Pembacaan atas subyek-obyek dalam puisi penyair Lamongan
Haris del Hakim
Bajaj Bajuri di Trans TV dapat dikatakan sebagai film komedi dengan rating pemirsa yang tinggi, terbukti masih terus diputar meskipun diulang-ulang. Begitu pula dengan OB di RCTI. Kedua film itu bersetting budaya Betawi; zaman dulu adalah Batavia, pusat administrasi VOC Belanda yang imperialis dan kolonial. Dalam film itu kita bisa melihat karakter orang Betawi yang selalu menang sendiri dan tak terkalahkan, berseberangan dengan karakter orang yang selalu naif yang diperankan sebagai orang Jawa (istilah Jawa bagi orang Betawi adalah penduduk Jawa selain mereka); dalam Bajaj Bajuri kita bisamelihat tokoh Emak Etti yang cerdik dan licik berseberangan dengan Mpok Hindun yang kenes dan endel atau Yusuf bin Sanusi sebagai orang Betawi yang paling naif dengan Parti yang mengalah dan tak berdaya menghadapinya bahkan mau diperistri, sementara dalam OB adalah Saodah yang gembrot dan selalu menang berhadapan dengan Sayuti yang Jawa yang lamban dan tidak cerdas.
Gambaran di atas seperti yang dilukiskan dalam Orientalisme karya Edward W. Said tentang hegemonisasi Barat terhadap Timur sebagai pintu gerbang imperialisasi, “Sekelompok orang yang tinggal di satu tempat tertentu akan menciptakan batas-batas antara tanah tempat tinggal mereka dengan lingkungan terdekat dan kawasan luar yang mereka sebut “tanah orang biadab”” (Said: 70).
Proses hegemoni warisan budaya kolonial dan imperial tersebut sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda dan bertahan hingga sekarang. Secara geografis Betawi memang diuntungkan sebagai pusat pemerintahan dari masa kolonial Belanda hingga pemerintahan Republik Indonesia. Kemudian, bagaimana orang-orang non-Betawi menyikapi hal itu? Pembacaan terhadap puisi penyair muda Lamongan dalam antologi Absurditas Rindu terbitan Sastranesia menjadi penting untuk dibahas.
***
Kata ganti “kita” dan “mereka” beserta padanannya merupakan representasi paling sederhana untuk menciptakan batas-batas karakter dan kekuasaan. Padanan kata “kita” adalah “aku” atau “kami” dan selainnya adalah “yang lain”. “Kita” adalah subyek dan “yang lain” adalah obyek. Nafas transenden dan religiusitas melebur dalam jarak subyek-obyek yang bersifat serampangan ini. Kalau diselusuri secara mendalam keberjarakan itu selalu ada, seperti keberjarakan konsepsi kita tentang yang transenden yang selalu berubah seiring pengalaman dan usia. Ketika kanak-kanak gambaran transenden harus berwujud konkret dan mudah dijelaskan dalam logika anak-anak, namun pada usia dewasa lebih cenderung ke arah konsepsional abstrak yang lentur. Akan tetapi, tetap tidak lepas dari keberjarakan dan perbedaan antara subyek dan obyek.
Meskipun demikian, pembacaan ini tidak lantas menahbiskan perlawanan diametral antara daerah dan pusat seperti yang pernah terjadi pada tahun 80-an, namun bukan berarti takut untuk selalu melakukan perlawanan terhadap pusat.
Bagaimana penyair muda Lamongan menggunakan dan mendeskripsikan kata ganti tersebut?
AS. Sumbawi dalam puisi Dia Sedang Terbang menggambarkan “yang lain” bahwa dia sedang terbang//dibawa angin yang tertangkap//dari sinetron ABG dan kisah cinta… dia sudah tak terjangkau malam itu//ketika rinduku lega di ruang tamu//tapi, dia berkata://besok saja, kulihat lukisan itu. Dia sebagai yang lain dilukiskan berkarakter imajinatif dan melayang-layang bebas sekaligus berkuasa dengan gaya birokratisnya yang senang membuat orang lain menunggu, besok saja. Sedangkan aku sebagai subyek yang merespon adalah aku nekat beranjak pergi//dengan sebuah lukisan//—potretnya—tergulung// //ketika rinduku lega di ruang tamu// //ah, lega rasanya//tak sampai tumpah rasa//terbuang dalam keranjang sampah//—yang kubayangkan—//dipunguti dua ekor ayam//yang telurnya hampir//kusantap tiap malam. Aku sebagai subyek berkarakter memberi dan menunggu, apakah pemberiannya diterima atau tidak, serta pasrah atas keputusan sekaligus pandai menghibur diri terhadap apa pun yang terjadi pada dirinya.
Ali Makhmud dalam puisi Cipratan Kata tidak menggunakan kata ganti “kita” dan padanannya, namun bisa dikatakan engkau dalam puisi adalah aku sebagai subyek dan suasana yang dibangun merupakan obyek. Obyek di sini dilukiskan sebagai malam tiba-tiba tak lagi//melukiskan warna//menjaga dengan kerlip//lilin pada cemasnya yang terlelap//sesekali redupnya memunculkan igauan//waktu siang, memaksa engkau. Deskripsi “yang lain” yang suram dan tidak mempunyai harapan itu ternyata masih berkuasa untuk memaksa engkau untuk merangkai kembali cahaya//sebentar-sebentar padam//berharap ia tak terjaga//dalam percikan kata-kata//diam. Subyek itu pun tidak berdaya menghadapi paksaan dan mengeras diatas nyata//ia pun mengelap cipratan kata//yang tak lagi bias. Kata yang tak berbias seperti sebuah keyakinan, namun sayang keyakinan itu masih abstrak dan tak terjelaskan dalam puisi ini.
Anis CH sangat jelas menggunakan kata ganti tersebut sehingga mudah untuk dipahami. Dalam puisi Pada Suatu Hari Di Ujung Subuh dia menggambarkan “yang lain” dengan jelas Kata-katanya terlalu lugas untuk//Kumaknai, betapa pun kamus—//Kamus itu tersaji di hamparan mataku. “aku tak bisa membaca”, kataku//waktu itu yang kemudian telapak//tanganmu menenggelamkan kepalaku//pada hangat ketiakmu// //Awan terlalu tinggi untuk kau bisa//Terbang dan mengambilnya segumpal//Untukku…//Maka latihlah sayapmu agar tak kaku//Dan belajarlah terbang agar kau//Bisa mengambil lebih dari segumpal awan-awan itu// //Agar kau bisa menjadikannya apa saja//Dan tak lagi putih, biru dan kelabu warnanya.// //Katamu, tak perlu gelisahmu kau//Hadirkan sebuah kupu-kupu yang//Terluka sayapnya tak mungkin menyeret//Pintu samudra di kakiku. Subyek benar-benar diliputi rasa kuatir dan ketakutan tidak mampu memahami “yang lain” dan memilih untuk tenggelam dalam rasa aman tanpa resiko berhadapan dengan “yang lain”. Bahkan, subyek berharap agar obyek berlatih dan berusaha agar dapat menguasai dirinya.
Ariandalu S. dalam puisi Cerita Merpati Pada Suatu Pagi menuliskan Lama aku tertegun melihat merpati yang bertengger diantara tumpukan jerami tengah mengusap-usap keringat di kepalanya dengan sayapnya yang pucat, ia semakin merunduk lalu bersimpuh pada sudut pandangan kosong di antara ilalang yang seakan asik berbicara dengan angin// //Tak lama kian kulihat kesendiriannya telah hadirkan iba pada diriku, lalu kuhampiri dengan sejuta tanda Tanya, dan aneh ia malah tersenyum memandangku dengan matanya yang lembut seakan memberi ketenangan pada diriku, lalu ia bicara "hai maukah kau menggantikanku, aku terlalu lelah berkabar pagi, setelah larut dalam arus badai semalam, aku ingin istirahat dan setelah itu aku akan berada disampingmu mendengar kau bercerita tentang cinta pada suatu pagi nanti" dan iapun tertidur pulas sepulas bulunya yang sebagian terbang tertiup angin. Aku hanya terdiam melekat apa yang diucapkan merpati tadi pada suatu pagi. “Yang lain” dalam puisi ini dimetaforkan dalam wujud merpati yang sudah tidak berdaya dan rapuh serta mencari pengganti. Pengganti itu dialamatkan pada aku, subyek. Sayangnya, subyek tidak menerima atau menolak dengan sikap yang tegas tetapi justru terpukau oleh fenomena yang dihadapinya.
Atrap S. Munir dalam puisi Kepada Engkau menyatakan Aku disini hanya menangkap makna//Setiap kepak sayap burung dalam dada//(seperti engkau tebar ridho dengan cinta//dari doa aku berserah)// //Wahai engkau//Mungkin harus tiada tersisa yang kita punya//Untuk mengubah zaman//Sebab dimana engkau hidup harus bisa;//Maka beri arti setiap desah nafas peluh//Pada kesempatan hari untuk memberi roh//Pada mimpi-mimpi. Aku subyek hanya menjadi subyek yang pasif dan berserah sebagai penangkap mimpi yang diberi roh oleh “yang lain”. Obyek meskipun tidak berdaya tetap sebagai yang ideal dan harus bisa berbuat apa saja.
D. Zaini Ahmad dengan puisi Fantasi Sampah menyatakan Dalam sebuah ruang aku terburai dalam//fantasi//Simpuh meratap hidup tiada arti// //Sembari kulihat manik-manik linang//air mata//Dalam sebuah cermin//Wajahku hitam kelam//Tiada setitik sinar putih memancar// //Diriku sadar//Diriku tertimbun di antara bau busuk//sampah dan kerumunan lalat//dalam cakaran pemulung// //Diriku tiada berdaya dalam tumpukan//Sampah//Bersimpuh bersama tarian-tarian lalat//Memohon ampun dan rahmatNya. Subyek di sini bermetafor dengan sampah yang kotor dan buram bersahabat dengan lalat-lalat yang tidak berdaya, bahkan di antara tumpukan sampah sendiri. Sampah yang tidak berdaya karena sampah itu sendiri. Identifikasi terhadap sampah tidak menemukan aspekesensial dari sampah yang dapat membantu proses keberlangsungan alam semesta. Obyek digambarkan sebagai pemilik ampunan dan rahmat yang kepadanya subyek memohonkannya.
Ghaffur Al-Faqqih kelihatan sangat unik dalam puisi Terpedaya. Tanpa kata ganti yang sepadan dengan subyek, digambarkan bagaimana suasana itu seperti air bah yang menghanyutkannya. Obyek telah bermurah hati dengan nikmat, namun subyek justru Semakin tersesat kenikmatan//Pandangan kabur//Berjalan diatas keraguan membuat//mata-mata buta//Terperosok jurang keindahan.//Dimana hitam, putih sama//Roh-roh menawarkan anggur//Menepis keimanan.//Takberdaya atas nikmatMU//Lupa akan daratan//Tenggelam akan nikmat dunia.
Heri Listianto dalam PANGGUNG SENYUM menggambarkan milik subyek yang telah teridentifikasi oleh obyek. Heri menulis Kotak jurnalku terkapar//Mengabsen jari-jari lengking//yang berjalan menggelitik diatas wacana itu,// //Kitapun mulai mendata//partikel-partikel yang berjalan setengah langkah. Puisi ini berbeda dengan sebelumnya, karena subyek telah mengatur langkah untuk entah meskipun baru setengah. Mengapa? Jawabannya ternyata sangat mistis dan terdengar tidak berdaya. Mungkin, malaikat rumput//mulai takluk oleh para kambing//Yang menunjuk para moderator//Dalam sidang para "Hayawan".
Imamuddin SA. seperti judul puisinya, Emanasi, menggambarkan ketergantungan yang erat antara subyek dan obyek, bahkan subyek sebagai bagian obyek; debu-debu jiwaku//adalah kesemestaanmu,//tanpa percik cahayamu kan berlalu. Hal yang unik di sini adalah obyek ternyata dapat terkondisikan oleh “yang lain” bagi obyek, obyek yang sekaligus subyek, seperti dalam bait puisinya Rotasi masa pengubur ari//Dalam legenda misi atau sangsi//Telah membawamu di hening emanasi.
Javed Paul Syatha dengan puisi Absurditas Rindu mendefinisikan obyek itu dengan sangat jelas sebagai samsara rindu; sebuah perjamuan di suatu rumah//dimana kedekatan terus membuat makna//mencoba menetapi pada jalanan waktu. Obyek tersebut memberikan pengaruh yang sangat gamblang pula terhadap subyek dengan membuatku mengenali segenap ruang bagi jiwa//sebagai pengendali yang hebat//diperjalanan beratus abad lampau dan nanti//[melampaui semua rahasia semua misteri]. Sikap subyek terhadap obyek pun menjadi defensif dan mempersembahkan sesuatu yang esensial namun masih belum sempurna, duh, hanya anggur yang akan kusuguhkan//untukmu//dan pergelasnya adalah cahaya//serangkaian cahaya dari ujung ke ujung atau bukalah pintu rumahku secara penuh. Sikap tersebut berasal dari ketulusan rindu yang sangat ideal yang nantinya diharapkan dapat menjadikan subyek menjadi ideal seperti halnya obyek. Subyek adalah perindu obyek yang juga merindukan subyek, sehingga lahirlah keagungan tanpa batas. Subyek ternyata juga waspada apabila rindu tersebut tidak tulus dan mengancamnya dalam hati yang gelisah tanpa langkah yang lebih konkret, yang mengabaikan rindu//namamu tertulis dalam kegelisahan janji//[adalah laksana cermin yang memancar//lantas menghilang engkau dalam kegaiban].
Kadjie Bitheng MM dalam Perjalanan menggambarkan subyek yang tidak jauh berbeda dengan para penyair sebelumnya. Kesadaran subyek adalah kesadaran sebagai yang tersesat yang mengagungkan dirinya, namun hal itu bukan karena kesadaran akan kondisi ketersesatannya melainkan karena obyek yang ideal dan cita-cita subyek untuk setara dengan obyek. Keunikannya justru dengan larut dalam ketersesatan itu dapat memperoleh buah dari obyek. menelusuri perjalanan//tersesat aku//pekat masih menghantarkan rindu//pada spasi spasi perjalanan//dan diantara rongsokan rongsokan kata//kusembah jua diriku//karena Engkau//penghias instalasi instalasi ruang//dan waktu masih kueja sebagai tanda koma//menelusuri belantaramu//terpahat aku//oleh gemerincing ranting dan dahan//melebur ruhnya pada kedalaman dzikir//dan tubuhku gemetar//menyalalah rindu mencakar cakar//dinding relung nuraniku//dan cemburu telah lebur dalam pekat//dan ruhku menggeliat tersesat//dalam kedalaman dzikirmu//dan diantara pohon pohon berjajar rapi//ku petik buahMu di sini. Obyek tersebut adalah penghias instalasi ruang dan waktu.
***
Semua penyair muda yang sangat berbakat tersebut mempunyai pola pikir yang hampir sama antara satu sama lain. Mereka menggambarkan subyek yang cenderung pasif dan tidak berdaya berhadapan dengan obyek. Subyek tetap subordinan dari obyek yang sangat kuat, namun satu hal yang unik adalah sebagian besar mengungkapkan kemuraman dan keputusasaan pada diri obyek. Sikap itu timbul dari konsepsi ideal tentang obyek yang dibarengi konsepsi tidak ideal tentang subyek. Benarkah subyek tidak memiliki apa-apa sehingga sedemikian legawa untuk menjadi subordinan?
Jawabannya pasti tidak dan kita harus bersekutu untuk menemukan dan menjadikannya sebagai mata tombak yang tajam. Sastranesia telah memulai dengan menyodorkan lembaran paling berharga untuk dijadikan batu altar pijakan, semoga altar ini dapat menjunjung manusia-manusia besar yang berpijak di atasnya ….
Surabaya, 7 Agustus 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar