Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=233
Ketika dunia berupa kabut pekat, siapa berkata?
Manakala embun belum terlahir, siapa menggapai?
Di saat sejarah belum tercatat, siapa berbicara kata?
Wewaktu masih berupa potongan-potongan cahaya,
siapa yang dahulu menempati lautan es cahaya? (I: I).
Wanita ditakdirkan melahirkan anak-anaknya,
menyusui anak laki-laki dan perempuan (I: II).
Ia pembuka gerbang langit, ketika kitab waktu belum dipelajari (I: III).
Dia insan tertinggi di muka bumi,
karenanya kabut singkup, mega lenyap, wajah langit biru (I: IV).
Doa ibu mencipta senyum menafaskan angkasa
bagaikan gelombang ke pantai berulang-ulang (I: V).
Perawan cantik sejagat keturunan Hawa, kepadanya cahaya memancar
dan setiap lelaki yang dicintai, niscaya bermahkotakan raja (I: VI).
Menjadikan awan kerudung baginya,
lalu kegundahan menderas bagi menertawai (I: VII).
Begitu singkat keperjakaan memaknai sang gadis, maka melangkahlah
mengikuti harum kanthil menuju taman-taman jauh di sana (I: VIII).
Jangan paksa memegang sayap kekupu,
nanti meronta tinggalkan bekas luka, tangkaplah lewat pandangan saja,
lantaran dirinya telah memahami semerbak angin di udara (: IX).
Perempuan itu kembang di petamanan mimpi,
siapa tandas menghirup kedalamannya, misteri kelembutan bakal sampai
sehalus tirai kabut berwarna-warni di kutub Maha Kasih (I: X).
Bagi bangsa-bangsa menghormati moyangnya, wanita
menjadi panutan, selendang panjangnya menyeret lelangkah
dan dunia setuju, walau berkali-kali terhempas prahara (I: XI).
Ia menciptakan badai-badai maut membuncang,
memusar pisau-sakauw menjemput usia, batu-batu lebur tertiup olehnya (I: XII).
Sosoknya setegar angin ranum melintasi cakrawala,
dalam kelembutan dirinya menyimpan ketegasan (I: XIII).
Ia keindahan mengubur leluka di setiap lipatan rapi,
ia gula-gula yang menguasai pasar kebudayaan (I: XIV).
Keagungannya meneladani batin seniman,
para pemahat, para pelukis, pujangga juga penari
terlahir atas kobaran api semangat keabadiannya (I: XV).
Cinta setia, tulus membasuh lingga hingga tiada berdaya
dalam rengkuhan kasih, renggutan tangan sayang mesra (I: XVI).
Wanita membawa ruhmu ke puncak padang padat pasir lamunan
bagaikan rerumputan hijau bergoyangan atas bisik ketinggian (I: XVII).
Mereka tak sadar sudah melangkah jauh ke onak duri senyuman
yang mengekalkan kelanggengan perasaan (I: XVIII).
Begitu lama tuan meresapi yang tercinta,
namun siapa berkeputusan begitu mulia, bijak lagi mencengangkan dunia?
Dikaulah perempuan dari kerajaan-kerajaan misteri (I: XIX).
Saat mata memahami, tertangkap gambaran mendatang
pula sejarah sebelumnya, ia matahari, mata rajawali di Maospati,
segala yang terlihat didapatkannya sebagai mangsa (I: XX).
Ia sang pemburu lihai, setiap kelepakan sayapnya mencabut nyawa pelena
sedangkan tarian jemarinya mengangkasa, menghapus papan hari-hari pembalasan
kepada bumi yang tak selamanya beredar (I: XXI).
Lentik jemarinya mengalirkan air dari hulu,
butiran embun gugur mengenangkan masa silam (I: XXII).
Gerimis selalu membuka tirai lembut dedaun jendela,
taman raya kembali menuai warna memberi harum mewangi
bagi kesejukan setiap perawan yang dipandang (I: XXIII).
Ratu perkasa jagad ini ialah kecantikan berhilir
sepenuh gemerincing kata-kata penyair (I: XXIV).
Tataplah kekasihmu segelombang samudra, sebab decak canda pantai
ada di depan mata, biru langit biru lautan bersatu mesra,
kerling tak pernah usai nan terus cari penentu (I: XXV).
Kalau ruang langit pada benda-benda,
bentuk ganjil memberi makna yang belum terlahir (I: XXVI).
Keakuan mata berkekuatan, percikkan api menyepuh batu delima,
jati diri utuh bola matanya, dan takdir terdukung ketajaman mata jiwa (I: XXVII).
Sebagian pendapat mata adalah bahasa kalbu,
mata jelita ketika kantuk terlihat sendu (I: XXVIII).
Siapa memasang penglihatannya tiap malam,
siangnya sayu penangkapan, dan bagi penyaksi
menghirau lelangkah magnit purnama (I: XXIX).
Perempuan diberi kejelian lebih, ia sanggup meramal lelaki
walau tanpa terlebih dulu berkenalan (I: XXX).
Bila ada sosok jelita boleh dibeli bola matanya seharga diriku,
maka aku sangatlah beruntung setuju (I: XXXI).
Alis bahasa kedua dari mata,
jikalau seorang lelaki melihatnya selarik fajar merah
janganlah marah dirimu dikejar selamanya (I: XXXII).
Alis lengkungan pantai bagi tertambatnya perahu nelayan,
alis pebukitan karang memanjang bersimpan sumber ketegaran,
sedang lelaki mengharap damai di rimbun ketentraman (I: XXXIII).
Rawatlah alismu, maka pandanganmu akan jitu (I: XXXIV).
Alis lengkungan busur melesatkan anak panah sewaktu awan dalam jiwamu
dan sang cantik selalu menanti kedalaman lelaki pujaan jaman (I: XXXV).
Alis kerejutan tanda sedang diperhatikan
dari jarak tak terlihat dan terjangkau, alis perlambang gerak-gerikmu (I: XXXVI).
Alis kerudung kedua bagimu, bilamana alis dicukur habis
hilanglah bulan sabit menggantung anggun di tengah malam,
sementara lampu-lampu kota hanyalah hiasan (I: XXXVII).
Alis naungan merawat kepurnaan waktu, maka perhatikan
tidak kurang serupa memanjakan tubuh pesonamu (I: XXXVIII).
Tiada salah kaum lelaki memanjangkan rambut,
tetapi sejarah kodrat, kaum wanita lebih lembut dari lentera (I: XXXIX).
Itu rambut panjang tersisir seribukali dalam sehari,
beserta pemandang temukan kilau tiada terkirakan, dan kini
cukup dengan elusan lembut, menemukan kedamaian (I: XL).
Juga rapikan kukumu sebab itu lukisan jiwa pemiliknya,
potonglah sekali seminggu, dan di setiap harinya
eluslah sebagaimana menyucikan tubuh (I: XLI).
Bersih lentik perlambang perawatan badanmu,
mereka segera faham setelah membelai tetangkai jemarimu
yang terasa gemulai lewat jabat tangan perkenalan (I: XLII).
Pada perempuan pekerja, dirinya ada kelembutan lain
dan setiap insan memahami rabahan penuh kasih (I: XLIII).
Bibir selalu dibasahi puja sepohon jati kering berpuasa,
bunga mekar dicumbui embun telah lama dirinya putik
seperti ombak kuluman bibir samudera (I: XLIV).
Ia mengalirkan daya pesona, terimalah waktu di dasar renungan,
hasrat tumpah di jalanan membentang, gerak sadar pun ketaklumrahan (I: XLV).
Putaran ini, bumi merestui lelaki mendaki gunung gamping,
sementara kabut memberi kabar terbaik fajar menyingsing (I: XLVI).
Hadir ingatan lembut serupa bayu bersegala yang tersimpan,
ruang tanpa penyekat, setiap saat ada pengisi (I: XLVII).
Akan berkunjung bagi yang terpanggil, tergerak benang-benang halus,
setiap kehendak lelangkah dipersaksikan, tercatat di lembaran hayat (I: XLVIII).
Kalam menyeret mata pena dari titian cinta meninggalkan curiga,
mengekalkan janji setia secantik sepasang merpati berkejaran di udara
ialah insan diberi kasih dekapan mesra semesta (I: XLIX).
Laksana kisah uap membumbung ke angkasa jiwa
berkecupan di pucuk-pucuk daun disepuh cahaya rasa purnama
pada siratan kluwung, padang rumput memekarkan mahabbah (I: L).
Seumpama sayap lautan bertemu pantai, hati nan tergerai
gugusan bintang permata, pengikat bengi menggugah kelahiran berita (I: LI).
Sakit penuh terobati, ganjil terkelupas hening bercampur lebur,
kelopak-kelopak teratai merawat kerahasiaan malam,
menanti-nanti kehadiran seorang panutan (I: LII).
Walau malam tak seputih batu biduri atau susu murni,
ia tetap datang kepadamu, sebab rindu telah disampaikan awan (I: LIII).
Lintang hadir di pantai pedusunan, rumah membuka dedaun jendela, hasrat
bumi tersentak berdetak, luput dari pandangan memasuki alam temaram (I: LIV).
Ia di sisimu sampai lupa datangnya pertemuan,
melepaskan kejaran ke mana perginya (I: LV).
Tidak patut menyangkal kesungguhan, seharusnya kau dengar, selebihnya
jarak tak terjangkau dari dekat ingin tenang, menuju selimut pengasingan (I: LVI).
Ia melengkapi bila tersingsal, menyuguhkan batin di meja perkenalan,
anggur dinanti-nanti saat sungai mengering, sumber hujan datang kepadamu,
sawah-ladang dahaga memohon (I: LVII).
Dari puncak jauh air mengalir kemari, ke ladang-ladang kerontang
kecuali di kebun tebu, sebab kemarau menghadirkan gairah menantang manisan,
ini hasil perasan penuh kasih, berkeringat kerja sungguh memabukkan (I: LVIII).
Dalam perayaan, ia menarikan gemulainya bulu-bulu sayap burung merak
kala sang raja sedang berburu, itulah terbesar bagimu perihal jejiwa keagungan,
melenggak elok bersahabat, sahaja difahami, hikmahnya mudah didapat (I: LIX).
Marilah hadir bersama keindahan, membimbing kesadaran alam terdalam,
sia-sia dipenuhi hikmah, malapetaka jikalau ajaran berharga dibuat bangga (I: LX).
Bersama kilauan kabut marilah hadir melambai nan mengembang,
murnikan mutiara pagi hijau di jalanan membentang, sesulur awal perjumpaan
mentari walau gerimis, awan rindu sepenggala di tanah basah kelahiran (I: LXI).
Di punggung pebukitan, pesawahan padi tersapu bayu pengharapan,
mengibaskan rambut pepohonan cemara, isyaratkan pergantian musim,
merekam kenangan di setiap degupan, berlalu-lalangnya waktu (I: LXII).
Semulur bayu membawamu ke sana, wahai penanti kesegaran,
setiap petikan kata tertangkap ruhnya kepada jasad pergolakan
darah-daging tercabik mengikuti tarian jerami (I: LXIII).
Bongkahan kayu usia dari tungku masa silam,
menyisakan asap berabu hingga muksa menuju danau pelayaran (I: LXIV).
Hisaplah daun-daun malam melayang, tertangkap di terangnya bulan,
rerumputan terlelap, serangga berkidung di samping kau bercakap,
mengenai titah pujangga dari sepinya impian (I: LXV).
Mengguyur lemah membangkitkan kelahiran, kau bangun wajah berseri,
menyambut kekupu dari kepompong sutra hati (I: LXVI).
Mencipta senyum membayang sewaktu debarannya menguat,
matahari setinggi dahan akasia, heningnya memuncak,
mengisi jiwa tenggelam, debu berhamburan di sorot cahaya (I: LXVII).
Hadir tiada akhir bagi awal jawaban,
bentangan kesunyian berduyun saling memanggil, menanti bagian (I: LXVIII).
Batin isyaratkan anak telanjang dada, menikmati hembusan putri angin
di bawah pohon pada tanah kelahiran pertama (I: LXIX).
Kisahkan hikayat pertemuan sebelum perahu meluncur melaju
menelan gelombang demi badai, semakin menemukan kerahasiaan,
pertanda tujuh hari terlewati bagi gairah kabar di ujung abad (I: LXX).
Yang berdegup luruh, batu terkubur lapisan waktu kesungguhan lebur
di tanah moyang, ialah titah di setiap menyunggi kerinduan (I: LXXI).
Yang lelah tiada terasa, ketika memandang jalan di belakang terlihat awan
mengkumpulkan satu-persatu pegangan (I: LXXII).
Senyum terakhir, bekal pulang tidak terlupakan,
kekal dalam hati, tiada musnah ataupun muksa (I: LXXIII).
Secukup mimpi menyempurnakan bunga tidur di garis wajah,
tetapi tidak sanggup melupakan seluruhnya, itu bekas jejak ia tempuh (I: LXXIV).
Embun di daun jati menghabiskan siang kata bosan, digoyang dedahan
tak terusik sebab waktu belum bertibaan, sesal terucap tiada sampai (I: LXXV).
Apakah sedang bergelagat? Biarkan masa menajamkan lapar,
menerima pandangan kini disangsikan bagi cikal bakalnya langgam (I: LXXVI).
Berkacalah terlebih dulu sebelum ada yang datang ke kediamanmu,
ia di antara mereka, yang lenyap dalam cerminmu (I: LXXVII).
Ia tidak melebih-lebihkan yang ada, di hari nanti penuh diresapi
puting ibu oleh kesungguhan anak-anaknya (I: LXXVIII).
Beranjaklah dari ketersipuan menerima layang darinya,
keprasahajaan laku tiada jemu kegilaan menggapai masa
ialah syair gubahan alam berkembang di musim semi (I: LXXIX).
Menawarkan butiran garam di setiap pantai, buah korma di meja perjamuan,
kesegaran bau melati putih, serta mawar merah berduri (I: LXXX).
Kapas randu ditiup hawa kemarau pegunungan selatan,
masihkah terhempas di dada berdecak kagum kehidupan
akan rindunya malam berdegupan jaman (I: LXXXI).
Barangsiapa sakit menjelma kesaksian ke ujung jawaban
sebagai hakekat terciptanya ada sebelum kelahiran (I: LXXXII).
Bila yang hadir ketiadaan, sambut kekurangan darinya,
tidakkah murka langit melipat-lipat mega menjelma nyata di cakrawala (I: LXXXIII).
Tuhan memberi lebih kepada pupusnya dambaan, namun waktu senantiasa
datang dan pergi tiba-tiba, ini terawat bumi sehingga ada mengikisnya (I: LXXXIV).
Dibawa pergi mengendarai turangga sembrani meninggalkan masa menuju
pucuk-pucuk semesta, sedang para utusan mendekati beruapan kasih (I: LXXXV).
Kabut ganjil, sederap langkah paling lembut,
tetesan embun dilewatinya dalam kedamaian telaga,
menembusi abad nanti yang belum menjelma (I: LXXXVI).
Yang tersenyum menanggapi dengan kagum bergumam,
kalian tanpa bertanya dihantui kala mengikuti nurani (I: LXXXVII).
Semerbak kembang dengan tetangkai menjalar, mengantung di antara ruang
perjumpaan, itulah jelmaan asap dupa dari bumi berkisah keagungan (I: LXXXVIII).
Mereka terkesima geraian rambut jiwamu, jujur menerima persuaan
menghadirkan ketakterhinggaan perasaan, mimpi setengah dibangunkan
teringat nafasmu takkan luput, walau menjauh tinggalkan pantai (I: LXXXIX).
Memetik kembang paling anggun di jalan ia tempuh,
demi persembahan bagimu (I: XC).
Kini berdua setelah para malaikat meninggalkan suasana,
suka cita dibangunkan sayap-sayap seputih kapas randu kemarau,
kaki-kaki mengapit erat punggung turangga sembrani (I: XCI).
Lalu naik ke tingkatan langit paling tinggi,
tiada debu beterbangan, angin lembut melepaskan selendang (I: XCII).
Dan tidaklah perlu memertik sekar kembali di taman duniawi, sebab
di sisinya telah ada, kembang paling manusiawi di antara bunga surgawi (I: XCIII).
*) Pengelana dari desa Kendal-Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, JaTim.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar