Selasa, 15 November 2011

Trasimeno & Rencana Berladang

Ihsan Taufik
http://www.kompasiana.com/ihsan_taufik

Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh Negara lain, salah satunya ialah memiliki banyaknya keanekaragaman bahasa yang dimana dengan semua itu telah menciptakan suatu tradisi tulis menulis yang menghasilkan banyaknya karya sastra salah satunya puisi. Hal ini bukan suatu perkembangan yang instan, butuh proses yang panjang karena menulis merupakan sebuah proses panjang di sepanjang sejarah peradaban kehidupan manusia.

Dengan banyaknya keanekaragaman bahasa yang ada di Indonesia, gaya bahasa perpuisian yang ditulis/dihasilkan berbagai penyair pun akan semakin kaya dengan banyaknya diksi yang tersaji, bahkan karya sastra yang di tulis oleh seorang etnis tertentu belum tentu bisa dinikmati oleh golongan etnis lainnya yang berbeda. Karena sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang di tentukan oleh tata letak geografi. maka Indonesia merupakan suatu negeri yang kaya dengan karya sastra yang bisa di bandingkan. Membandingkan suatu karya sastra di rasa sangat perlu karena dengan membandingkannya kita bisa mengetahui persamaan dan perbedaannya.

Akan tetapi dengan banyaknya penduduk Indonesia yang notabene “tabu” terhadap perkembangan kesusastraannya, menjadikan karya sastra Indonesia nyaris tak terdengar. Dan gaya penulisan karya sastra (puisi) nya pun terbilang sangat stagnan, terlihat dari banyaknya penyair yang melulu menuliskan puisi tentang cinta yang menyayat hati, kematian yang membuat cengeng. Dengan itu semua menjadikan para penikmat karya sastra selalu di suguhi hal yang itu-itu saja dan efeknya terasa sangat membosankan.

Dengan demikian, banyak para penyair yang merasa gagal/mencapai kegagalan. Sampai-sampai Budi Darma (BD) menghawatirkan sikap para penyair yang jauh dari aspek kreativitas, (baca esai BD: Solilokui, Gramedia, 1984). Kekhawatirannya ternyata masih terasa hingga sekarang bahkan semakin memperihatinkan. Kekhawatiran BD senada dengan Radar Panca Dahana (RPD) yang juga khawatir pada urusan non artistic seorang penyair:

Seorang penyair akan mati jika stamina batin dan pikirannya sudah tak mampu lagi mengantisipasi diri, dunia, dan medium kreatifnya dengan baik…. Dan saya mesti berani menyatakan bahwa banyak atau kebanyakan penyair baik telah menjadi zombie, atau nekat menjadi penyair “tisu” (puisi sekali jadi sekali buang), penyair “speaker” (lebih retorik ketimbang puitik), bisa juga “asongan” (puisi jadi komoditi murahan untuk proyek pemuas perabot rumah tangga).

Oleh karena itulah, saya di sini mencoba untuk mengapresiasi dan meneliti beberapa puisi yang menurut saya jarang sekali para pembuat puisi (penyair) yang berani menulis puisi dengan tema yang lain dan berbeda, salah satunya puisi bertemakan tentang alam. Dan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep nature dari Plato.

TRASIMENO
Acep Zamam Noor

Sebuah danau
Hamparan sajadah biru
Adalah ketenangan tiada tara:
Angin dan kabut, barisan pohon-pohon
Dahan-dahan menggeraikan rambut ikalnya
Ranting-ranting mencelupkan jemarinya
Napas gunung mengalun tenang
Di bawah langit merah padam

Permukaan danau
Tak terusik bunyi serangga
Asap kelabu mengepul dari tungku
Seperti kerudung yang membelit senja
Dengan rumbai-rumbai kuning di ujungnya
Di depanku, kecipak air menjadi nyanyian
Rumput di tepian menjelma lukisan
Di antara garis hitam dan bidang hijau tua

Balkon, meja, kursi serta segelas kopi
Adalah percakapan yang sunyi:
Puisi selalu hadir di antara kesendirian
Dan kecemasan. Puisi menggenang di lantai kayu
Puisi mengambang di lapisan udara beku
Puisi menuntunku dekat padamu

Sebuah wajah tanpa wujud
Bayang-bayang gaib yang menjelma
Di keremangan. Aku sembahyang
Bersama burung-burung migran
Melewati dermaga, pulau demi pulau
Melewati masa lalu yang jauh
Melewati sejumlah dusun dan kota-kota

Kulihat bukit-bukit bersujud
Pohon-pohon merunduk, daun-daun basah
Lampu-lampu meredupkan cahaya
Angin dan kabut bergulung di angkasa
Senja membelitkan kerudung kuningnya
Semuanya bersujud padamu. Sebuah danau
Hamparan sajadah bagi semesta
Adalah ketenangan yang sempurna

(Dalam buku antologi puisi Diatas Umbria)


RENCANA BERLADANG
Jimmy Maruli Alfian

Bagaimana mungkin bercocok tanam
Kalau perangaimu masih kau peram?
Belum lagi bibit angan-angan yang kau sebar
Lebih dulu subur dari semak dan belukar

(oi, tanjung karang Cuma dongeng
Gajah mati di seberang sungai
Betapa sayang kau tak cengeng
Meratapi ladang terkulai masai)

Sebenarnya aku ingin sekali menemani
Di lereng yang dekat sekali dengan takdir
Mengumpulkan rumah siput, daun tangkil,
Bergulingan, lalu aku jatuh ke dalam jurangmu
Dan kau sasar di belantaraku

Namun adakah batang jagung berbuah
Bila kau tak rajin memupuk dan menengoknya?
Belum lagi belalang dan jahil tetangga
Selalu membuat was-was dan prasangka

Aku sudah tertarik meninggalkan kota
Rumah yang seragam memaknai cinta
Tapi adakah kau menjamin
Memberiku dangau dengan cuaca yang lain?

(oi, teluk betung si kota sampah
Bebatang dammar di hutan belantara
Betapa nikmat terkurung silsilah
Bak pendekar tak bermuka tak bersenjata)

Makanya aku sudah berbekal jimat
Dan sebuah batu akik yang harus kau kenakan
Aku membayangkan betapa keramat
Ladang yang akan dirawat

Juga sebuah lagu pop dan mainan halma
Untuk berjaga-jaga kalau gagal panen
Lantaran tabiatmu tak mampu ku siangi

Bahkan kumiliki

(dalam buku antologi puisi festival mei)

ANALISIS
Seacara denotative saya dapat menginterpretasi dari alur cerita puisi TRASIMENO karya Acep Zamzam Noor, bertemakan tentang alam, terdiri dari seorang tokoh yang sedang sembahyang di tepian danau seperti dalam bait awal di jelaskan “Sebuah danau, Hamparan sajadah biru, Adalah ketenangan tiada tara:” disini si penulis (penyair) memakai sudut pandang orang pertama untuk menceritakan tokoh utama, terlihat dari beberapa larik si penulis menggunakan kata “ku”.

Tokoh utama “ku” yang sedang berada di danau dan di alam bebas merasa tenang ketika sedang sembahyang diantara barisan pohon-pohon, di bawah langit merah padam (senja/sore), suasana danau yang tak terusik bunyi serangga, hanya ada suara kecipak air danau yang seperti sebuah nyanyian, ketika tokoh utama “ku” sedang sembahyang dalam keremangan bersama burung-burung migran yang sedang melewati dermaga, seketika itu dia “ku” seperti teringat pada masa lalunya yang terbayang seperti sebuah wajah tanpa wujud yang menjelma bayang-bayang gaib, lalu dia “ku” melihat sebuah bukit-bukit sedang bersujud, pohon-pohon merunduk, dan semuanya bersujud hanya pada Yang Maha Kuasa.

Diksi “Sebuah danau
Hamparan sajadah biru
Adalah ketenangan tiada tara:
Angin dan kabut, barisan pohon-pohon
Dahan-dahan menggeraikan rambut ikalnya
Ranting-ranting mencelupkan jemarinya
Napas gunung mengalun tenang
Di bawah langit merah padam”
Dalam bait pertama dalam teks puisi di atas bisa bermakna ketenangan/khusuknya si tokoh utama ketika sedang beribadah di atas hamparan sejadah biru di sebuah danau dengan semilir angin yang dikirim dari pepohononan dan dahan-dahan, seketika itu angin/udara pegunungan menjadi tenang dan segar dan suasana danau menjadi sangat sunyi ketika hanya ada satu orang di sana, tokoh utama sedang beribadah dengan khusuk karena disitu tak ada suara apapun walau terkadang ada suara kecipak air yang dia dengar seperti sebuah alunan nada.

seperti yang di tulis dalam bait ke dua:
“Permukaan danau
Tak terusik bunyi serangga
Asap kelabu mengepul dari tungku
Seperti kerudung yang membelit senja
Dengan rumbai-rumbai kuning di ujungnya
Di depanku, kecipak air menjadi nyanyian
Rumput di tepian menjelma lukisan
Di antara garis hitam dan bidang hijau tua”

Dalam setiap kata, larik demi larik dalam bait kedua itu bahwa di tempat itu (danau) ketika sore hari atau senja tak ada bunyi suara serangga, disitu ada sebuah tungku yang mengepul yang menutupi pandangan si tokoh utama pada langit senja, tapi dia mendengar ada suara kecipak air danau yang menjadi nyanyian diantara tepian rerumputan yang terlihat seperti lukisan atau gambaran suasana alam yang hijau. Puisi ini menunjukan salah satu keterampilan berpuisi dalam melakukan pencitraan dan menciptakan deskripsi; melukiskan suasana alam dalam gambaraan yang benar-benar nyata yang sangat indah bila di cermati oleh imajinasi. Dan puisi ini sangat indah, cemerlang kadang mengejutkan karena si penyair memang mempunyai kemahiran dasar berpuisi.

Pada puisi RENCANA BERLADANG karya Jimmy Maruli Alfian juga ditemukan kesamaan dengan puisi TRASIMENO karya ACEP Zamzam Noor yaitu penulisan puisi bertemakan tentang alam, namun ada sedikit ketidaksamaan pada kedua makna puisi tersebut, puisi RENCANA BERLADANG berceritakan tentang bagaimana si penyair mengungkapkan kekecewaan kepada seseorang bahwa si seseorang, namun selalu dia rindukan kehadirannya. ini terlihat dari bait pertama si penyair menuliskan “Bagaimana mungkin bercocok tanam/Kalau perangaimu masih kau peram?” kemudian juga dari bait ke empat “Namun adakah batang jagung berbuah/Bila kau tak rajin memupuk dan menengoknya?” dari kata-kata itu saya dapat menginterpretasikan maksud dari tiap bait itu bahwa seseorang yang dia maksud menyembunyikan perangainya, walau akhirnya dia selalu berharap kedatangan seseorang itu bahkan ingin memilikinya, seperti dalam bait-bait terakhir “Makanya aku sudah berbekal jimat/Dan sebuah batu akik yang harus kau kenakan/Aku membayangkan betapa keramat/Ladang yang akan dirawat/Juga sebuah lagu pop dan mainan halma/Untuk berjaga-jaga kalau gagal panen/Lantaran tabiatmu tak mampu ku siangi/Bahkan kumiliki”

Sedangkan puisi TRASIMENO karya ACEP Zamzam Noor tentang ritual religious seseorang. Dari segi kata yang di tuangkan dalam puisinya itu tentang pendeskripsian/gambaran alam yang sangat sunyi dan seseorang sedang beribadah. Memang sudah lazim bila ingin melakukan ritual sembahyang dengan khusuk harus di tempat sunyi dan tidak ada suara bising yang mengganggu pikiran kita, disini si penyair menuliskan gaya bahasa puisinya dengan sangat apik dan halus. Seperti di awal bait “Sebuah danau/Hamparan sajadah biru/Adalah ketenangan tiada tara:” “Aku sembahyang/Bersama burung-burung migrant/Melewati dermaga, pulau demi pulau” “Semuanya bersujud padamu. Sebuah danau/Hamparan sajadah bagi semesta/Adalah ketenangan yang sempurna”

Sepintas saja, ketika saya membaca awal puisi ini atau tepatnya dari judulnya saja “RENCANA BERLADANG” merupakan tema pokok dan gagasan utama yang ada dalam puisi tersebut yang menjadi landasan pembicaraan puisi ini adalah tentang alam.
Dengan banyak menggunakan diksi yang identik dengan alam: bercocok tanam, semak dan belukar, ladang, lereng, daun tangkil, belantara, hutan belantara, dan panen.”

Puisi ini adalah sajak yang berkaitan dengan kegiatan bercocok tanam. “Bagaimana mungkin bercocok tanam/Kalau perangaimu masih kau peram?” “Namun adakah batang jagung berbuah/Bila kau tak rajin memupuk dan menengoknya?” “Makanya aku sudah berbekal jimat/Dan sebuah batu akik yang harus kau kenakan/Aku membayangkan betapa keramat/Ladang yang akan dirawat”

Dalam puisi ini si penyair memberikan kesegaran pada khazanah puisi Indonesia, bukan karena ia telah mengerjakan sesuatu yang belum dikerjakan (secara intens) oleh penyair-penyair lain, melainkan juga karena ia menggarapnya dengan perspektif dan tekhnik yang bukan sembarangan. Dalam puisi ini (RENCANA BERLADANG/Karya: Jimmy Maruli Alfian) telah mengolah sedemikian rupa sebuah ritual bercocok tanam untuk mengungkapkan sesuatu yang sangat tragis dalam masalah cinta kerinduaan si penyair kepada seseorang yang tak kunjung hadir. Dari segi sintaksisnya dalam puisi karya Jimmy Maruli Alfian, banyak ditemukan gaya bahasa yang sangat sulit dipahami karena menggunakan gaya bahasa metaphor yang sangat tajam, namun ada juga sebagian kata-kata di salah satu bait yang menggunakan gaya bahasa yang sederhana dan memungkinkan bagi si pembaca bisa memahaminya, seperti dalam kata “Namun adakah batang jagung berbuah/Bila kau tak rajin memupuk dan menengoknya?” dan sudah saya tulis sebelumnya bahwa puisi ini berceritakan tentang kerinduaan kepada seseorang yang tak kunjung hadir. Tapi ada sebagian kata dalam puisi ini yang sangat begitu asing atau jarang di dengar oleh halayak ramai seperti kata: peram, masai, damar, mainan halma”

KESIMPULAN
Tema dari kedua puisi tersebut adalah tentang alam

DAFTAR PUSTAKA
• Anggoro 2004. Donny Anggoro, Sastra Yang Malas Obrolan Sepintas Lalu, Solo: Tiga Serangkai
• Damono 2005. Sapardi Djoko Damono, Pegangan Penelitian Sastra Bandingan, Jakarta: Pusat Bahasa
• Ratna 2006. Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U, Teori , Metode, dan Tekhnik Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
• Jurnal Sajak, Depok, Tahun I 2011
• Antologi Puisi Festival Mei, 2oo6. Bandung: TITIAN

Dijumput dari: http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/06/25/sastra-bandingan-trasimeno-rencana-berladang/

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae