Taufik Abdullah
http://majalah.tempointeraktif.com/
ALKISAH, tersebutlah perkataan bahwa Syekh Shaqiq Zahid memberikan nasihat kepada Sultan Harun al-Rasyid.
”Ya, Amirul Mukminin, ketahuilah olehmu yang mata air itu engkau juga dan segala menteri dan hulubalang dan lain daripada itu seperti segala sungai juga umpamanya. Jikalau mata air itu suci dan segala sungai itu keruh tiada mengapa. Tetapi jika mata air itu keruh dan segala sungai itu suci tiada berguna.”
Maka sangatlah terharu Sultan mendengar perkataan ini karena Baginda merasakan juga akan kebenarannya. Syekh pun berkata lagi bahwa adapun ”mata air” itu pangkal segala-galanya, karena ia adalah Sultan Khalifatur rahman dan Sultan Zilu’l-lahi fi-l alam. Sebab, jika tidaklah demikian halnya, ”Raja itulah bayang-bayang iblis dan khalifah seteru Allah Ta’ala jua adanya.” Tapi, walaupun raja itu ”adil” dan kekuasaannya pun besar pula, ”sungai-sungai” harus sadar bahwa raja tidak lebih daripada ”hamba Allah”, yang telah dikurniai Allah ”kerajaan” dan ”kebesaran”. Karena itulah mereka harus menjaga kesucian atas kepercayaan yang telah diberikan Allah itu.
Dan Tajus-salatin atau ”Mahkota Segala Raja-raja” adalah kitab yang dikarang untuk mengajarkan dan mengingatkan orang akan tanggung jawab kekuasaan, atau dengan kata lain, ”kitab inilah tanda kurnia Allah Ta’ala akan kebajikan dunia dan akhirat”. Kitab ini boleh dikatakan risalah teori politik Islam tertua yang dikarang dalam bahasa Melayu. Mungkin diterjemahkan dari bahasa Persia, tapi tampaknya kitab ini adalah karya asli yang dipengaruhi Persia.
Kitab ini ditulis pada 1603 di Aceh Darussalam oleh Buchari al-Juhara. Penulisan kitab tersebut pada tahun ini bukanlah suatu kebetulan sejarah belaka, karena di masa itu Aceh Darussalam berpuluh tahun dilanda kemelut takhta. Para sultan bisa bertahan beberapa lama saja—ada yang mati terbunuh, ada yang dimakzulkan, dan bahkan ada juga yang dipenjarakan. Tidaklah salah kalau dikatakan bahwa Tajus-salatin adalah kitab yang paling berpengaruh di bumi Nusantara ini. Menurut Babad Yogya, sebagaimana dikutip Peter Carey, kitab ini adalah bacaan kegemaran Hamengku Buwono I, sang pendiri Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Diponegoro menasihati saudaranya, Hamengku Buwono IV, agar mempelajari kitab yang telah dibacanya ini.
”Tajus-salatin,” kata Carey, ”adalah teks pertama yang disalin di Keraton Yogyakarta, setelah Perang Jawa—suatu periode yang menunjukkan suasana renaisans dalam penulisan babad setelah perampokan besar-besaran oleh Inggris pada 1812.” Selama abad ke-19 kitab ini empat kali diterjemahkan ke bahasa Jawa. Jadi tak perlu heran kalau ada tulisan Ronggowarsito yang membayangkan pengaruh Tajus-salatin.
Sudah tentu pengaruh kitab ini sangat besar di daerah yang berbahasa Melayu. Konon Sultan Johor menolak ajakan Inggris ikut berdagang di Singapura, yang baru ”dijualnya”, karena terpengaruh oleh ajaran moral kitab ini. Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, yang biasa dianggap sebagai tokoh peralihan sastra Melayu ”klasik” dan ”baru”, mengecam para raja di Tanah Semenanjung yang dianggapnya telah dekaden dan ketinggalan zaman . ”Maka sebab itu,” tulisnya, ”patutlah segala raja-raja itu menaruh kitab Tajus-salatin dan memilih akan dia setiap hari.”
Kitab ini dimulai dengan doktrin keagamaan, ”Siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya.” Ada pula peringatan bahwa hidup ini tak ubahnya seperti ”mimpi” saja, ”Dan apabila ia jaga daripada tidurnya, suatu pun tiada diperolehnya daripada mimpi itu,” karena dunia ini tidak lebih daripada ”pemberhentian” atau ”rumah” saja. Sekarang masuk, besok akan keluar. Dengan mengenal diri sendiri, manusia bisa mengenal Allah, maka ia pun menyadari juga hakikat ciptaan-Nya—dunia hanyalah tumpangan menjelang maut.
Jika saja ajaran kitab ini disederhanakan sekali, tampaklah bahwa segala bentuk dan corak kekuasaan semestinya bertumpu pada satu ajaran fundamental, yaitu terwujudnya keadilan. Tapi apakah ”adil” itu? Maka dikatakanlah bahwa ”yang adil itu kemuliaan agama, juga buat Sultan dan kebajikan sekalian manusia juga”. Sesungguhnya bagi kekuasaan ”pekerjaan adil adalah hikmat daripada Allah”. Perbuatan adil sang penguasa sama dengan 60 kali beribadah haji.
Secara moral dan agama, legitimasi atau daulat kekuasaan ditentukan oleh perbuatan dan pancaran keadilan dari sang penguasa. Tanpa adanya keadilan, maka secara moral keabsahan kekuasaan itu telah lenyap—”hilang daulat daripada aniaya”. Atau dalam rumusan yang lebih umum, ”Raja adil raja disembah, raja tak adil raja disanggah.” Tapi bagaimanakah bentuk ”sanggahan” yang dibenarkan terhadap ketidakadilan itu? Maka salah satu versi Tajus-salatin pun mencoba menjawabnya dalam bentuk sebuah dialog. Penguasa yang tak adil itu sebenarnya ”telah berpaling daripada hukum Allah dan menyangkal syariat itu seteru Allah Ta’ala dan seteru Rasul Allah. Maka haruslah kami berseteru dengan seteru Allah Ta’ala itu”.
Jadi, kalau begitu dibolehkankah melakukan tindakan ”durhaka” terhadap ”daulat” atau berontak? Tajus-salatin pun memaparkan kisah Nabi Musa yang menyelamatkan umatnya dari aniaya Firaun. Musa dan umatnya selamat, tapi Firaun dihukum Allah ketika laut yang terbelah kembali menyatu. Jadi ”sanggahan” tidak bisa disalin menjadi ”durhaka” kepada ”daulat”. Hukuman akhir akan ketidakadilan ada di tangan Allah.
Pandangan ini juga diajarkan oleh Sejarah Melayu, kitab termasyhur yang menguraikan sejarah Malaka. Dikisahkanlah bahwa ketika Bendahara dan para pengikutnya mengetahui bahwa ia dan menantunya, Tun Ali, akan dibunuh Sultan Mahmud, ia melarang anak buahnya membela diri, ”Hai, Hasan hendak membinasakan nama orang tua-tuakah? Karena adat Melayu, tiada pernah durhaka.” Maka Bendahara dan pengikutnya pun dibunuh. Keinginan Sultan mempersunting Tun Fatimah, janda Tun Ali yang putri Bendahara, tercapai. Tapi sebuah ajaran terselip juga. Sultan Mahmud, yang telah mengangkat anaknya, Sultan Ahmad, sebagai penguasa, harus merasakan apa artinya kekalahan. Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511). Rupanya hukuman Allah atas ketidakadilan datang dari kekuatan luar. Dan pusat kerajaan pun harus pindah ke Johor.
Kisah pun dilanjutkan oleh Tuhfat an-Nafis, kitab yang sangat bagus yang ditulis Raja Ali Haji pada awal abad ke-19. Dikisahkanlah bahwa pada suatu saat Sultan Johor bertindak terlalu sewenang-wenang dan zalim. Sekali peristiwa, ketika ia pulang dari masjid, seorang hulubalang menikamnya, maka sejak itu ia pun diingat sebagai Sultan Mahmud Mangkat Didulang. Karena ia tidak meninggalkan keturunan, dinasti Malaka pun dianggap berakhir pula (1699) dan Bendahara ditabalkan sebagai sultan. Tapi beberapa waktu kemudian Raja Kecil, yang dibesarkan di Pagaruyung, datang ke Bintan dan menyatakan dirinya sebagai anak Sultan Mahmud yang dapat diselamatkan. Kini ia menuntut haknya. Sultan Bendahara terusir dari istana dan bahkan dibunuh di Pahang. Hanya, bukankah dengan begini Raja Kecil telah durhaka juga? Ketika itulah putra Sultan yang telah terbunuh itu mengadakan aliansi dengan Daeng Perani, bangsawan Bugis, lima bersaudara. Raja Kecil pun terusir dari Riau-Johor dan mendirikan Kerajaan Siak Sri Indrapura di Pulau Sumatera.
Hikayat Hang Tuah, kisah, bahkan mitos, kepahlawanan yang sangat terkenal yang dianggap terjadi di masa kejayaan Malaka, menjadikan ”daulat” yang tidak adil sebagai problem. Karena Sultan percaya saja akan hasutan bahwa Hang Tuah telah mengkhianatinya, ia pun memerintahkan Bendahara membunuh laksamana yang setia ini. Tapi Bendahara hanya menyuruh Hang Tuah menyingkir. Hang Jebat, teman akrab Tuah, tidak bisa menerima kezaliman ini, ia pun men-”durhaka”, bahkan berhasil mengusir Sultan dari istana. Ketika itulah Sultan menyesal, ”Andai kata si Tuah masih ada.” Bendahara mengatakan bahwa laksamana yang setia itu masih hidup.
Hang Tuah pun datang untuk menghadapi kedurhakaan temannya. Dalam perang tanding kedua sahabat itu, akhirnya Hang Jebat kalah. Sebelum mengembuskan napas terakhir, ia sempat berkata dengan kesedihan yang mendalam, ”Aku lakukan ini karena engkau telah dizalimi, Tuah.” Dengan sedih Hang Tuah menatap wajah temannya dan matanya menerawang entah ke mana (tapi ini adalah adegan terakhir film Hang Tuah yang diperankan P. Ramlee).
Ketika kisah-kisah yang sempat juga mempengaruhi kesadaran politik ini dikenang, batas antara ”sanggahan” dan ”durhaka” tertanyakan juga. Dalam suasana apakah ”sanggahan” berhenti pada dirinya saja? ”Kezaliman” seperti apakah yang bisa diselesaikan tanpa tergelincir pada ”kedurhakaan”? Jadi mestikah diherankan kalau kemudian ketika hasrat untuk mendirikan negara-bangsa telah ternukilkan dalam hati, sistem ”demokrasi” yang sehat pun ditampilkan ke muka. Demokrasi dianggap bukan sekadar pemenuhan hasrat modern, tapi terlebih lagi dirasakan sebagai penghambat jangan sampai ”sanggahan” menyeberang menjadi ”durhaka”, ketika ”daulat” telah menjadi zalim. Kalau penyeberangan itu terjadi, yang dihasilkannya hanyalah duka nestapa bagi semua. Wallahualam bissawab.
*) Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar