Ahmad Zaini *
http://sastra-indonesia.com/
Kabut pagi belum mengering. Padahal sinar matahari sudah mulai menghangatkan tubuh. Tapi toh begitu, bening air telaga sudah mulai menguap tersengat oleh hangat sinarnya. Kumparan waktu menyeretku berkeliling di tepian telaga. Riak-riak kecil menggiring ikan-ikan berkecipak di permukaannya. Sebatang pohon mangga menyapaku saat aku duduk di bawahnya. Daun kuningnya membelai wajahku yang muram memikirkan lembaran hari yang tiada menentu.
Pikirku terkuras untuk mengukir hari-hariku agar menjadi sebuah barang berharga. Selama ini hari-hari kubiarkan berjalan seiring perputaran matahari. Sejak fajar menjelang pagi hingga fajar menjelang malam, waktu kubiarkan berlalu tak membekas sedikitpun pada diriku. Aku tahu bahwa waktu tak akan datang lagi setelah dia berlalu bersama angin. Ia tak akan kembali yang kedua kali. Akan tetapi, kenapa aku selalu terlena membiarkan waktu pergi begitu saja?
Keluh kesah sang istri karena desakan kebutuhan hidup setiap hari memenuhi ruang kepala. Telinga terasa sakit jika mendengar keluhan-keluhan itu. Sebagai lelaki aku merasa gagal untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tapi apakah sebagai istri terus hanya menuntut yang di luar batas kemampuan suami? Kurasa tidak. Sebab selama suami sudah menggerakkan tangan untuk mengais rizki dan hasilnya sudah diberikan kepada istri berarti kewajibannya sudah gugur. Istri tinggal mengatur pengeluaran hingga menjelang bulan berikutnya.
Menjelang senja saat langit merah bertarung dengan malam aku tak kuasa menahan himpitan beban yang semakin kencang. Catatan-catatan kebutuhan selama sebulan telah berderet di tembok malam. Yang satu belum terbayar yang lain sudah mengantre.
“Di saku celana. Ya, di saku celana masih tersimpan uang,” kataku dengan yakin.
Celana yang bergantung di tiang kuraba saku samping dan belakang. Tak ada yang tersentuh jemariku yang merayap mencari uang itu. Tiba-tiba dari balik kelambu istri muncul dan mengatakan bahwa uang yang ada dalam saku sudah ia gunakan untuk belanja pagi tadi.
“Aduh, mati aku! Itu uang untuk membeli pulsa!” kataku kesal.
Hari-hariku tercoret oleh ketidakpuasan istri. Ia selalu mengomel siang dan malam. Setiap keinginan yang terlontar dari mulut cerewetnya selalu kuturuti. Tapi risikonya, setelah tanggal lima belas uang untuk kebutuhan hari-hari tersisa sudah habis.
”Ah, tidak perlu susah! Yang penting anak istri bisa tersenyum. Kan, masih ada uang di tabungan!” suara kecil yang muncul dari dalam hatiku.
Perasaan gembira karena ada uang cadangan di tabungan menghiasi hari itu. Anak istri kutawari untuk berbelanja di minimarket yang berderet di sepanjang jalan. Tanpa basa-basi mereka bergirang ria. Si istri dengan sibuk mencatat belanjaan yang dibutuhkannya. Si anak minta mainan ini itu. Aku sekejap merasa bangga karena bisa membuat mereka tersenyum gembira. Eh, tidak tahunya setelah aku antre di bank berjam-jam ternyata saldo di buku tabunganku tinggal lima puluh ribu.
“Wik…..!” kataku kaget melihat saldo di buku tabungan.
“Ayo, Pak kita berangkat ke minimarket!” rengek anak-anakku.
Selembar uang lima puluh ribuan kuselipkan di dompetku yang menipis. Sedangkan sewaktu aku melirik catatan belanja istriku jumlah totalnya mencapai sekitar dua ratus ribuan. Belum lagi permintaan anak-anakku. Tapi apa boleh buat karena aku yang menawari mereka belanja mau tidak mau aku harus memberangkatkan mereka ke minimarket.
Ruang sejuk karena berpendingin di supermarket sedikit mendinginkan kekuatiran hatiku. Rasa was-was saat melihat tangan istriku trampil menyikat barang ini barang itu sedikit terkurangi. Anak-anakku yang mengambil beragam mainan juga kubiarkan. Keranjang barang belanja yang ditenteng oleh istriku sudah penuh. Akan tetapi, mereka juga belum berhenti melirik barang-barang yang dipajang di minimarket.
”Sudah, Bu?” tanyaku pada istri.
“Mestinya, belum. Karena banyak barang yang kosong terpaksa aku hanya belanja ini saja,” jawabnya dengan enteng.
Dalam hatiku mendongkol. Barang yang menggunung di keranjang belanja dibilang “hanya segini”.
“Capek deh!” ungkapku kesal.
Tangan kekar istriku menyodorkan barang belanjaan. Jari-jemari kasir terampil menghitung barang-barang yang dibongkar dari keranjang istriku. Di monitor kasir sempat kulirik ternyata biaya keseluruhan adalah seratus lima puluh ribu rupiah. Sedangkan uangku hanya lima puluh ribu.
“Ini, Bu dua seratus lima puluh ribu,” kata kasir sambil menyodorkan selembar kertas pada istriku.
Keringat mengucur deras menyerbu keluar dari pori-pori. Seketika itu pula kaos yang kukenakan basah oleh keringat. Istriku dengan mata menyalak menyodorkan hasil print out dari mesin kasir. Kuambil dompet yang terselip di saku belakang dengan tangan gemetar. Perlahan kubuka dompet berwarna hitam lantas kuambil selembar uang lima puluh ribuan.
”Cuma ada ini, Bu,” aku menunjukkan uang tersebut pada istri.
Raut istriku memerah dengan mata yang melotot tajam. Ia mengeluarkan raungan bak harimau yang siap menerkam mangsa. Aku mundur selangkah untuk menghindari terkaman istriku.
”Aduh, Pak!” jerit anakku karena jempol kakinya terinjak oleh sandal jepitku.
”Kurang ajaaaar!” auman istriku menggetarkan seluruh isi ruangan minimarket. Aku malu tiada terkira saat semua pandangan orang yang berada di ruang tersebut melihat ke arahku. Sekeranjang belanjaan dibiarkan tergeletak di meja kasir. Istriku membalikkan tubuhnya dan langsung melompat ke luar ruangan minimarket.
Gemetar tubuhku melihat wajah seram istriku seperti Maklampir, tokoh antagonis dalam sinetron Misteri Gunung Merapi. Aku melihat ia berkelabat menyerberang jalan dengan menyeret tangan anakku. Aroma wangi dari baju yang dikenakan oleh istri masih tertinggal di tempatku berdiri mematung. Sesaat kemudian bayangannya lenyap ditelan pertokoan yang berjajar di sepanjang trotoar.
“Aku yang salah,” ratapku dalam hati.
***
Di sudut telaga yang berair bening aku duduk seorang diri. Aku meratapi nasibku sebagai lelaki yang tak berdaya di mata istri. Bayang-bayang wajahku yang muram dan semakin mengerut tergores usia, terlihat hancur tak berbentuk. Bayang-bayang itu selalu kuamati dari permukaan air telaga yang menggiring riak-riak kecil ke tepian. Pohon magga yang berjajar rapi di sepanjang tepi telaga diam membisu tak mau menyapa diriku yang termenung di bawahnya. Bahkan mereka pun tak tega sekedar meluruhkan daun kuningnya yang membangunkan diriku dari ratapan yang berkepanjangan ini.
Sementara di rumah suasana menjadi hening. Ruangan yang luas tampak begitu sempit. Saat istriku duduk dengan ongkang-ongkang kaki di dingklik panjang peninggalan mertua, aku enggan masuk ke rumah.
”Ayo, Pak main kuda-kudaan!” ajak anakku sambil menyeret tanganku ke dalam rumah.
Hatiku berdebar-debar takut jika istriku menyalak lagi. Aumannya pasti bisa merobohkan rumah yang tak layak huni ini. Ah, ku tak peduli yang penting aku bisa enjoy bersama anak tersayangku yang sudah melupakan kekecewaannya sewaktu di minimarket tadi.
”Ayo, Pak yang kencang larinya!” gertak anakku dari atas punggungku. Spontan aku memacu rangkakku dengan kencang. Tanpa kusadari aku menyelonong di kolong meja makan.
”Duk!” bunyi sesuatu. Eh, anakku terjatuh dan keningnya berdarah terbentur meja. Jerit tangisnya segera kubungkam dengan telapak tangan agar istriku yang tadi ke ruang belakang tidak mendengar tangisan anakku. Darah yang mengalir di keningnya segera kuusap dengan kaos dalamku. Kening anakku sudah bersih tak ada tetesan darah lagi. Tapi benjolan yang muncul di kening bagian atas sulit kuhilangkan.
”Bagaimana, ya, caranya?” pikirku.
Topi yang bergambar ipin dan upin yang tergeletak di meja tamu segera kuraih lalu kukenakan di kepala anakku.
”Beres. Sudah tidak kelihatan.”
Istriku yang berderap dari ruang belakang menggetarkan seluruh pelataran. Hentakan-hentakan langkah kakinya seperti ribuan kaki kuda prajurit yang berlaga di medan perang. Jantungku berdegup kencang saat anakku di tarik ke gendongannya. Tanpa basa-basi ia melompat keluar bak singa menerjang lingkaran api dalam sirkus di televisi.
Pada siang hari istriku datang dengan diiringi sinar hatahari yang membakar. Gelembung-gelembung darah seakan mendidih di seluruh tubuhnya. Langkah kakinya berderap semakin kencang dengan mata terbelalak lebar. Tangan kirinya mengelus-elus kening anakku yang benjol terbentur meja sedangkan tangan kananya mencengkeram topi ipin upin sambil diacung-acungkan ke langit yang menyemprotkan hawa panas menyengat.
Aku masuk ke dalam kamar pura-pura tidak mengetahui kedatangannya. Saat kaki kananku baru melangkah ke dalam kamar tiba-tiba istriku sudah membentak dari pintu depan.
“Kau apakan anakku ini? Kenapa keningnya benjol seperti buah kedondong ini? Pakkkkkk…! Jawab!” ia membentakku dengan suara menggelegar.
“Ti, ti, tidak ta, ta, tahu!” jawabku gemetar sampai terbata-bata.
“Tidak tahu?! Terus darah yang ada di kaos dalammu itu darah siapa, heh?” serang istriku sambil menunjukkan bercak darah yang ada di kaosku.
“Sial! Aku lupa membersihkannya,” gerutuku dalam hati.
“Kamu ini suami apa? Kerja tak becus, momong anak gak becus. Bisanya hanya duduk daglu di talaga. Ya ini akibatnya, kepala anaknya dibenturkan di meja,” istriku mengomel.
Aku diam tak menyanggah apa yang ia ucapkan. Aku duduk diam tak menggubris semua yang diucapkan.
”Nanti kalau sudah lelah mengomel, ya…, ia akan berhenti sendiri,” belaku dalam hati.
Setelah menghabiskan bahan omelannya, tensi darah istriku menurun. Ia lantas berlalu di depanku menuju kamar.
Bayang-bayang sikap istriku yang semakin berani padaku terkadang mengukir pikiran tidak enak dalam hatiku. Aku lelaki yang tak berdaya jika berhadapan dengan istri. Padahal aku sendiri sudah berusaha menjadi suami yang bertanggung jawab dengan mencarikan mereka nafkah setiap hari. Tapi lagi-lagi karena penghasilanku yang tidak memadahi selalu menjadi alasannya berani merendahkan diriku.
Namun apa boleh buat, rizki itu sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa sejak zaman azali. Rizkiku segini sudah dicatat oleh Tuhan. Jadi tidak bisa dipaksa berpenghasilan seperti yang lain. Kalau terlalu dipaksakan maka yang terjadi adalah suami akan nekat melakukan tindakan yang menyimpang. Kalau sudah begitu, keluarga sendiri nantinya yang akan menanggung malu. Jadi aku berprinsip selama aku masih berkerja halal, tetap akan kujalani. Apa pun nanti hasilnya. Aku tak menghiraukan omelan-omelan istriku yang setiap hari memekakkan telingaku.
Deretan ratusan ikan berenang-renang di bening air telaga. Mereka hidup rukun berjalan berdampingan. Saat kulemparkan patahan ranting pohon mangga mereka berlomba-lomba mendapatkannya. Ketika mereka tahu bahwa itu bukan makanannya, mereka pun pergi mencari makanan yang lain dengan tetap berderet dan berenang bersama-sama.
Lamongan, April 2010
*) Ahmad Zaini, Penulis beralamat di Wanar Pucuk Lamongan, beberapa puisi dan cerpennya pernah dimuat di Radar Bojonegoro, Majalah MPA (Depag Jatim), Antologi Puisi Bersama seperti Bulan Merayap (Dewan Kesenian Lamongan,2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Khianat Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006), Absurditas Rindu (Sastra Nesia Lamongan, 2006), Kidung Rumeksa Praja (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2010). Pembina SMA Raudlatul Muta’allimin Babat, Lamongan.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar