Ida Ahdiah
http://www.jawapos.com/
Rumah itu kecil dua lantai, dan jauh dari keramaian. Lantai pertama terdiri dari ruang tamu, dapur, dan ruang makan. Dua kamar tidur dan kamar mandi di lantai atas. Di kanan, kiri, depan, dan belakang masih ada tanah kosong. Supermarket agak jauh. Begitu juga klinik.
Dua blok dari rumah ada taman besar, menjorok ke sungai, yang membelah pulau. Piere yang lahir di sebuah kota kecil, di tepi sungai, dengan dermaga kayu tempat menambatkan perahu, menyukai kedekatan rumah itu dengan sungai.
''Mari kita hitung berapa uang yang kita miliki,'' kata Piere sambil menggenggam tangan istrinya, Siti.
Berdua mereka menatapi rumah berdinding bata merah itu.
''Jika kurang uang kita jual rumah yang di Indonesia,'' ujar Siti.
''Kau sudah tak sabar, ya?''
''Apartemen itu tak layak huni lagi."
Musim dingin lalu, di bawah temperatur -30, pemanas di apartemen tak berfungsi. Piere dan Siti tidur mengenakan baju hangat, berlapis jaket
tebal, penutup telinga, kaos kaki, kaos tangan, dan berselimut tebal. Tak ada yang bisa diminta pertanggungjawaban. Pemilik apartemen, Madame Chantal, yang tinggal di apartemen bawah, sedang berlibur ke Kuba.
''Sejak lama aku ingin pindah dari apartemen ini, tak perlu membeli rumah, cukup pindah ke apartemen lain. Tapi katamu, tempat ini penuh kenangan. Perjuangan masa mudamu kau mulai di sini,'' tutur Siti.
Apartemen di wilayah itu umumnya dibangun dua lantai, berjejer sepanjang jalan, dimiliki per orangan. Tak seperti apartemen baru yang dibangun menjulang ke atas dan dikelola oleh perusahaan. Tempat yang Piere diami memiliki satu kamar tidur, ruang tamu, dengan dapur yang menyatu dengan ruang makan. Cat temboknya kusam. Warna karpetnya pudar. Kompor, pemanas, dan air panasnya masih menggunakan gas, bukan listrik seperti di apartemen yang dibangun belakangan.
Madame beberapa kali menawari Piere untuk membelinya. Ia bisa mencicilnya bila belum punya cukup uang. Piere suka lingkungan tua, jalan-jalan kecil dengan trotoar batu, yang dirindangi pohon-pohon tua dan besar. Jaraknya hanya satu blok dari statsiun bawah tanah. Supermarket dan rumah sakit juga dekat. Tapi Piere melupakannya karena ia belum punya cukup uang.
Sampai satu saat karena pekerjaan, ia dikirim ke Malaysia. Piere pamit pada Madame dan menyelesaikan kewajibannya membayar sewa. Saat Piere hendak membuang barang-barang miliknya, Madame Chantal berkata, ''Simpan saja barang-barangmu, aku tidak keberatan.''
''Tapi orang-orang penghuni sesudahku akan terganggu.''
''Kau pikir aku akan menyewakannya pada orang lain?''
Di Malaysia ia bertemu Siti, perempuan yang ia cintai apa adanya. Perempuan yang memperlakukannya berlebihan, mencium tangannya dengan hikmah saat ia hendak pergi dan pulang kerja. Perempuan yang tak berani menatap matanya kala bicara. Perempuan yang menyeduhkan kopi dan menyiapkan sarapan sebelum ia bangun tidur.
''Kamu istriku, bukan pembantuku,'' kata Piere, yang jengah dan tak terbiasa diperlakukan istimewa karena ia laki-laki. ''Mintalah bantuanku jika kamu butuh. Aku bisa memasak, biasa mencuci baju, bersih-bersih rumah.''
Siti tercengang. Menjadi satu-satunya perempuan dari empat saudara lelaki, Siti terbiasa melayani. Pagi hari, ia diminta menyediakan kopi atau teh untuk ketiga kakaknya. Siti yang mencuci baju. Jika kakaknya perlu baju licin dan rapi mereka berteriak meminta Siti menyetrika.
Siti harus mengalah ketika diminta sekolah sampai SMA saja. Saat itu satu kakaknya butuh uang untuk masuk kerja. Masih pula, ketika ia bekerja, diminta membantu seorang kakaknya membuka warung rokok.Piere terpana saat tahu Siti masih mengirim uang untuk kebutuhan ponakan-ponakannya. ''Mereka sudah bukan kewajibanmu lagi.''
''Kakak-kakakku tak punya cukup uang.''
''Mengapa mereka punya anak?''
''Berkeluarga, ya, pantasnya punya anak.''
''Kalau mau punya anak, ya pantasnya bekerja.''
''Sudah, sudah. Aku tidak pakai uangmu, kok.'' Siti menangis.
Piere yang mencintai Siti apa adanya membeli sebuah rumah di dekat kebun teh. Di depannya ada sungai kecil yang airnya jernih menampakkan batu-batunya yang berlumut. Berdua mereka suka duduk di atas batu di tepi sungai, menghabiskan sarapan ketan bakar.
Piere merasa beruntung penghasilannya dengan dolar di negara ASEAN membuatnya mampu membeli rumah. Dengan penghasilan yang sama di negerinya, ia hanya mampu menyewa apartemen tua. Namun karena pekerjaan pula Piere harus kembali ke negerinya. Ia meminta keluarga Siti merawat rumah tersebut. Syukur-syukur bisa menyewakannya.
''Mulailah memikirkan dirimu dan berbagi perhatian denganku,'' kata Piere saat ia mengajak Siti ke negerinya.
Siti tidak ragu. Ia akan berbagi hidup dengan lelaki yang telah menunjukkan tidak saja cinta, tapi juga hormat.
***
Piere lega apartemennya dulu masih kosong. Bahkan menurut Madame, ia tak pernah menyewakannya pada siapa pun.
''Kapan kau akan mulai menghuninya? Bersihkan sendiri, ya. Sejak kau pergi hanya satu kali aku membersihkannya. Mungkin sudah banyak sarang laba-laba sekarang,'' tutur Madame di telepon.
''Akan kubersihkan bersama istriku.''
''Kau sudah beristri! Orang mana?''
''Lihat sendiri nanti. Dia belahan jiwaku.''
''Akhir pekan datanglah untuk makan siang, merayakan kedatanganmu, pernikahanmu.''
''Terima kasih, Madame.''
Untuk Madame Chantal mereka menyiapkan suvenir taplak meja batik Pekalongan warna daun musim gugur.
''Apa kabar?'' sambut Madame Chantal seraya mencium kedua pipi Piere saat mereka tiba di rumahnya.
''Siti, istriku,'' Piere merangkul bahu Siti.
''Senang bertemu Anda.'' Ia menjabat tangan Siti.
Acara makan siang itu terasa lambat dan membosankan bagi Siti. Ia duduk menyuap makanan. Matanya bergantian melihat piring, wajah Madame , lalu wajah suaminya. Madame mendominasi percakapan.
''Ini kuncinya kalau kau mau bersih-bersih,'' kata Madame akhirnya.
''Jangan kaget, ya, beda sekali dengan rumah kita di kebun teh,'' bisik Piere seraya membuka pintu apartemen dan menyalakan listrik.
Siti diam saja, meski ia kaget, mengetahui Piere tinggal di apartemen tua, kecil, yang pengap dan bau apek itu.
''Kau keberatan tinggal di sini?''
''Kau tahu aku pernah tinggal di rumah lebih jelek dari ini.''
''Aku suka di sini karena sewanya murah, dekat ke mana-mana.''
''Aku mengerti.''
''Uang yang ada kita tabung sampai cukup untuk uang muka rumah.''
Siti setuju. ''Ayo, kita mulai bersih-bersih,'' ajaknya.
Siti menyapu, Piere menggosok lantai. Piere membersihkan kamar mandi dan kompor. Piere juga memvacum karpet dan sofa. Siti melap kursi, meja, lemari, dan tempat tidur.
''Minggu depan kita mulai tinggal di sini,'' ujar Piere.
***
Awalnya Siti menyukai pemukiman yang dekat ke mana-mana, yang mayoritas dihuni orang kulit putih itu. Namun bulan demi bulan, ia mulai merasa kesepian. Para penghuni rumah dan apartemen lebih suka menutup pintu rapat-rapat. Jika pun bertemu hanya senyum kecil, tidak suka berhenti untuk bercakap-cakap.
''Piere, aku kesepian,'' Situ berterus terang.
Piere kemudian mengajak Siti ke Plamondon, sebuah wilayah yang banyak dihuni orang ASEAN, khususnya Filipina. Di situ Siti menemukan warung yang menjual tahu, pete, ikan asin, ongol-ongol, dan bakpao. Sepekan sekali Siti ke sana, duduk di taman, mengobrol dengan teman-teman baru, kendati ia harus naik kereta api, melewati 9 statsiun.
''Mari kita pindah dari pemukiman ini. Kita cari rumah dengan harga terjangkau, yang dihuni oleh berbagai warna kulit,'' putus Piere.
Siti berterima kasih atas pengertian Piere.
***
Uang yang Piere dan Siti miliki hanya cukup untuk membayar uang muka minimal. Sisanya mereka harus mecicil selama 20 tahun dengan bunga tinggi seperti yang ditawarkan bank. Mereka benar-benar harus mengetatkan ikan pinggang. Siti lebih suka cara lainnya, memberi uang muka besar dan cicilan rendah dengan jangka 20 tahun juga.
''Kita jual saja rumah di kebun teh,'' usul Siti.
''Jika kau tak keberatan.''
''Kita juga tak menghuninya.''
''Kau yang memutuskan.''
''Aku akan sms Ibu,'' kata Siti.
''Mudah-mudahan urusan dengan bank selesai segera. Lalu kita pindah musim panas ini.''
''Aku akan syukuran, membuat tumpeng.''
''Undanglah teman-teman Filipinamu.''
''Menurutmu kita akan membawa semua benda-benda ini.'' Siti menunjuk meja makan, kursi, sofa, tv, yang semuanya sudah dimakan usia.
''Aku kira, ya, sampai kita bisa membeli barang-barang baru.''
''Juga itu.'' Siti menunjuk lukisan reproduksi karya Monet berjudul Au Jardin. Piere menggeleng. ''Itu punya Madame. Ibu sudah membalas smsmu?''
''Biasanya Ibu membalas smsku segera. Di Indo pukul 7 pagi. Mungkin Ibu ke pasar lupa membawa HP. Bisa juga baterainya habis.''''Ya, sudah kita makan malam dulu.'' Piere membuka kulkas, mengeluarkan makaroni keju dan menghangatkannya di microwave. Siti mencuci letus, ketimun, dan tomat untuk salad.
''Kita perlu membeli mesin cuci dan kompor baru.''
''Butuh gorden, keset kamar mandi, rak sepatu... Kebutuhan kelihatannya banyak.''
''Butuh tempat tidur baru buat anak kita,'' bisik Siti meraba perutnya seraya melirik Piere.
''Siti...''
''Kemarin aku cek kehamilan...''
''What!'' Piere terlonjak dan membawa Siti ke pelukannnya. Lalu ia mendaratkan ciuman di dahi istrinya. ''Jaga diri baik-baik. Aku akan turut menjagamu.''
''Anak ini mudah-mudahan membawa rezeki,'' kata Siti.
''Yang jelas kita harus bekerja lebih keras, jangan seperti kakak-kakakmu yang sukanya minta uang kamu," sambung Piere.
Musik mengalun dari HP Siti, pertanda ada sms. Balasan sms buat Siti dari kakaknya nomor tiga.
Lima bulan lalu kakak sulung kita menjual rumahmu. Ia terlibat hutang di bank. Sudah seminggu Ibu di rumah sakit terkena serangan stroke. Sebelah tubuhnya tak bisa lagi digerakkan. Tolong kirimi kami uang...
Siti pingsan.
------------------------
Montreal, Musim Dingin 2007
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar