Jumat, 13 Januari 2012

Identitas Kultural (Melayu) Itu, Tak Akan Pernah Selesai…(2)

Marhalim Zaini
http://www.riaupos.co/

Putra Daerah dan Politik Identitas

Selepas berbicara tentang kacukan, dan memberi kesimpulan di akhir paragraf dengan kalimat, “Melayu, dengan demikian tak lagi soal tubuh, tapi lebih mengarah pada variabel dalaman,” Syaukani membahas pula tentang “identitas jasadi makhluk Riau.” Ia menyebut, “ketika provinsi Riau berdiri pada tahun 1957, juga telah dibuat rumusan tentang siapa putra daerah, yang memuat tiga ukuran, yaitu: yang beribu-bapak Melayu, atau salah satu dari orang tuanya Melayu, atau yang lahir di Riau meski kedua orangtuanya bukan Melayu.” Artinya, bukankah dengan begitu Syaukani, sekali lagi, sedang membantah pernyataannya sendiri?

Sebetulnya, tema “putra daerah” bisa saja menjadi tema/isu diskusi yang lebih menarik dan lebih luas, ketika misalnya dikaitkan dengan kajian tentang “politik identitas,” yang secara teoritis tergolong dalam pemikiran post-strukturalis, yang awalnya masuk dalam domain politic of discourse-nya Michel Foucoult. Meskipun kemudian wacana “politik identitas” dalam studi post-kolonial juga sudah lama digeluti oleh pemikir semacam Gayatri C Spoivak, Ania Lomba, dan Homi K Bhabha. Sebab apa yang sedang diperbincangkan di ruang ini, sekarang, lebih mengurai dan menggali terus-menerus, kemungkinan-kemungkinan potensi kekuatan internal (lokal) dunia Melayu itu sendiri. Artinya kita sedang berbincang tentang sesuatu yang bersifat “ke dalam”, tentang infrastruktur yang membangun pondasi konstruksi identitas itu.

Sementara, isu putra daerah, bagi saya, setakat ini adalah satu upaya penegasan identitas secara politik. Artinya, kalau kita merujuk pada literatur ilmu politik, misalnya, maka istilah political of identity itu lebih mengacu kepada mekanisme politik pengorganisasian identitas sebagai sumber dan sarana politik. Berbeda dengan istilah “identitas politik” (political identity), yang merupakan konstruksi untuk menentukan posisi kepentingan subjek di dalam ikatan suatu komunitas politik (Haboddin; 2009).

Benar, bahwa bukan berarti keduanya tidak saling terkait. Namun, hemat saya, kita belum lagi “selesai” (bahkan jangan-jangan belum lagi memulai) memperbincangkan sekaligus merumuskan dengan amat serius, dari bebagai aspek, berbagai perspektif, tentang “identitas politik” kita hari ini (sekali lagi; hari ini, bukan masa lalu), oleh berbagai elemen masyarakat pendukungnya. Ketergesa-gesaan kita menetapkan rumusan tentang siapa yang berhak disebut sebagai “putera daerah” untuk kemudian masuk ke wilayah politik praktis, akan berdampak pada rentannya identitas itu di tingkat realitas kehidupan sosial. Konflik-konflik sektarian justru bisa muncul dari sini, sebab antara kehendak sosial dan kepentingan politik saling tarik-menarik, bahkan berbenturan.

Meskipun saya percaya, jalan yang kita ambil ini, adalah juga jalan yang diambil oleh banyak daerah untuk menunjukkan menguatnya politik identitas di ranah lokal. Setidaknya momentum otonomi daerah yang diberlakukan melalui UU 22/1999 itu, membuat politisasi identitas dalam berbagai bentuk ekspresinya menjadi niscaya. Dan inilah basis dari perjuangan para elit lokal kita untuk kemudian menjalankan berbagai agenda semisal pemekaran wilayah (sebagai pemerataan ekonomi, juga pemerataan kekuasaan), dan menduduki pimpinan puncak pemerintahan daerah (terutama melalui isu putra daerah itu). Dan yang cukup juga menyita perhatian kita akhir-akhir ini adalah “politik etnisitas” atau “politik identitas etnis” yang tampaknya lebih cenderung membangun dikotomi yang oposisional, yang dengan ekstrim mencuatkan pertanyaan, siapakah “aku” siapakah “kamu”.

Politik Identitas Etnis

Ketika saya memilih judul orasi saya dengan kalimat, “Akulah Melayu yang Berlari” maka sesungguhnya saya hendak menyeretnya pada wacana tentang “identitas kultural”. Kata “akulah” di sana, tidak serta merta menunjuk pada diri saya sebagai si penulis orasi ini, akan tetapi lebih menghala pada bagaimana dikotomi oposisional itu sedang bekerja dalam wilayah batasan-batasan kultural yang ekstrim. Pernyataan “akulah” jika ditinjau secara psikologis, adalah juga representasi dari identitas karakteristik individu sejak lahir, yang kemudian membentuk “keakuan” sebagai pembeda dengan yang lain (kamu, mereka, kalian, dia). Maka, teori Foucoult tentang politik identitas seolah kemudian menemukan kebenarannya di sini; bahwa tubuh sebagai cermin dari hakikat individu itulah yang akan menjadi objek sekaligus subjek politik.

Dan, “akulah” adalah juga perwujudan dari “ego”, yang menurut Sigmund Freud, merupakan salah satu instansi identitas selain, “super ego” dan “id”. Meskipun, perbincangan tentang konsepsi identitas memang diakui sebagai sesuatu yang tidak mudah, karena identitas menurut Stuart Hall (1996:160) sebagai “sesuatu yang tidak pernah sempurna, selalu dalam proses dan selalu dibangun dari dalam.” Maka, keakuan dalam kata “akulah” itu bukanlah sebuah pengakuan yang final, tapi lebih kepada penegasan yang bersifat “sementara”. Sebab, meskipun Foucoult menyandarkan basis pemahaman awal “politik idenitas pada “politik tubuh” individu, namun banyak ahli ilmu sosial lainnya yang percaya bahwa identitas adalah hasil sebuah konstruksi sosial. Artinya, dengan begitu, di sana ada proses pembentukan makna dan pengalaman yang bersifat subjektif dan inter-subjektif (Kambo; 2009).

Apalagi ketika kita mulai masuk secara lebih khusus pembahasan tentang kata “Melayu” sebagai sebuah entitas “etnik”, maka segera akan kita temukan berbagai versi dan perkembangannya dari zaman ke zaman. Kata “etnik” atau “ethnos” dalam bahasa Yunani memang lebih merujuk pada pengertian dasar-dasar geografis dalam suatu batas-batas wilayah dengan sistem tertentu (Rudolfh, 1986). Namun, tidak pula bijak kiranya jika kita berhenti sampai di situ, tanpa misalnya melihat pendekatan-pendekatan teoritis lainnya, semisal primordialisme, konstruktivisme, instrumentalisme (Abdillah, 2002;76).

Primordialisme memandang etnik itu sesuatu yang given, memang sudah dari sananya, tidak bisa dibantah. Namun, secara metodologis, pendekatan ini tidak bisa dipertahankan karena memberi status ontologis dan esensial terhadap etnis, sementara ilmu-ilmu sosial butuh tafsiran dan perubahannya dari waktu ke waktu. Pandangan konstruktivisme, yang dikembangkan oleh Frederik Barth ini, memandang identitas etnis itu sebagai hasil dari proses sosial yang kompleks, di mana batasan-batasan simbolik terus-menerus dibangun. Sementara pendekatan ketiga, instrumentalisme lebih menfokuskan perhatian pada proses manipulasi dan mobilisasi politik.

Jika saya kemudian memakai pendekatan konstruktivisme, maka kata “Berlari” dari judul orasi saya itu, lebih bermakna bahwa identitas etnis (Melayu) itu tidak akan pernah berhenti. Tapi kenapa saya pilih “berlari” bukan “bergerak” atau “berjalan”, padahal ketiganya sama-sama menunjukkan “tidak berhenti”. Karena “berlari” bagi saya merupakan aktivitas yang lebih cepat dari berjalan apalagi sekedar bergerak. Jika konteks praksisnya bermuara pada mimpi akan Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu, dan tahun 2020 tenggatnya, maka “berlari” adalah kata kerja yang paling tepat, bukan? Selain itu, konteks lain “berlari” dapat dimaknai begini; bagaimanakah semestinya Riau dan Melayu hari ini ‘memosisikan’ diri dalam ruang sosial global yang serba cepat? Apakah cukup dengan berdiam, dan melihat lalu-lalang? Atau, bergerak dan berjalan dengan malas, menikmati saja apa yang tersedia? Atau, berlari, dan menunjukkan bahwa kejayaan Melayu masa lampau itu, adalah juga kejayaan Melayu kita hari ini. Atau, mari kita berlari, mengejar “ketertinggalan”.

Dan bagi Alvi Puspita, saya tak tahu entah mana yang sebenar, dan entah mana yang mesti. Tapi boleh jadi memang tak ada yang sebenar, dan tak ada yang mesti, untuk sesuatu yang tak pernah selesai. Tapi mari berlari, sambil terus-menerus kita cari dalam diskusi.***

*) Marhalim Zaini, Adalah Seniman Pilihan Sagang 2011. Sedang menyelesaikan S-2 di Program Pascasarjana Jurusan Antropologi UGM. /8 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae