Puisi-Puisi Restu Kurniawan

http://www.kompas.com/
Monumen

Kuda putih bersayap bulu putih
Terbang mendekat ke arah lelah

Kuda putih bersayap bulu putih
Menelan rumput batu dan daun di kepalaku
(helai-helai putih)

O, dewa raja berkeringat warna kuasa
Dia telah mewakiliku lewat kepakkan sayap berkilat
Kuda putih bersayap bulu putih
Menyampaikan air mata
Darah untuk berbenah berita sejarah
Yang lupa dicatat anak-anak sekolah
Karena ia terlalu polos dan juga pasrah
Melagu sayonara riang gembira
Untuk segera pulang

Kuda putih bersayap bulu putih
Membawaku pergi ke gua mata air mata

Mei, 2008



Lahir

Keluarkan segera aku dari rahimmu, cepat !
Kaki atau kepala dahulu sama saja. Juga lewat mana-mana
Kukira sama

Telah,
Usai mencatat hidup dalam perut
Usai pula geliat asap langit-langit

Tubuhmu, tubuh mulai busuk. Karena dusta!
Maka, keluarkanku sebelum banjir lendir kata
Atau aku akan memaksa
LAHIR.

Purwokerto, Desember 2005



BUKANKAH BUKU ITU PETA
BAGI PETUALANG SEPERTI KITA?

Bu, bagaimana jika satukan saja
isi cerita di bukunya dengan buku kita
biar semua sama-sama tahu
kemana arah pulang bagi petualang

Bunga Pustaka-Purwokerto, Januari



ZIARAH SUBUH

aku ingin menemukanmu
sebelum engkau terlebih dahulu menemukanku
di sebelah sajadah sebelum subuh
berbentuk bangkai puisi

Bunga Pustaka-Purwokerto, Januari 2007



Setelah Ziarah Subuh

tak ada lagi roh-roh hidup di sini, kekasih
sebelum aku menemukanmu, dan
kau menemukanku di batas hitam putih
bangkai puisi yang baunya menyengat sampai di sini
melebihi bau bakaran rambut salon-salon pedesaan
belum juga usai setelah adzan singgah
merapat di dermaga ranah sajadah
ada dia yang meruah

Bunga Pustaka-Purwokerto, Pebruari 2008



Ketika Dzikir Penyair
-Kepada Masut

Penyair,
Dari tanganmu kumandang dzikir
Bartalian talu genderang perang
Perjalanan panjang pada mazhab malam siang
Matanya. Mata tertutup bagai penuh bimbang

Semua sama sepinya
Dengan sajak bersayap keputihan
Lalu lewat bulu-bulu bebunyian
Mengarsir seluruh anantomi diri sendiri
Dari tarian jari tanpa henti. Melenggok penuh ke tubuh mimpi

Kapankah usai?
Kata-kata pulang pergi dan sampai
Pada penuh kertas menjadi benteng anjangsana
Pada pergantian kala

Penyair,
Nafasmu bergelombang harmoni men-saf-kan kedirian
Menyusur partitur tangga nada kesunyian
Jika lalu pada tingkat ketinggian maqam

Idjtihad. Itukah sempurna syair?

Dukuhwaluh, Februari 2006



Sepanjang Jalan Hujan

Kali ini kutengok engkau, wanita
Dalam saku malam hujan
Teringat waktu dulu kita nyatu
Bersama di atas batu tengadah ke awan

Kali ini kutengok engkau, wanita
Agar terbisik suara-suara surga
Agar malam tiada kelam. Dengan sisa bulan
Kita bicara

Rangkailah dan terus bicara
Dengan hentak asmara
Yang mencakari percintaan kita dulu
Malam penuh hujan. Di belakang sungai keemasan
Membanjir raga kerontang.

-biarlah terus hujan agar tak lagi kita menyepi
biarlah sungai membanjiri masa silamku yang buta tuli

Purwokerto, Desember 2005



Ketika Pertaubatan

di sini, di ladang ini telah kutanam
biji pengakuan yang melengkap dititip malam
lewat sms yang kau kirim

sebenarnya telah lama kita tunggu
satu puncak rindu yang dibelenggu
hingga meledak-ledak patah di satu waktu
merubuhkan rumput jalan pulang. Dan terbukalah ladang baru

sekarang tinggal menunggu
tanpa cangkul dan kekerasan demi abadi pertaubatan

Januari, 2008



BLUES BUYUNG

Laki-laki berkejaran dengan udara
tidur di balur nafas ibunya

“Siapa abadi mengenalku?”, laki-laki
meramu sepi

Old Love, dinyanyikan hingga petang
mengutuk waktu yang mengaku abadi

“Tidur”, kata ibunya
dalam mimpi ada yang abadi
keluar sebentar dari yang dicita-citakan
lingkar memabukkan

Entah berapa kali musim semi telah
mengendap-endap jadi hantu masa lalu
pada janji, “aku segera mengawinimu”

September, 2008



BELUM APA-APA KITA TERJEBAK BANGGA

lima bulan bercinta. belum apa-apa
belum kenal panjang. simetris. kubus.
ukuran matematis. belum kenal kemana usia
dipertemukan. perkawinan proton-elektron. belum

lima bulan bercinta. belum siapa-siapa
belum aku. begitu sebaliknya
cinta belum kita. waktu belum arah
belum ada luka dalam darah. belum

lima bulan bercinta. belum kata.
tidak sajak. puisi. prosa pun tak.
tak mantra. cuma tangis kosong. cuma gerak ramai-sunyi.
cuma dengung. cuma bolak-balik. ini-itu. itu-ini.
dengung.
ngungngngngng…………

kita terjebak bangga.
belum apa-apa

November 2008



Ibu Pemalu

Ibu memang pemalu
Sampai-sampai padaku yang masih bayi
Ia malu jika air susunya tak ngalir lagi
Padahal sudah banyak susu kalengan

Ibu juga malu
Jika khilaf tak menidurkanku dengan dongengan
Padahal didekapnya aku seperti dalam dongeng
Cerita kasih sayang

Ibu tak boleh malu
Pintaku padanya ketika aku semakin berani
Menidurkan masa kanak-kanak

Lihatlah, Bu
Payudaramu membesar lagi
Dan karenanya aku telah menjadi laki-laki

Bunga Pustaka-Purwokerto, Juni 2008



JEJAK PEMBURU

Aku datang, kembali memburumu
memburu sajak
memburu irama detak
jantungmu yang berlari
hingga ke-angka-angka kalender masehi
yang berserak

Apa perlu selalu kutanya
kemana pergimu
jika telah kau sulap darahku
menjadi sel-sel sebentuk wajahmu
menggulung lembar demi lembar jejak kerinduan

Atau pada waktunya
kau malah memburu jalan pulangku
Atau pada waktunya
cintaku diburu sajak buta
sajak yang kehilangan jejak
hingga jantung ini pecah
karena kau-aku saling baku tembak

November 2008



Sarapan Pagi Untuk Estri

mengasihimu adalah fitrah, kekasih
angin tiba-tiba mengurung pikiran
dari semua jurusan mengantarkan cermin
dan aku melihat bayangan masa depan
wajahmu menjadi wajahku kemudian

selepas malam ini kau kuhantarkan
pada sebuah perjamuan pagi
biar semua sama-sama mengerti arti pulang pergi
arti rindu dan pertemuan
arti sebuah pergantian. Perjalanan

kau bukan sekedar pilihan
kau telah menjadi kewajiban
seperti pagi nanti kumatikan nyala lampu kamar
lalu matahari nelusup dari celah jendela
lalu ku ajak kau menaiki sebuah tangga
melahap sarapan sebelum kerja seharian

mengasihimu adalah pekerjaan
dari tantangan berbulan semalaman

Bunga Pustaka-Purwokerto, Juni 2008



Jika Matamu Serayu

Jika matamu serayu. kemana laju air mata
Jika aku malas memandang selatan. atau harus melihat arah.
Jika arah cuma membuat batas panca indera.
kemana air mengalir. membawa perahu kecil
yang kubuat dari kenakalan tangan kiri-kanan

bukankah tangisan tetap harus membuat jalan

November 2008



SEPERTI DOA

jika ia baik untuk-ku
dekatkan ia dengan Ibu-ku
jika ia petaka untuk-ku
dekatkan ia dengan cinta
yang membelai telapak kaki Ibu
Amin.

November 2008