Syaifuddin Gani
http://komunitassastra.wordpress.com/
Pintu Kesilaman
Sastra Kendari sudah lebih maju dari segi kuantitas, juga kualitas dibanding ketika pertama kali saya mengenalnya sejak tahun 1997 ketika tiba di Kendari. Selain soal karya, kemajuan itu juga sangat nyata pada orang atau penulis yang melahirkan karya itu. Dan mereka, para generasi terkini itu, berusia muda dan menampakkan semangat mencipta dengan penuh kegembiraan.
Saya tiba di Kendari tahun 1997 lalu masuk di Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Unhalu, dan kemudian tahun 1998 bergabung dengan Teater Sendiri (TS). Di sanggar inilah saya membaca antologi puisi Dengung karya para penyair Kendari saat itu, antara lain Achmad Zain, Ahid Hidayat, Munawar Jibran, L.M Saleh Hanan, Arrasyidi Budiman, La Ode Djagur Bolu, Edy Zul, dan Jusdiman. Di kemudian hari, hanya beberapa orang saja yang intens menulis dan mengikuti perkembangan puisi tanah air. Di Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, saya membaca Majalah Semiotika yang di dalamnya terdapat puisi-puisi Saleh Hanan, Asidin La Hoga, dan Iwan Jibran.
Sastra Kendari di masa silam, adalah bagian dari upaya untuk meletakkan pondasi bagi kesusastraan Kendari selanjutnya. Bagi saya, hal itu patut disyukuri karena telah memperkenalkan bacaan awal yang terus mendorong untuk mencari bacaan lain. Akan tetapi, Dengung tidak mendengung sampai di luar Kendari.
Saya sendiri, kemudian berproses dalam bidang teater dan sastra di TS bersama banyak teman yang lain. Di sanggar ini, Kak Stone (Achmad Zain) adalah seorang motivator bagi kurang lebih dua puluh anggotanya. Posisi Kak Stone dalam pandangan saya bukan pada korektor atau kritikus bagi proses penulisan sastra bagi anggota-anggotanya, tetapi lebih sebagai mesin pendorong kreativitas yang tak lelah-lelah menyuruh bahkan memaksa menulis. Di dalam proses yang bertahun-tahun inilah, Kak Stone berhasil menanamkan budaya tulis di kalangan anggota TS. Tulisan-tulisan awal saya dalam proses ini, masih tersimpan sampai sekarang.
Salah satu kendala yang dihadapi saat itu adalah tiadanya hubungan dengan dunia luar dalam arti yang luas. Dunia luar yang saya maksud adalah persinggungan dengan penyair atau sastrawan Indonesia, media sastra (harian dan majalah sastra), komunikasi dengan pengamat sastra. Jadinya, sastra yang saya alami saat itu, hidup di dalam lingkungannya sendiri yang tidak lapang. Hal ini berakibat pada, kita tidak pernah tahu sejauh mana pencapaian estetik atas karya sastra yang diciptakan. Akan tetapi, di tengah situasi seperti ini, proses dan semangat menulis, intens dilakukan, tak terbendung.
Proses dan hasil penulisan yang dilakukan pun lebih banyak dibaca oleh teman-teman sendiri. Akan tetapi, pintu cakrawala itu sedikit demi sedikit terbuka dengan diadakannya Prosesi Seni Malam Jumat (Proselamat) yang berlangsung beberapa tahun. Di Proselamat, karya-karya yang ditulis di TS dan juga karya-karya penulis-penulis lain yang giat di komunitasnya juga, menampilkan karya di hadapan banyak orang. Proselamat, bagi saya adalah salah satu arena pemasyarakatan sekaligus penggemblengan karya di internal Kendari. Karena di momen inilah, beragam karya (sastra, teater, tari, musik) dipentaskan dan dikritisi. Kegiatan bulanan ini sudah berhenti.
Proses yang kami alami di TS itu dalam pengalaman saya, turut juga diikuti dan diapresiasi oleh Ahid Hidayat, yang sering menjadi teman dalam membahas karya yang kami tulis. Sementara itu, Irianto Ibrahim, yang segenarisi dengan Abd. Razak Abadi dan Dhidit Marsel, kemudian hari, lebih banyak aktif di kampus bersama para mahasiswa di dalam menggeluti sastra. Sehingga lahirlah beberapa perkumpulan sastra yang dibuatnya, misalnya Eksis. Pada akhirnya, membentuk Komunitas Arus sampai sekarang. Abd. Razak Abadi, selain menulis sastra, juga berteater bersama TAM dan Didit Marshel lebih memilih teater sebagai lahan kreatifnya.
Pintu Kekinian
Proses penulisan yang dilakukan di Kendari, di tengah-tengah ketertutupan dengan dunia luar itu, terkuak pintunya pada sekitar tahun 2000-an sampai sekarang. Karya-karya yang ditulis, cerpen atau puisi, diapresiasi dengan baik oleh sesama sastrawan di luar Kendari. Menulis cerpen dan puisi di tahun-tahun awal itu tidaklah sia-sia. Puisi dan cerpen mulai dimuat di berbagai majalah sastra dan harian yang memuat sastra hari Minggu.
Sastrawan muda yang karya-karyanya termuat itu seperti Sendri Yakti, Irianto Ibrahim, Iwan Konawe, Galih, Abd. Razak Abadi, dan La Ode Gusman Nasiru. Salah satu penyebab teraksesnya karya-karya mereka adalah karena tradisi membaca sastra mutakhir yang kuat, komunikasi dengan sastrawan luar Kendari, memanfaatkan media internet untuk membaca karya sastra mutakhir, serta mengikuti wacana, fenomena, isu, dan politik sastra Indonesia terkini. Selain itu, tentunya adalah karya-karya sastra mereka sudah layak untuk dipublikasikan.
Hubungan dengan dunia luar itu menjadi sangat terbuka dan akhirnya tidak ada pintu penutup dengan kamar-kamar sastra lain itu. Sastra Kendari dan sastra daerah lain menjadi sebuah rumah sastra, rumah sastra Indonesia. Pintu-pintu itu mulai terbuka dengan hadirnya rombongan sastrawan SBSB (Siswa Bertanya Sastrawan Berbicara) di beberapa sekolah di Sultra, yang diprogramkan oleh majalah Horison didukung Ford Foundation, tahun 2003. Lalu tahun-tahun berikutnya, banyak sastrawan ternama Indonesia hadir di Kendari, yang diundang oleh antara lain Kantor Bahasa Prov. Sultra, Prodi Bahasa dan Sastra Unhalu, dan kemudian singgah menemui komunitas sastra Kendari, antara lain di Komunitas Arus dan Teater Sendiri, yang lalu dimanfaatkan untuk diskusi intensif dan membuka jaringan. Hal ini, disadari atau tidak, turut membentuk dan menyokong majunya sastra Kendari.
Selain nama-nama yang saya sebut sebelumnya di atas, lahir pula penyair dengan usia lebih muda yang melakukan proses penulisan di berbagai komunitas, salah satunya adalah Komunitas Arus. Sanggar yang dibina oleh penyair Irianto Ibrahim ini, juga punya proses menulis di kalangan anggotanya, hingga melahirkan penulis-penulis berbakat. Di genre sastra pop, hadir Krisni Dinamita dengan novelnya Cintai Aku Sekali Lagi dan Arham Kendari dengan bukunya Jakarta Under Kompor dan Dumba-dumba Gleter.
Harian Kendari Pos pernah membuka rubrik Sastra & Budaya yang memuat selain sastrawan luar Kendari, juga dan terutama memuat karya sastra penulis Kendari, setiap hari Sabtu. Saya dan Ahid Hidayat, secara “tidak formal” menjadi penjaga rubriknya. Selain dari luar, banyak penulis Kendari, terutama yang berstatus mahasiwa mengirim karyanya. Hal ini memperlihatkan bahwa kepenulisan di kalangan mahasiwa itu sangat bagus dan perlu ditunjang oleh media. Akan tetapi, keberadaan kami di rubrik itu tidak berlangsung lama, dan rubrik itu masih eksis sampai sekarang, meskipun pemuatan karya sastra penulis Kendari tidak seintens dulu.
Penyair-penyair Kendari terkini, mempublibksikan karyanya tidak hanya melalui media-media cetak atau media on line yang dikelola pihak lain, tetapi juga sekaligus membuat blog pribadi, selain facebook, lalu menampangkan karya-karyanya di dalamnya, juga karya sastrawan lain. Dengan demikian, sastrawan Kendari terkini, selain mengikuti perkembangan sastra melalui buku, koran, dan majalah sastra, juga ikut serta terlibat di dalam media internet sebagai medium sastra mutakhir. Artinya, bagi pelaku sastra, baik itu sastrawan, pengamat, atau kritikus sastra, harus melibatkan diri dalam dialektika sastra mutakhir yang terjadi tidak hanya di “darat” tetapi juga di dunia maya. Jika tidak, maka kita akan segera tertinggal dengan cepat.
Sastra Kendari terkini, secara perlahan-lahan, telah menjadi bagian dari sastra Indonesia, meskipun keterlibatan, peranan, atau keberadaanya masih belum terlalu signifikan. Di berbagai antologi puisi bersama telah mencatatkan nama-nama penulis sastra Kendari, antara lain di buku Tanah Pilih (TSI I Jambi), Pedas Lada Pasir Kuarsa-Buku Puisi dan Jalan Menikung ke Bukit Timah-Buku Cerpen (TSI II Bangka Belitung), Percakapan Lingua Franca (TSI III Tanjungpinang), Penyair Menuju Bulan dan Wajah Deportan (Banjarbaru), Rumpun Kita (Malaysia), Bungahati Buat Diah Hadaning (Jakarta), Beranda Senja (Jambi), Penyair Perempuan Indonesia (Jakarta), dan lain-lain. Selain buku di luar Kendari di atas, terdapat pula buku/manuskrip puisi Kendari yang merupakan pondasi seperti Sendiri 1, Sendiri 2, Sendiri 3, Malam Bulan Puisi, Barzanji di Tengah Karang, Yang Tak Pernah Pergi, Tanah Merah Tanah Sorume, Perjalanan, Dari Cinta ke Jembatan Rindu, dan lain-lain.
Keberadaan tokoh-tokoh yang ikut mendorong iklim sastra Kendari adalah, Ahid Hidayat yang intens mengamati serta menulis makalah tentang sastra Kendari sejak pertama kali saya tiba di Kendari. Ahid Hidayat, dalam pengamatan saya, mencoba tekun mempraktikkan tradisi penulisan di Unhalu, meskipun langkahnya kadang dianggap kontroversial. Salah satu langkah nyata keberaksaraan yang dihasilkannya adalah buku puisi Pagi Mendaki Langit yang merupakan puisi mahasiswa mata kuliah Menulis Kreatif. Di sini, banyak karya mahasiswa yang bagus. Ada La Ode Balawa yang turut mengamati sastra Kendari dan terakhir mencoba ikut di dalam mendorong suasana penciptaan yang baik. Iwan Jibran yang sejak mahasiswia menulis puisi dan pernah meraih juara dalam lomba cipta puisi tingkat mahasiswa nasional, ikut memiliki andil di kalangan mahasiswa melalui UK Seni Unhalu. Asidin La Hoga adalah sosok yang sejak mahasiswa menulis puisi dan sampai sekarang memberikan motivasi pelaku-pelaku sastra untuk giat menulis.
Salah satu faset perkembangan sastra Kendari yang sangat berarti adalah diterbitkannya antologi puisi Irianto Ibrahim Buton, Ibu, dan Sekantong Luka oleh Frame Publishing, Yogyakarta. Antologi puisi tunggal ini kemudian diluncurkan dan dibedah di Yogyakarta, Tasikmalaya, dan PDS H.B Jassin, Jakarta, mendapat sambutan yang baik di kota-kota tersebut. Ini adalah sebuah pencapaian tersendiri bagi sastra Kendari yang memahat tradisi keberaksaraan dan turut memperkenalkan sastra Kendari ke masyarakat sastra Indonesia yang lebih luas.
Pintu Masa Depan
Sastra Kendari kini maju selangkah. Hopla! Teriak Chairil Anwar. Kita memang harus melompat agar maju dan bisa seiring dengan kota lain, meskipun berat. Sastra Kendari, tidak bisa tidak, harus dibangun dari tradisi tulis yang cukup kuat. Selain tradisi tulis, harus ditopang dengan tradisi membaca, tradisi diskusi atau sharing, tradisi berguru, dan tradisi bertualang. Jika tidak mengikuti perkembangan sastra Indonesia mutakhir, Kendari akan mundur dan terpuruk.
Kehadiran sastra Kendari, sebagaimana di daerah lain, adalah suatu kenyataan betapa Jakarta bukan lagi Pusat Sastra. Kota-kota yang tersebar di Indonesia membangun dirinya sendiri menjadi pusat yang baru. Kata Emha, setiap penyair membangun kursinya sendiri. Akan tetapi, membangun diri sendiri, butuh “kemandirian” dan kemauan kuat agar bisa dikenal sebagai Kota Sastra.
Seperti apakah sastra Kendari masa depan? Jawabnya sangat musykil. Akan tetapi bisa kita raba dengan menengok sastra masa lalu dan melihat sastra hari ini. Jawabnya bisa tiga: mundur, jalan di tempat, dan lebih maju! Tergantung pada “gantungannya”. Dan gantungan itu ada pada kita semua.
BTN Puri Tawang Alun 2
Rabu, 24 November 2010
Tulisan ini pernah dipaparkan pada diskusi Sastra Kendari: Masa Silam, Masa Kini, dan Masa Depan di Teater Sendiri, 28 November 2010, lalu dipublikasikan di Facebook Syaifuddin Gani, 2 Desember 2010.
Dijumput dari: http://komunitassastra.wordpress.com/2011/01/03/sastra-kendari/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Kamis, 22 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar