Kamis, 28 Juni 2012

Gerilya Negri Sungsang I

(Catatan perjalanan di Desa Jono, Temayang, Bojonegoro)
Sabrank Suparno *
http://sastra-indonesia.com/

1. Keberangkatan

Setelah melakukan latihan ‘terakhir’ dalam proses naskah teater Negri Sungsang pada 20 Januari 2012, seluruh awak Komunitas Suket Indonesia berdiskusi khusus mengenai pementasan dua hari berikutnya tanggal 22 Januari di Desa Jono, Kecamatan Temayang, Bojonegoro dan 23 Januari 2012 di Desa Maibit, Kecamatan Rengel-Tuban. Fokus pembicaraan seputar perlengkapan dapur, properti panggung, kendaraan dll, yang alkhasil diputuskan berangkat pada 21 Januari, dengan perhitungan tiga mobil: Satu Taff dan dua Colt, cukup untuk mengangkut 25 personel dan alat perlengkapan. Sengaja KSI memersiapkan segala perbekalan termasuk alat dapur sekali pun supaya tidak merepotkan tuan rumah.

Sekitar jam 15.30, tiga mobil para teaterawan meluncur dari Jombang menuju Desa Jono, Kecamatan Temayang Bojonegoro. Langit memayungi rombongan dengan cara berbeda, sebab sepanjang perjalanan diguyur hujan. Begitulah kiranya supaya perjalanan menjadi catatan mengesankan. Sebab tidak hanya diguyur hujan dan berselimut kabut tipis, namun satu di antara mobil rombongan mengalami kerusakan kipas kaca pengibas air. Sehingga, perjalanan sempat berhenti hingga lima kali, karena sopir harus memasang tali penarik-ulur manual pada gagang kipas. Bisa dibayangkan betapa mengesankan, salah seorang yang duduk di sebelah sopir bertugas menjadi pengganti mesin kipas sepanjang perjalanan, itu pun tali sempat putus berkali-kali. Keadaan demikian menjadi tantangan tersendiri bagi sopir yang juga merangkap awak Jaran Dor. Apalagi selepas jalur Lengkong-Kertosono, mobil memasuki kawasan alas perbukitan Lengko (perbatasan Nganjuk dengan Bojonegoro). Sopir terpaksa ekstra konsentrasi mengendalikan setir pada tanjakan, tikungan yang acapkali curam. Rombongan sampai di Desa Jono pukul 19.30, seperti rencana survei beberapa hari sebelumnya oleh sesepuh KSI: Catur, Sinyo dan Lek Mujib, rombongan jujug di Sanggar Anugrah desa Jono yang pernah ditempati Konggres Sastra Jawa (KSJ) III pada 28-30 Oktober 2011.

2. Pak Dasuki Kepala Desa + Seniman

Sesampai di Sanggar Anugrah desa Jono, rombongan disambut Pak Kades Dasuki. Selaku tuan rumah, Pak Dasuki mempersilahkan rombongan menggunakan segala fasilitas yang ada di sanggar. Sebagian anggota menggelar tikar yang sengaja di bawa dari Jombang, namun Pak Dasuki juga memersilahkan memakai tikar yang ada. Sebagian awak KSI yang lain menyetting panggung, dengan harapan besok seharian sudah harus beristirahat total, kecuali jalan-jalan mengenal lingkungan sekitar. Sedang sebagian lagi sibuk memasak.

Dari dua ruangan, separuh bagian depan ditempati seperangkat gamelan. Melihat gamelan tertata lengkap, awak KSI yang terbiasa bermain Jaran Dor dari desa Mojowarno Jombang langsung menabuh. Mereka duduk di masing-masing jenis alat: kendang, kenog, saron, gambang, gong dll. Suasana pun semakin gayeng dengan tembang tembang Jawa nan rancak. Saya berfikir, “laiyo, arek arek iki kok isoae ngaransemen seperangkat gamelan, padahal Jaran Dor yang mereka punyai alatnya cuma kendang, ketipung, jidor.” Bahkan dari gebyakan musik gamelan tersebut, hingga menggelitik Kades Dauki bergoyang bersama beberapa rombongan, hihihi.

Suasana pun berlanjut dengan cerita masa kecil Pak Dasuki yang sudah mengamen jaranan. “Saya mengamen jaranan itu sejak jejaka kecil, teman saya Pak Rekimo ini (sambil menunjuk seorang lebih tua yang berdiri di sampaing Pak Dasuki). Kalau Saya kecapekan waktu mengamen ya digendong Pak Rekimo. Pernah suatu kali pulang mengamen tidak mendapat uang, Pak Dasuki dan Pak Rekimo terpaksa harus mencopot garpu sepeda ontelnya untuk dijual rongsokan. Kadang baju yang baru dibeli pun terpaksa dijual untuk ongkos pulang.

Bersama Pak Rekimo, Pak Dasuki pun akhirnya mendirirkan ketoprak Ngesti Budoyo pada tahun 1969. Bahkan, demi membayar surat perizinan ketoprak, Pak Rekimo hingga menjual baju DPR-nya (merk kain terkenal waktu itu). “kulo niki belani kesenian, sampek kulo rewangi adol celono, gadekno sewek. Begitu pula Pak Dasuki, belani ketoprak hingga dibelani menjual tegalan. ” Alkhasil, anak Pak Rekimo kini menjadi Kades di desa sebelah. Demikian juga Pak Dasuki, dia tidak menyangka kalau dahulunya hanya menjadi lurahe ketoprak, kini menjadi luran desa betulan.

Demikianlah bersama Pak Rekimo, Pak Dasuki kini mengelolah Sanggar Anugrah Desa Jono. Usaha Pak Dasuki berkembang hingga memiliki 14 bus transportasi jurusan Bojonegoro-Nganjuk. Sementara Pak Rekimo diangkat menjadi pemangku sanggar. Sekarang Sanggar Anugrah rutin ditempati latihan. Beberapa komunitas yang inten latihan adalah Dwijo Laras, kelompok Porgu (Para Guru sekecamatan Temayang setiap hari Jum’at, Wahyu Taruno Budoyo (latihan Jaranan) tiap hari Selasa, latihan musik Kulintang Dwijo Laras pada Kamis malam, Rabu latihan pedalangan yang dipandu Ki Dalang Ragil, Minggu khusus komunitas anak anak yang bernama Mardisiwi. Keberadaan sanggar memang sudah ada turun temurun, namun baru diresmikan namanya tahun 1961.

3. Peyek Jompong, Makam Mbah Jono Puro

Tanggal 22 pagi para aktris Negri Sungsang berbelanja ke pasar ‘Krempyeng’, pasar dadakan yang berjarak 500 m dari sanggar. Sedang mBah Catur, Lek Mujib yang dikawal mas Isa (Jamah Maiyah Bojonegoro) berburu ke rumah salah satu warga yang terkenal memroduksi rempeyek jompong (daun jati muda). Namun keinginan menganalisa ‘rempeyek jompong’ gagal karena orangnya sudah minggat ke Banyuwangi. Sementara Saya, Hadi dan awak Jaran Dor berziarah ke malam Mbah Sejono Puro, sesepuh yang dianggap mbabat alas Jono. Itulah kenapa disebut desa Jono, berasal dari nama Sejono Puro yang artinya: siapa yang mempunyai hajat di desa Jono pasti terkabul dan disepuro. Keunikan makam Eyang Jono Puro adalah terdapat sebagian tanah yang tidak basah walau terguyur hujan. Bagi Saya, menziarahi makam Mbah Jono Puro artinya silaturakhim kultur dan budaya. Mematurnuwuni perintis sejarah yang mendirikan republik ini. Kami tidak mendoakan, tetapi mengajak ruh mbah Jono untuk berdoa bersama atas paseduluran yang kami jalin antar desa. Tentu saja bukan bersilaturrakhim secara riel, sebab mBah Jono sudah berubah menjadi padatan partikel yang berbeda dengan jasat yang masih hidup.

Khusus mbah Catur dan beberapa sesepuh Jaran Dor juga bertamu ke rumah sesepuh Jaranan Desa Jono. Sedang anggota yang lain menuruti perintah Pak Dasuki agar ledang, yakni bersiaran keliling desa sambil membawa speaker dan tabuhan.

4. Diskusi di Warung Lek Subari dan Musium Malam

Sejak pertama kedatangan rombongan memang diamping PakDe Uban, sosok seniman sepuh yang mengamping hampir seluruh proses berkesenian di Jawa Timur pojok Barat Laut. Sambil jagongan di warung Lek Bari yang berada di depan sanggar, Pak De Uban bercerita masa lalunya ketika mengadakan pementasan di Wonosalam-Jombang bersama Cak Yusron. Meskipun rombongan tidak ingin merepotkan tuan rumah, ternyata PakDe Uban mentraktir sipapun yang ada di warung Lek Bari. Alasan PakDe Uban sederhana namun mendalam,”dayoh iku koyok mayit, dikapaknoae karo tuan rimahe, kudu manut,” sungguh sebuah ungkapan sesepuh yang jaman sekarang tak terdengar lagi.

Sejak pukul 11.00 para pedagang berdatangan, sementara mulai pukul 13.00, beberapa kawan sastrawan, teaterawan juga hadir, terlihat Kang Heri dkk (seniman Bojonegoro, Timur Budi Raja (penyair Madura), Denny Mizhar (Networker Malang), Nurel Javissyarqi (penyair Lamongan), Pak Agung (wartawan Antara), Bonari (sastrawan Trenggalek) dll yang Saya belum mengenal.

Pada jam 13.00 sekitar 25 mahasiswa berbagai Universitas di Malang berdatangan, otomatis warung Lek Bari berjubelan, Pak De yang sudah akrab dengan mereka spontan “ayo, siapa yang ingin bertanya pada KSI dipersilahkan, mumpung bertemu, kuras habis ilmunya, daripada mendatangkan ke kampus kalian.” Warung Lek Subari berubah drastik menjadi CafĂ© diskusi. Saya, Lak Mujib, Ragil dan Mbah Catur digelontori berbagai pertanyaan seputar kepenulisan, pembuatan majalah, menembus media dll. Diskusi warung berakhir setelah jam memungkinkan untuk napak tilas mahasiswa Malang tersebut bersama Pakde Uban mengunjungi Musium Malam yang berjarak 2 KM dari desa Jono. Musium Malam adalah museum di perbukitan terbuka yang berisi fosil tulang belulang ikan laut, bebatuan karang yang usianya diperkirakan sejak pulau Jawa menjadi dasar lautan. Sebab mustahil kerangka ikan dan bebatuan laut yang kadar garamnya tinggi bisa berada di Desa Jono, perbukitan yang jauh dari Laut Utara Jawa.

5. Sekilas Pementasan Negri Sungsang

Sesuai jadwal, pementasan di mulai jam 19.30 dengan terlebih dulu dibuka oleh Camat Temayang. Dalam prolognya Camat Temayang mengatakan betapa kehadiran KSI ke depan akan menjadi media promosi tersendiri bagi Desa Wisata Jono. Sebab setelah mereka pulang ke Jombang, pasti mereka bercerita perihal Desa Jono, getok tular cerita itulah yang sebanding media promo yang tak terkirakan jika dihitung dengan uang. Selain itu Camat Temayang juga memaparkan keunggulan Desa Wisata Jono yang juga mempunya produk unggulan, yakni Sawo Jono dan Pisang khas.

Sekitar 20 menit sebelum pementasan, gerimis tipis (klepyur) mulai turun. Namun penonton makin datang berdesakan dan tak menghiraukan gerimis, padahal separuh arena penonton berupa alam terbuka. Apalagi musik Jaran Dor mulai giro dan para penunggang Jaran Kepang mulai beratraksi dengan tarian khas Jaran Dor yang berbeda bentuk dengan Jaran Kepang umumnya (kulonan), penonton kian terserap.

Atraksi seni tradisi Jaran Dor dalam pementasan Negri Sungsang bertugas menjemput aktor mengawali aktingnya. Namun dibanding waktu latihan, durasi pementasan bertambah menjadi 2 jam. Sebab akhir atraksi Jaran Dor, penari jaran kesurupan, sehingga rekan lain segera menyuiti (bersiul) dari balik layar supaya kuda kesurupan mengejar. Sesampai di belakang layar, dua kuda yang kesurupan segera disembuhkan.

Bagi KSI pentas di desa merupakan pilihan, maka tidak heran selama pertunjukan suara penonton gaduh dan bersautan sehubungan dengan adegan. Peran Ki Bolo Siji Dan Ki Bolo Sewu yang merupakan gambaran ‘wong deso’ berfungsi tepat menghubungkan pemaknaan penonton yang tidak mengenal apa itu teater. Mereka menggap pementasan Negri Sungsan adalah Jaranan yang memakai lakon cerita. Ki Bolo Siji dan Ki Bolo Sewu yang keluar dari kerumunan penonton membuat tepuk sorak riuh. Saya yang memerankan Ki Bolo Sewu, harus akting ndlusup di pangkuan Pak Camat ketika adegan ditakuti tokoh Sampok. Hahaha. Hingga pertunjukan berakhir, penonton tidak bubar, mereka mengira masih ada adegan lakon lagi dan masih kurang puas menonton.

6. Diskusi Seusai Pementasan

Seusai pementasan diskusi dipandu oleh PakDe Uban. Ia mengutarakan keterpukauannya melihat dua kepala desa (seniman) beserta istri masing-masing. Camat Temayang dalam diskusi tersebut menyatakan siap suatu saat manggung di Mojowarno, sebab di Jono juga ada seni Samboyo, yaitu jaranan yang memakai lakon. Timur Budiraja yang juga hadir menyatakan tidak menyaksikan Negri Sungsang secara jelas karena padat penonton. Timur juga akan belajar lebih banyak dari gerakan KSI.

Pak Agung (wartawan Antara) mengatakan kagum dan heran, kok beraninya terater main di desa dan bisa membuat penonton tidak beranjak hingga pertunjukan usai. Berbeda dengan Bonari Nabonenar melihat sudut pandang. Ia mengacungkan jempol pada KSI yang merajut persaudaraan antar desa di kala sering terjadi tawuran antar desa di mana-mana. Sementara Pak Dasuki menjadi gong penutup sidkusi yang mengutarakan terimakasih sebab cuaca tidak hujan seperti hari sebelumnya dan menyatakan kecewa jika KSI suatu saat tidak tampil di desa Jono kembali.

*) Peserta Temu Sastra Jawa Timur 2011 /25 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae