Rabu, 31 Agustus 2011

Paralogi: Satu Residu yang Tersisa

Edy A. Effendi
Kompas, 21 Maret 2010

Kenyataan sastra hari ini, mau tak mau, harus dilihat dan dipandang dalam prinsip-prinsip paralogi. Satu prinsip atau kaidah yang mendedahkan keberagaman realitas, unsur-unsur, dan ruang permainan dengan logikanya masing-masing, tanpa harus saling menindas atau mengerangkeng satu dengan yang lain.

Para cerdik pandai melihat realitas ini, ibarat permainan catur. Setiap bidak memiliki rule of game dan kehendak sendiri tanpa harus saling menindas bidak-bidak lain. Dalam paralogi, imajinasi merupakan kekuatan atau daya yang penting.

Paralogi tidak dibangun atas dasar kesepakatan melalui proses yang berkesinambungan dengan aturan main yang ada, melainkan melalui apa yang disebut Jean Francois Lyotard sebagai dissensus yang tidak selalu berkesinambungan. Paralogi juga tidak dibangun sepenuhnya atas penemuan-penemuan baru, melainkan berupa kemampuan menggunakan apa yang sudah ada, sudah tersedia dengan cara-cara baru.

Tentu saja, niatan melihat dan memandang sastra dalam bingkai kaidah paralogi ini berangkat dari lahirnya beragam produk sastra dewasa ini yang menyodorkan berbagai bentuk kreatif dengan cara tutur yang berbeda, dengan konvensi yang berbeda dan dengan gairah kreativitas yang menyebar ke segala arah.

Realitas kreatif

Pada tataran ini, Susan Sontag, kritikus seni, melihat lahirnya beragam realitas kreatif merupakan indikasi lahirnya sensibilitas baru: sebuah kesadaran akan kemajemukan, bermain dan menikmati realitas secara bersama-sama, tanpa harus membusungkan dada untuk selalu berada dalam garda depan atau menaklukkan realitas lain.

Pikiran Susan Sontag soal sensibilitas baru itu sejatinya sebagai cara merayakan dan merespons hadirnya kemajuan teknologi sekaligus meruntuhkan prinsip-prinsip kesatuan ontologis yang sudah tak relevan lagi dalam traktat konstelasi penciptaan dewasa ini. Sebuah cara yang memberi kabar bahwa kekuasaan telah terbagi-bagi dan tersebar ke berbagai arah, ke berbagai ruang dan membuka pintu demokratisasi teknologi.

Dalam lajur pikiran seperti ini, tentu saja didorong cara kerja Lyotard, bahwa dalam dunia yang sangat dipengaruhi kemajuan teknologi, prinsip kesatuan ontologis sudah tidak relevan lagi. Lebih jauh filsuf Perancis itu bergumam bahwa prinsip-prinsip yang menegakkan modernisme: rasio, ego, ide absolut, totalitas, teleologi, oposisi biner, subyek, kemajuan sejarah linear yang disebutnya narasi-narasi agung itu, telah kehilangan legitimasinya. Kisah-kisah agung modernisme itu hanyalah topeng yang bopeng, mistifikasi yang bersifat ideologis, eksploitatif, dominatif, dan hanya menghuni ruang-ruang semu.

Maka, tak perlu memaksakan kehendak agar karya-karya sastra Indonesia melirik atau menaruh subyek uang dalam ruang-ruang kreatif. Apalagi seorang Bandung Mawardi berkeluh kesah dalam Uang, Modernitas dan Tafsir Sastra, (Kompas, 7/3) bahwa ”kesanggupan untuk menggarap tema ini mungkin membuka wacana kompleks kesadaran atas fakta-fakta dalam garapan sastra. Uang tentu jadi perkara besar dalam biografi manusia-manusia Indonesia ketika dengan gairah atau gerah tumbuh dalam arus dan alur modernitas pada abad XX.”

Memang, jika kita mengikuti jejak pikiran yang ditebar Jean Baudrillard, kebudayaan dewasa ini adalah kebudayaan uang, excremental culture. Uang menempati peran penting dalam masyarakat postmodern. Berbeda dengan masa-masa sebelumnya, fungsi dan makna uang tak sekadar alat-tukar, lebih dari itu merupakan simbol, tanda, dan motif utama berlangsungnya kebudayaan. Kebudayaan masa kini adalah sebuah dunia simulasi, dunia yang terbangun dengan pengaturan tanda, citra, dan fakta melalui produksi maupun reproduksi secara tumpang tindih dan saling berkelindan.

Persoalan sastra hari ini bukan sekadar urusan tema, apalagi menganggap kesanggupan untuk menggarap tema uang mungkin membuka wacana kompleks kesadaran atas fakta-fakta dalam garapan sastra. Bukankah sebuah karya tidak saja didekati dari kerangka tema secara makro, tetapi seharusnya dikaji lebih subtil, detail, dan terstruktur ’darah daging’ karya itu sendiri? Tentu saja, tema seharusnya dibangun sebagai sarana untuk memproduksi makna-makna dan gagasan-gagasan dalam sebuah karya.

Salah baca

Kehendak Bandung soal tema uang ternyata disalahpahami Binhad Nurrohmat dalam Mata Sastra Tak Melirik Mata Uang? (Kompas, 14/3). Mawardi menginginkan tema uang menjadi isu sentral dalam sebuah penceritaan karya. Tema tak sekadar tempelan atau sampiran sebuah cerita. Tetapi, tema menjadi bagian integral dalam cerita itu sendiri. Tengoklah pikiran Mawardi yang mencoba menyisir soal perlunya tema dalam karya sastra. Ia melihat penggarapan sastra dengan tema uang tentu bisa jadi dokumen untuk membaca resepsi dan perilaku orang Indonesia terhadap uang sebagai pamrih untuk hidup atau menjadi modern.

Menjadi sebuah dokumen untuk membaca resepsi dan perilaku orang Indonesia, tentu tak sekadar mengusung tema uang menjadi subordinat dalam penggarapan sebuah kisah. Di sinilah letak kekeliruan Nurrohmat mengambil dua contoh kasus isu uang dari dua contoh yang ia pungut. Novel Telegram (1972) Putu Wijaya dan Pasar (1995) Kuntowijoyo yang dijadikan contoh kuasa uang Nurrohmat, bukan menjadikan tema uang sebagai pijakan dasar dalam cerita. Telegram, yang menjadi pemenang lomba menulis roman Panitia Tahun Buku Internasional 1972, dianggap novel yang berhasil meletakkan corak baru dalam wajah sastra Indonesia pada waktu itu.

Boen S Oemarjati membaca Telegram semacam collage beraneka ragam peristiwa sebagaimana termaktub dalam mata pikiran dan si penerima telegram. Atau A Teeuw mengungkap novel Telegram cukup berhasil membongkar berbagai pernik persoalan hidup manusia: paradoks manusia modern dalam keterasingan hidup.

Demikian juga dalam novel Pasar. Uang bukan menjadi tema sentral dalam pengisahan karena sejatinya dua tokoh utama, Pak Mantri Pasar dan Kasan Ngali, representasi nilai halus-kasar, pengejawantahan dari dua kultur manusia yang berbeda latar belakang. Pasar mengusung tema besar soal harmoni dan disharmoni dalam kehidupan publik.

Tindakan tafsir sastra, membutuhkan peranti konseptual yang lebih argumentatif, tak sekadar mencuplik petikan sebuah teks tanpa bergulat dengan teks itu sendiri. Hal ini disebabkan bahasa dalam sastra, mau tak mau, mengawinkan proyek imajinasi dengan realitas keseharian. Proyek perkawinan antara imajinasi dan realitas keseharian dalam kutub sastra inilah yang sering kali meramaikan pertikaian pemikiran sastra ke dalam ruang-ruang publik. Sastra dewasa ini sudah seharusnya dilihat dan dipandang dengan prinsip-prinsip paralogi. Catatan ini sekadar bahan tambahan bagi Mawardi dan pelajaran tambahan bagi mahasiswa baru: Binhad Nurrohmat.

Edy A Effendi, Penyair, Pendiri Kampoeng Seni UIN, Jakarta, dan Pengelola Lab Jurnalistik MAN Cipondoh, Tangerang

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae