Marhalim Zaini
http://www.riaupos.co/
Putra Daerah dan Politik Identitas
Selepas berbicara tentang kacukan, dan memberi kesimpulan di akhir paragraf dengan kalimat, “Melayu, dengan demikian tak lagi soal tubuh, tapi lebih mengarah pada variabel dalaman,” Syaukani membahas pula tentang “identitas jasadi makhluk Riau.” Ia menyebut, “ketika provinsi Riau berdiri pada tahun 1957, juga telah dibuat rumusan tentang siapa putra daerah, yang memuat tiga ukuran, yaitu: yang beribu-bapak Melayu, atau salah satu dari orang tuanya Melayu, atau yang lahir di Riau meski kedua orangtuanya bukan Melayu.” Artinya, bukankah dengan begitu Syaukani, sekali lagi, sedang membantah pernyataannya sendiri?
Sebetulnya, tema “putra daerah” bisa saja menjadi tema/isu diskusi yang lebih menarik dan lebih luas, ketika misalnya dikaitkan dengan kajian tentang “politik identitas,” yang secara teoritis tergolong dalam pemikiran post-strukturalis, yang awalnya masuk dalam domain politic of discourse-nya Michel Foucoult. Meskipun kemudian wacana “politik identitas” dalam studi post-kolonial juga sudah lama digeluti oleh pemikir semacam Gayatri C Spoivak, Ania Lomba, dan Homi K Bhabha. Sebab apa yang sedang diperbincangkan di ruang ini, sekarang, lebih mengurai dan menggali terus-menerus, kemungkinan-kemungkinan potensi kekuatan internal (lokal) dunia Melayu itu sendiri. Artinya kita sedang berbincang tentang sesuatu yang bersifat “ke dalam”, tentang infrastruktur yang membangun pondasi konstruksi identitas itu.
Sementara, isu putra daerah, bagi saya, setakat ini adalah satu upaya penegasan identitas secara politik. Artinya, kalau kita merujuk pada literatur ilmu politik, misalnya, maka istilah political of identity itu lebih mengacu kepada mekanisme politik pengorganisasian identitas sebagai sumber dan sarana politik. Berbeda dengan istilah “identitas politik” (political identity), yang merupakan konstruksi untuk menentukan posisi kepentingan subjek di dalam ikatan suatu komunitas politik (Haboddin; 2009).
Benar, bahwa bukan berarti keduanya tidak saling terkait. Namun, hemat saya, kita belum lagi “selesai” (bahkan jangan-jangan belum lagi memulai) memperbincangkan sekaligus merumuskan dengan amat serius, dari bebagai aspek, berbagai perspektif, tentang “identitas politik” kita hari ini (sekali lagi; hari ini, bukan masa lalu), oleh berbagai elemen masyarakat pendukungnya. Ketergesa-gesaan kita menetapkan rumusan tentang siapa yang berhak disebut sebagai “putera daerah” untuk kemudian masuk ke wilayah politik praktis, akan berdampak pada rentannya identitas itu di tingkat realitas kehidupan sosial. Konflik-konflik sektarian justru bisa muncul dari sini, sebab antara kehendak sosial dan kepentingan politik saling tarik-menarik, bahkan berbenturan.
Meskipun saya percaya, jalan yang kita ambil ini, adalah juga jalan yang diambil oleh banyak daerah untuk menunjukkan menguatnya politik identitas di ranah lokal. Setidaknya momentum otonomi daerah yang diberlakukan melalui UU 22/1999 itu, membuat politisasi identitas dalam berbagai bentuk ekspresinya menjadi niscaya. Dan inilah basis dari perjuangan para elit lokal kita untuk kemudian menjalankan berbagai agenda semisal pemekaran wilayah (sebagai pemerataan ekonomi, juga pemerataan kekuasaan), dan menduduki pimpinan puncak pemerintahan daerah (terutama melalui isu putra daerah itu). Dan yang cukup juga menyita perhatian kita akhir-akhir ini adalah “politik etnisitas” atau “politik identitas etnis” yang tampaknya lebih cenderung membangun dikotomi yang oposisional, yang dengan ekstrim mencuatkan pertanyaan, siapakah “aku” siapakah “kamu”.
Politik Identitas Etnis
Ketika saya memilih judul orasi saya dengan kalimat, “Akulah Melayu yang Berlari” maka sesungguhnya saya hendak menyeretnya pada wacana tentang “identitas kultural”. Kata “akulah” di sana, tidak serta merta menunjuk pada diri saya sebagai si penulis orasi ini, akan tetapi lebih menghala pada bagaimana dikotomi oposisional itu sedang bekerja dalam wilayah batasan-batasan kultural yang ekstrim. Pernyataan “akulah” jika ditinjau secara psikologis, adalah juga representasi dari identitas karakteristik individu sejak lahir, yang kemudian membentuk “keakuan” sebagai pembeda dengan yang lain (kamu, mereka, kalian, dia). Maka, teori Foucoult tentang politik identitas seolah kemudian menemukan kebenarannya di sini; bahwa tubuh sebagai cermin dari hakikat individu itulah yang akan menjadi objek sekaligus subjek politik.
Dan, “akulah” adalah juga perwujudan dari “ego”, yang menurut Sigmund Freud, merupakan salah satu instansi identitas selain, “super ego” dan “id”. Meskipun, perbincangan tentang konsepsi identitas memang diakui sebagai sesuatu yang tidak mudah, karena identitas menurut Stuart Hall (1996:160) sebagai “sesuatu yang tidak pernah sempurna, selalu dalam proses dan selalu dibangun dari dalam.” Maka, keakuan dalam kata “akulah” itu bukanlah sebuah pengakuan yang final, tapi lebih kepada penegasan yang bersifat “sementara”. Sebab, meskipun Foucoult menyandarkan basis pemahaman awal “politik idenitas pada “politik tubuh” individu, namun banyak ahli ilmu sosial lainnya yang percaya bahwa identitas adalah hasil sebuah konstruksi sosial. Artinya, dengan begitu, di sana ada proses pembentukan makna dan pengalaman yang bersifat subjektif dan inter-subjektif (Kambo; 2009).
Apalagi ketika kita mulai masuk secara lebih khusus pembahasan tentang kata “Melayu” sebagai sebuah entitas “etnik”, maka segera akan kita temukan berbagai versi dan perkembangannya dari zaman ke zaman. Kata “etnik” atau “ethnos” dalam bahasa Yunani memang lebih merujuk pada pengertian dasar-dasar geografis dalam suatu batas-batas wilayah dengan sistem tertentu (Rudolfh, 1986). Namun, tidak pula bijak kiranya jika kita berhenti sampai di situ, tanpa misalnya melihat pendekatan-pendekatan teoritis lainnya, semisal primordialisme, konstruktivisme, instrumentalisme (Abdillah, 2002;76).
Primordialisme memandang etnik itu sesuatu yang given, memang sudah dari sananya, tidak bisa dibantah. Namun, secara metodologis, pendekatan ini tidak bisa dipertahankan karena memberi status ontologis dan esensial terhadap etnis, sementara ilmu-ilmu sosial butuh tafsiran dan perubahannya dari waktu ke waktu. Pandangan konstruktivisme, yang dikembangkan oleh Frederik Barth ini, memandang identitas etnis itu sebagai hasil dari proses sosial yang kompleks, di mana batasan-batasan simbolik terus-menerus dibangun. Sementara pendekatan ketiga, instrumentalisme lebih menfokuskan perhatian pada proses manipulasi dan mobilisasi politik.
Jika saya kemudian memakai pendekatan konstruktivisme, maka kata “Berlari” dari judul orasi saya itu, lebih bermakna bahwa identitas etnis (Melayu) itu tidak akan pernah berhenti. Tapi kenapa saya pilih “berlari” bukan “bergerak” atau “berjalan”, padahal ketiganya sama-sama menunjukkan “tidak berhenti”. Karena “berlari” bagi saya merupakan aktivitas yang lebih cepat dari berjalan apalagi sekedar bergerak. Jika konteks praksisnya bermuara pada mimpi akan Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu, dan tahun 2020 tenggatnya, maka “berlari” adalah kata kerja yang paling tepat, bukan? Selain itu, konteks lain “berlari” dapat dimaknai begini; bagaimanakah semestinya Riau dan Melayu hari ini ‘memosisikan’ diri dalam ruang sosial global yang serba cepat? Apakah cukup dengan berdiam, dan melihat lalu-lalang? Atau, bergerak dan berjalan dengan malas, menikmati saja apa yang tersedia? Atau, berlari, dan menunjukkan bahwa kejayaan Melayu masa lampau itu, adalah juga kejayaan Melayu kita hari ini. Atau, mari kita berlari, mengejar “ketertinggalan”.
Dan bagi Alvi Puspita, saya tak tahu entah mana yang sebenar, dan entah mana yang mesti. Tapi boleh jadi memang tak ada yang sebenar, dan tak ada yang mesti, untuk sesuatu yang tak pernah selesai. Tapi mari berlari, sambil terus-menerus kita cari dalam diskusi.***
*) Marhalim Zaini, Adalah Seniman Pilihan Sagang 2011. Sedang menyelesaikan S-2 di Program Pascasarjana Jurusan Antropologi UGM. /8 Januari 2012
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar