.
Tapi, ketika tatapan mataku lekat menatap mereka, ada setitik cerah yang kutangkap dari seorang perempuan muda di antara mereka. Dia berpakaian sedikit bagus dan berbeda dengan yang lain. Aku tidak tahu, kenapa perempuan itu bergaul dengan mereka. Kulihat ia duduk dengan santai. Sesekali, kulihat tangannya sibuk mengurai rambut yang terurai sebahu. Karena ia memakai kaos singket, sekilas tampak panjang lengannya yang putih dan sedikit bulu tipis di ketiaknya bergoyang kala angin senja mempermainkan bulu tipis menebarkan bau parfum yang setidaknya meruap ke penciumanku.
Kutatap lagi perempuan itu dengan cengang mata yang nanar. Namun tak lama kemudian, ia berdiri. Lalu, berjalan menjemput dan menggendong seorang anak kecil. Ia menimangnya seperti seorang ibunya dan anak kecil itu seolah anaknya. Mataku hampir tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Aku tahu dan yakin, dia bukanlah ibu dari anak itu, sebab anak kecil itu begitu kotor dan ia tampak bersih. Ia berpakaian menawan dan seksi.
Perkiraanku, usianya dua puluh tahun. Apalagi, ia bercelana jins ketat dan memakai kaos warna jingga yang menambah jelita wajahnya jadi menyala, meskipun kala itu adzan magrib telah bertalu dan hari telah memasuki malam Lebaran.
Aku tak tahu, kenapa ia tak pulang mudik pada lebaran ini. Aku juga tak tahu, kenapa ia hidup di tengah gelandangan di depan sebuah bangunan tua yang tercatat dalam sejarah bangsa ini? Mungkin saja, sejuta pertanyaan yang bercokol di kepalaku tak akan bisa terjawab! Sebab, aku tak punya keberanian untuk mendekatinya dan bertanya.
Aku hanya bisa meraih sebotol minuman dari dalam tasku untuk buka puasa di kota senja ini, saat kudengar adzan maghrib mengumandang.
***
Tapi tak akan kupercaya kalau malam itu aku harus menginap di gedung tua itu dengan mereka. Karenanya, aku harus menyusuri jalanan mencari info untuk menemukan sebuah kantor polisi yang bisa memberiku ”surat keterangan” untuk sebuah perjalanan pulangku.
Anehnya, ketika aku berdiri itulah, perempuan itu juga melangkah ke jalanan. Aku memberanikan diri untuk bertanya pada perempuan itu, di manakah letak kantor polisi. Juga, aku menceritakan tentang perjalanan pulangku kali ini yang sial karena dompetku hilang.
Mendengar ceritaku, dia seperti tidak tega dan yang membuatku tak mengerti adalah saat ia memanggil nama seseorang dan tak lama kemudian seorang anak kecil kumuh berlari mendekati perempuan itu.
”Kau telah mencuri uang bapak ini. Ia lebih butuh dan karena itu kau harus mengembalikannya!”
Aku tak tahu bagaimana perempuan itu tahu kalau anak kecil itu telah mencuri dompetku. Aku hanya tahu, ketika anak kecil itu, mengeluarkan dompet yang tak lain adalah dompetku. Aku seketika tercekat. Apalagi saat perempuan itu merenggut dompet itu dari tangan anak kecil itu lalu menyerahkannya padaku.
”Maafkan anak kecil ini karena di jalanan mereka hidup dan kebiasaan mencuri sudah menjadikan pekerjaan mereka!”
Aku hanya mengangguk dan berterima kasih, karena dengan uang itu aku bisa melanjutkan perjalanan pulang, meski kutahu emak dan dua adikku tentunya cemas karena sampai subuh di hari Lebaran, aku belum sampai di rumah. Karena aku terdampar saat malam Lebaran di sebuah kota senja dan baru subuh merekah bisa pulang ke kampung halaman.
Di langit, subuh kulihat merekah dan alunan takbir menggema. Dalam hati, aku mengucapkan lafal takbir, tidak menampik kebesaran Tuhan di malam Lebaranku di kota senja.***
Jalan Malioboro, Yogyakarta
Akhir Ramadhan 1424-1425
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar