Sukron Abdilah
http://www.kompas.com/
Fajar menyingsingkan kegelapan dengan cahaya kemilau yang terpancar dari tubuhnya yang menyala-nyala. Merekahkan dedaunan layu yang kedinginan sedari malam karena diembusi angin semilir sepoi-sepoi. Dan, pagi buta ini, di sebuah rentang ruang dan waktu, kekudusan-Mu mulai menggerayangi.
“Ashshalatu khairu minannaum”…
“Ashshalatu khairu minannaum”, suara muazin itu terdengar sayup-sayup dari bebukitan yang sepi tanpa penghuni.
Ki Jumantar, dua puluh tahun lalu adalah seorang pengusaha sukses. Rumah luas mentereng dengan halaman seluas lapangan sepakbola menambah kesan laiknya istana keraton di kerajaan Mataram.
Istri cantik, dan anak sehat perawakannya adalah karunia Tuhan yang diberikan kepada Jumantar. Jumantar, selain pengusaha, juga seorang manusia yang haus ilmu agama. Setiap hari, aktivitas wirid-nya dihabiskan berjam-jam di depan mihrab masjid.
Ritual agama telah meresapi aliran darahnya hingga terobsesi menjadi setingkat wali yang suci.
Sebagai manusia biasa, ia pernah gelisah. Gelisah dengan kondisi tetangganya yang miskin. Miskin akibat tak bisa mengolah potensi alam. Sumber daya manusia di kampungnya juga nol koma sekian.
“Bapak…Bapak…bapak”, suara Syahareza putra pertamanya terdengar memanggil dari luar bangunan masjid.
Kontan saja, wirid Ki Jumantar terhenti seketika. Ia kecewa. Meratap dalam batin. “Kenapa aku menghentikan ritual suci ini”, katanya setengah berbisik pada diri sendiri. Sambil menggeliatkan tubuhnya yang ringkih dan tinggi. Dengan sorot matanya yang menyala keapi-apian, ia keluar dari ruang suci masjid.
“Ada apa Eza!” teriaknya memecahkan suasana di tengah hiruk pikuk muslim yang sedang
beribadah.
Syahreza ketakutan melihat sorot mata ayahnya yang setajam silet membedah hatinya. Ia mundur selangkah. Dan, menjawab pelan sekali:
“Itu..tu,” suaranya tersedak tak karuan, “ada mang Jumali datang bertamu ke rumah”, jawabnya sambil menundukkan pandangan ke arah tanah gembur berwarna merah di halaman masjid.
“Memangnya ada keperluan apa dia datang kesini. Mengganggu orang yang sedang beribadah saja,” gerutu Ki Jumantar terlihat kesal.
Syahreza, pemuda berumur 20 tahun hanya bisa tertunduk lesu. Ia merasa bersalah karena telah mengganggu ayahnya yang sedang menghadiri jamuan suci. Sekelebat bayangan putih dengan wajah bersih menakjubkan menengok ke arah Jumantar dan Syahreza. Setelah itu, hilang tak meninggalkan bekas bebauan yang janggal di hidung manusia.
“Ayo…Eza, kita pergi menemui pamanmu itu.”, kata Ki Jumantar melunak.
Kedua orang itu. Ayah dan anak berjalan menelusuri jalan sempit di kampungnya tanpa
berbincang-bincang.
“Oh, kenapa engkau ini bapak. Rela berjalan 8 km hanya untuk shalat dan wirid di masjid ini,” bisik Syahreza pelan-pelan.
Tanpa diduga, Ki Jumantar, pria berusia 43 tahun itu menjawab. Seolah tahu apa yang sedang dipikirkan anaknya.
“Eza.., aku rela berjalan ke masjid ini, karena di sinilah ketenangan itu kuperoleh. Di Masjid kampung kita, hal itu tidak aku peroleh. Jamaah hanya sibuk dengan kemiskinan. Orang kaya seolah menyibukkan diri dengan kekayaannya. Alhasil, ritual agama kering dari ikatan primordial yang spiritualistis. Seharusnya, keduniawian tidak melenakan warga kita dari sisi lain Tuhan di muka bumi ini, Za.”
“Dunia ini, kalau kita memburunya, Za.”, ujar Jumantar sambil menengok Syahreza, “akan
terus berlari. Dan, kita akan kelelahan mengejarnya, tahu?”
“Bapak kamu ini, Za. Tidak ingin menjadi bagian dari makhluk-Nya yang tak bersyukur.
Kamu tahu tidak Za, bahwa kekayaan kita yang melimpah, di akhirat sana, tidak
akan menolong hukuman yang diberikan-Nya.”
Syahreza saat itu hanya bisa mengangguk pelan, tentunya sambil berbisik kecil dalam hati.
“Kenapa Bapak tidak memanfaatkan harta kekayaan untuk menyelamatkannya di akhirat kelak. Bukankah, di sekitar rumahnya masih ada orang-orang miskin. Meskipun Bapak pergi ke Mekkah puluhan kali, kalau di sekitar masih ada warga yang kelaparan dan miskin, apakah status hajinya menjadi sah? Aku rasa tidak.”
Lagi-lagi Ki Jumantar seolah tahu apa yang dikatakan Syahreza.
“Bapak memang akhir-akhir ini sering merenung, Za. Kamu tahu, kan, kalau Bapak sudah pergi ke Mekkah puluhan kali. Tapi, merasakan ada yang tidak diperoleh dari ibadah haji itu. Setiap kali sedang berada di hadapan Kabah, Bapak melihat jerit tangis tetangga kita yang kelaparan. Setiap kali shalat di Masjid Al-Haram, memang terasa nikmat dan khusuk. Pokoknya, ruh Bapak seakan bercengkrama mesra bersama Tuhan. Akhirnya, bayangan tetangga miskin itu lenyap kembali, Za.”
“Dan, ketika Bapakmu ini pulang ke Tanah Air, ibu kamu sibuk menggosipkan pengalamannya ketika di Mekkah, Za. Tanpa lirik samping kiri dan kanan. Tidak ada percik pertanyaan bahwa para pendengar setianya itu, dari pagi sudah mendapatkan makan.”
“Kenapa tidak engkau peringati Ibu, malah setiap kali Ibu bersikap seperti itu Bapak masuk ke dalam kamar. Dan, mulai tenggelam dengan kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.”
“Ingat, Za !” Ki Jumantar meneruskan perbicangan ruhaniyah dengan Syahreza, “selain kitab Ihya Ulumuddin, Bapakmu ini membaca kitab Risalah Tauhid-nya Ibn Taimiyah, belum lagi kemarin-kemarin sedang tenggelam dengan bulir pemikiran Muhammad Iqbal. The Reconstruction of Religious Thought in Islam, memang membuka cakrawala pemikiran. Islam, katanya, Za. Bukan hanya gagasan, pengalaman dan pengamalan saja. Tapi, sebuah keseluruhan.”
“Sekumpulan karya, karsa, dan rasa.”, aku menjawab dalam represi batin yang terus bergolak
kuat.
“Iya, betul sekali, anakku,” jawab Ki Jumantar singkat sambil menengok ke belakang di mana aku berjalan setengah berlari terpincang-pincang.
***
Usiaku waktu itu delapan belas tahun. Terpaut dua tahun lebih muda dari Syahreza, kakakku. Aku adalah anak kedua dari lima bersaudara. Bapakku. Begitulah aku sering menyapanya. Sangat menyayangi sebesar gunung Krakatau yang meletus pada tahun 1800-an, yang kepulan asapnya sampai ke benua Eropa. Bahkan, aku kira tidak ada yang menandingi kasih-sayang Ki Jumantar padaku.
Ketika Bapakku sedang berkumpul di ruang tengah keluarga, biasanya aku menyelinap ke dalam kamarnya yang besar dan luas. Mata ini akan tertuju ke sebuah pintu yang tertutup rapat. Di mana didalamnya ada rak setinggi tiga meter, dengan tumpukan buku, kitab, dan catatan kecil Ki Jumantar yang terletak di meja. Biasanya catatan inilah yang akan aku baca sampai selesai.
Dan, waktu malam tadi. Aku menemukan buku terjemahan karya Muhammad Iqbal tergeletak di atas catatan harian Bapakku. Hebat, aku tertarik dengan konsep insan kamil-nya yang memadukan gagasan, pengalaman dan pengamalan dalam memahami Islam.
Belum juga selesai aku membaca pengantar penulisnya, tak terasa waktu seolah tak menghendaki aku berlama-lama di ruangan ini. Aku pun pergi menemui ayah, Ibu, Syahreza, Maharani, dan dua adikku yang lain. Mereka asyik bercengkrama membincangkan segala soal yang tidak membuatku tertarik.
“Dari mana saja, Nak?”, tanya Bapakku malam itu.
Aku hanya terdiam seraya merebahkan tubuh ini di samping Ki Jumantar. Kakiku yang kepincangan dia elus-elusi selembut tangan menyentuh kapas yang ranum.
“Apa yang sudah kamu baca malam ini, anakku?”, tanya Ki Jumantar sambil berpindah membelai rambutku yang keriting keikal-ikalan.
“Pengantar Iqbal dan sepenggal syair puitisnya yang menggugah, Bapak.”
“Coba beritahu aku, anakku,” tanya Ki Jumantar.
“Wahai kawan yang mengembara di angkasa tinggi/Coba engkau sejenak yakin akan dirimu di muka bumi,” aku membaca kalimat puitis Muhammad Iqbal dengan harapan Ki Jumantar tidak lagi berkeluh putus asa mencari kebenaran melangit.
Kepalanya mengangguk-angguk. Jenggotnya yang basah dengan air wudlu terus bersinar tak rasional dalam sudut pandanganku yang awam.
Dan, pagi buta kali ini. Ketika ia meracau menjawab pertanyaan batin Syahreza. Aku terhanyut dalam ketakmengertian. Baju putih bersih yang kukenakan menjadi basah diwarnai noda kecoklatan dari tanah merah yang bercipratan dari jalanan becek yang kami lewati bersama. Hanya karamah ataukah mukjizat. Atau, seperti yang dikatakan Sigmund Freud bahwa itu adalah akibat obsesi yang tertekan di kedalaman batin seorang manusia yang gelisah. Ia meracaukan sensasi kenikmatan ruhani yang melangit.
Memang betul bahwa ayahku terobsesi dengan kesatuan wujud dengan-Nya. Tapi di satu sisi ia tidak bisa meninggalkan realitas yang kongkret. Akibatnya, ia seringkali merasa gelisah. Hingga suatu hari kegelisahannya itu meledak merembesi kebiasaan duniawi sehari-harinya. Ia menjadi duduk berlama-lama di depan mihrab masjid tempat mengasingkan diri dari hiruk-pikuk keduniawian.
Usaha menjual pupuk kepada petani juga diurus oleh Mang Jumali, adiknya, sehingga hasil penjualannya jarang sampai kepada kami. Ia – Bapakku – menjadi hilang selera menumpuk-numpuk harta kekayaan. Pernah suatu hari, aku berdiskusi dengannya soal konsep kefakiran dalam Islam. Ia mengartikan kefakiran sebagai jalan menuju penyucian diri. Aku mengartikannya sebagai jalan menuju pengingkaran kepada Tuhan (bahasa kasarnya kekufuran).
“Apa tadi kamu bilang anakku?” dari arah depan wajah ayahku melebar laiknya duri-duri seekor Landak yang sedang terancam keselamatannya.
Sembari menghentikan langkah kakinya, ia terus memandangiku dari kepala sampai ke kaki.
“Memang benar pendapatmu itu. Tetapi, aku,” ujar Bapak, “akan terus berada pada kemiskinan kudus ini. Inilah jalan terjal menuju kemuliaan yang tak pernah terkena kenisbian ruang dan waktu, anakku.”
Aku terpukul. Diam. Dan, terus mencari apakah benar apa yang dikatakan Ayahku itu.
“Ah, mana ada Tuhan yang memerintahkan manusia menjadi miskin. Yang ada kita harus berjuang seperti Bunda Teresa dan KH. Ahmad Dahlan, mengangkat manusia dari jurang kemiskinan struktural yang menindas. Sebab, agama mengandung misi pembebasan”, batinku meratap dan merenungi kemiskinan kudus keluargaku ini.
18 Desember 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Minggu, 18 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar