Sabtu, 06 Desember 2008

Dari Perbendaharaan Lama

Taufik Abdullah
http://majalah.tempointeraktif.com/

ALKISAH, tersebutlah perkataan bahwa Syekh Shaqiq Zahid memberikan nasihat kepada Sultan Harun al-Rasyid.

”Ya, Amirul Mukminin, ketahuilah olehmu yang mata air itu engkau juga dan segala menteri dan hulubalang dan lain daripada itu seperti segala sungai juga umpamanya. Jikalau mata air itu suci dan segala sungai itu keruh tiada mengapa. Tetapi jika mata air itu keruh dan segala sungai itu suci tiada berguna.”

Maka sangatlah terharu Sultan mendengar perkataan ini karena Baginda merasakan juga akan kebenarannya. Syekh pun berkata lagi bahwa adapun ”mata air” itu pangkal segala-galanya, karena ia adalah Sultan Khalifatur rahman dan Sultan Zilu’l-lahi fi-l alam. Sebab, jika tidaklah demikian halnya, ”Raja itulah bayang-bayang iblis dan khalifah seteru Allah Ta’ala jua adanya.” Tapi, walaupun raja itu ”adil” dan kekuasaannya pun besar pula, ”sungai-sungai” harus sadar bahwa raja tidak lebih daripada ”hamba Allah”, yang telah dikurniai Allah ”kerajaan” dan ”kebesaran”. Karena itulah mereka harus menjaga kesucian atas kepercayaan yang telah diberikan Allah itu.

Dan Tajus-salatin atau ”Mahkota Segala Raja-raja” adalah kitab yang dikarang untuk mengajarkan dan mengingatkan orang akan tanggung jawab kekuasaan, atau dengan kata lain, ”kitab inilah tanda kurnia Allah Ta’ala akan kebajikan dunia dan akhirat”. Kitab ini boleh dikatakan risalah teori politik Islam tertua yang dikarang dalam bahasa Melayu. Mungkin diterjemahkan dari bahasa Persia, tapi tampaknya kitab ini adalah karya asli yang dipengaruhi Persia.

Kitab ini ditulis pada 1603 di Aceh Darussalam oleh Buchari al-Juhara. Penulisan kitab tersebut pada tahun ini bukanlah suatu kebetulan sejarah belaka, karena di masa itu Aceh Darussalam berpuluh tahun dilanda kemelut takhta. Para sultan bisa bertahan beberapa lama saja—ada yang mati terbunuh, ada yang dimakzulkan, dan bahkan ada juga yang dipenjarakan. Tidaklah salah kalau dikatakan bahwa Tajus-salatin adalah kitab yang paling berpengaruh di bumi Nusantara ini. Menurut Babad Yogya, sebagaimana dikutip Peter Carey, kitab ini adalah bacaan kegemaran Hamengku Buwono I, sang pendiri Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Diponegoro menasihati saudaranya, Hamengku Buwono IV, agar mempelajari kitab yang telah dibacanya ini.

”Tajus-salatin,” kata Carey, ”adalah teks pertama yang disalin di Keraton Yogyakarta, setelah Perang Jawa—suatu periode yang menunjukkan suasana renaisans dalam penulisan babad setelah perampokan besar-besaran oleh Inggris pada 1812.” Selama abad ke-19 kitab ini empat kali diterjemahkan ke bahasa Jawa. Jadi tak perlu heran kalau ada tulisan Ronggowarsito yang membayangkan pengaruh Tajus-salatin.

Sudah tentu pengaruh kitab ini sangat besar di daerah yang berbahasa Melayu. Konon Sultan Johor menolak ajakan Inggris ikut berdagang di Singapura, yang baru ”dijualnya”, karena terpengaruh oleh ajaran moral kitab ini. Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, yang biasa dianggap sebagai tokoh peralihan sastra Melayu ”klasik” dan ”baru”, mengecam para raja di Tanah Semenanjung yang dianggapnya telah dekaden dan ketinggalan zaman . ”Maka sebab itu,” tulisnya, ”patutlah segala raja-raja itu menaruh kitab Tajus-salatin dan memilih akan dia setiap hari.”

Kitab ini dimulai dengan doktrin keagamaan, ”Siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya.” Ada pula peringatan bahwa hidup ini tak ubahnya seperti ”mimpi” saja, ”Dan apabila ia jaga daripada tidurnya, suatu pun tiada diperolehnya daripada mimpi itu,” karena dunia ini tidak lebih daripada ”pemberhentian” atau ”rumah” saja. Sekarang masuk, besok akan keluar. Dengan mengenal diri sendiri, manusia bisa mengenal Allah, maka ia pun menyadari juga hakikat ciptaan-Nya—dunia hanyalah tumpangan menjelang maut.

Jika saja ajaran kitab ini disederhanakan sekali, tampaklah bahwa segala bentuk dan corak kekuasaan semestinya bertumpu pada satu ajaran fundamental, yaitu terwujudnya keadilan. Tapi apakah ”adil” itu? Maka dikatakanlah bahwa ”yang adil itu kemuliaan agama, juga buat Sultan dan kebajikan sekalian manusia juga”. Sesungguhnya bagi kekuasaan ”pekerjaan adil adalah hikmat daripada Allah”. Perbuatan adil sang penguasa sama dengan 60 kali beribadah haji.

Secara moral dan agama, legitimasi atau daulat kekuasaan ditentukan oleh perbuatan dan pancaran keadilan dari sang penguasa. Tanpa adanya keadilan, maka secara moral keabsahan kekuasaan itu telah lenyap—”hilang daulat daripada aniaya”. Atau dalam rumusan yang lebih umum, ”Raja adil raja disembah, raja tak adil raja disanggah.” Tapi bagaimanakah bentuk ”sanggahan” yang dibenarkan terhadap ketidakadilan itu? Maka salah satu versi Tajus-salatin pun mencoba menjawabnya dalam bentuk sebuah dialog. Penguasa yang tak adil itu sebenarnya ”telah berpaling daripada hukum Allah dan menyangkal syariat itu seteru Allah Ta’ala dan seteru Rasul Allah. Maka haruslah kami berseteru dengan seteru Allah Ta’ala itu”.

Jadi, kalau begitu dibolehkankah melakukan tindakan ”durhaka” terhadap ”daulat” atau berontak? Tajus-salatin pun memaparkan kisah Nabi Musa yang menyelamatkan umatnya dari aniaya Firaun. Musa dan umatnya selamat, tapi Firaun dihukum Allah ketika laut yang terbelah kembali menyatu. Jadi ”sanggahan” tidak bisa disalin menjadi ”durhaka” kepada ”daulat”. Hukuman akhir akan ketidakadilan ada di tangan Allah.

Pandangan ini juga diajarkan oleh Sejarah Melayu, kitab termasyhur yang menguraikan sejarah Malaka. Dikisahkanlah bahwa ketika Bendahara dan para pengikutnya mengetahui bahwa ia dan menantunya, Tun Ali, akan dibunuh Sultan Mahmud, ia melarang anak buahnya membela diri, ”Hai, Hasan hendak membinasakan nama orang tua-tuakah? Karena adat Melayu, tiada pernah durhaka.” Maka Bendahara dan pengikutnya pun dibunuh. Keinginan Sultan mempersunting Tun Fatimah, janda Tun Ali yang putri Bendahara, tercapai. Tapi sebuah ajaran terselip juga. Sultan Mahmud, yang telah mengangkat anaknya, Sultan Ahmad, sebagai penguasa, harus merasakan apa artinya kekalahan. Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511). Rupanya hukuman Allah atas ketidakadilan datang dari kekuatan luar. Dan pusat kerajaan pun harus pindah ke Johor.

Kisah pun dilanjutkan oleh Tuhfat an-Nafis, kitab yang sangat bagus yang ditulis Raja Ali Haji pada awal abad ke-19. Dikisahkanlah bahwa pada suatu saat Sultan Johor bertindak terlalu sewenang-wenang dan zalim. Sekali peristiwa, ketika ia pulang dari masjid, seorang hulubalang menikamnya, maka sejak itu ia pun diingat sebagai Sultan Mahmud Mangkat Didulang. Karena ia tidak meninggalkan keturunan, dinasti Malaka pun dianggap berakhir pula (1699) dan Bendahara ditabalkan sebagai sultan. Tapi beberapa waktu kemudian Raja Kecil, yang dibesarkan di Pagaruyung, datang ke Bintan dan menyatakan dirinya sebagai anak Sultan Mahmud yang dapat diselamatkan. Kini ia menuntut haknya. Sultan Bendahara terusir dari istana dan bahkan dibunuh di Pahang. Hanya, bukankah dengan begini Raja Kecil telah durhaka juga? Ketika itulah putra Sultan yang telah terbunuh itu mengadakan aliansi dengan Daeng Perani, bangsawan Bugis, lima bersaudara. Raja Kecil pun terusir dari Riau-Johor dan mendirikan Kerajaan Siak Sri Indrapura di Pulau Sumatera.

Hikayat Hang Tuah, kisah, bahkan mitos, kepahlawanan yang sangat terkenal yang dianggap terjadi di masa kejayaan Malaka, menjadikan ”daulat” yang tidak adil sebagai problem. Karena Sultan percaya saja akan hasutan bahwa Hang Tuah telah mengkhianatinya, ia pun memerintahkan Bendahara membunuh laksamana yang setia ini. Tapi Bendahara hanya menyuruh Hang Tuah menyingkir. Hang Jebat, teman akrab Tuah, tidak bisa menerima kezaliman ini, ia pun men-”durhaka”, bahkan berhasil mengusir Sultan dari istana. Ketika itulah Sultan menyesal, ”Andai kata si Tuah masih ada.” Bendahara mengatakan bahwa laksamana yang setia itu masih hidup.

Hang Tuah pun datang untuk menghadapi kedurhakaan temannya. Dalam perang tanding kedua sahabat itu, akhirnya Hang Jebat kalah. Sebelum mengembuskan napas terakhir, ia sempat berkata dengan kesedihan yang mendalam, ”Aku lakukan ini karena engkau telah dizalimi, Tuah.” Dengan sedih Hang Tuah menatap wajah temannya dan matanya menerawang entah ke mana (tapi ini adalah adegan terakhir film Hang Tuah yang diperankan P. Ramlee).

Ketika kisah-kisah yang sempat juga mempengaruhi kesadaran politik ini dikenang, batas antara ”sanggahan” dan ”durhaka” tertanyakan juga. Dalam suasana apakah ”sanggahan” berhenti pada dirinya saja? ”Kezaliman” seperti apakah yang bisa diselesaikan tanpa tergelincir pada ”kedurhakaan”? Jadi mestikah diherankan kalau kemudian ketika hasrat untuk mendirikan negara-bangsa telah ternukilkan dalam hati, sistem ”demokrasi” yang sehat pun ditampilkan ke muka. Demokrasi dianggap bukan sekadar pemenuhan hasrat modern, tapi terlebih lagi dirasakan sebagai penghambat jangan sampai ”sanggahan” menyeberang menjadi ”durhaka”, ketika ”daulat” telah menjadi zalim. Kalau penyeberangan itu terjadi, yang dihasilkannya hanyalah duka nestapa bagi semua. Wallahualam bissawab.

*) Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae