Rabu, 18 Agustus 2010

MADURA

Beni Setia
http://www.surabayapost.co.id/

INI adalah tenung. Ini adalah sihir yang membuat aku membatalkan naik ferry Ujung-Kamal paling pagi, dan memilih singgah di HI, Hotel Islamiah — yang berupa musala di dermaga penyeberangan. Menyapa penjaganya, yang sejak kanak aku kenal di Batang-batang, dan bahkan diajari huruf hijayiah, bacaan surah-surah pendek dan cara benar bersembahyang di mesjid kecil di Batang-batang. ”Kiai sakit?” katanya — santun meraih tangan dan mengecupnya. Aku menggeleng. Menguap. Idzin tidur dan dengan patuh ia berjaga seperti menjaga mayat yang belum ditakziahi keluarganya.

Ini adalah tenung. Ini adalah sihir yang mungkin menyerang setelah sepanjang malam berdiskusi dengan Poe, tidur sesaat, ambil tahajud, zikir yang mendaging dan jadi kebiasaan yang tak tertawarkan, lantas shubuh. Dan sebelum memutuskan kekal di pembaringan Poe mengajak aku dan sopir menghabiskan sarapan yang dipesan — dua porsi. Aku sejak awal minta tak dikembalikan ke hotel meski hak menempatinya sundul sampai di tengah hari. Aku minta sekalian didrop di dermaga penyeberangan dan amat maklum saat Poe berkali-kali minta maaf tidak bisa mengantar ke loket dan ferry karena harus berada di Tuban pada 07.15 — tapi dengan tertib menggelincirkan uang ke saku kemeja. Dan angin pagi yang sejuk membuat kantuk muncul, dan itu — kata Parna, di Sidang Palay, Bandung satu saat, dulu — adalah teluh kejo.

Semacam tenung di masa kanak, yang muncul karena aku terlalu suntuk bermain, yang membuat perut lapar sehingga tiga piring nasi yang disantap itu membuatku lupa mandi dan shalat. Sejenis sihir di dunia gemerlap penuh mabuk dan seks yang muncul ketika Obyage suntuk di disko, lalu mampir makan rawon setan tiga porsi, dan tiba di rumah untuk mencari alpa sempurna di ranjang, pada alam tanpa Allah, firman, agama, ibadat dan penyelamatan — dengan atau tanpa senggama bertanda ritus agama. Serupa hipnotis kemaruk makan karena terlalu lapar, sehingga gairah digerakkan oleh enzim cerna lambung yang meruapkan semuanya jadi kantuk, yang membuat tak ingat apa-apa selain menenangkan uap produksi enzim lambung — letup sendawa.
*

DAN pada ferry Ujung-Kamal yang berikut, yang lebih luang karena berangkat jam 11.00: aku bertemu Al Goore. Turis backpack dengan celana pendek, sandal jepit dan kaus hitam kelas Pasar Turi dengan tulisan ”Al Qurbaniah” — tanpa ia mengerti apa artinya. Ia yang tranced merekam anak-anak yang selulupan mengejar recehan, yang dilempar para penumpang dari dek, lantas mubul sambil menyemburkan ketawa — memperlihatkan bundar receh yang berhasil diraup. ”Ada perlambatan, dari energi reaksi balik pada tekanan dari bidang datar di permukaan air a la Archimedes dan juga effek fluida berupa hambatan friksi kepada gaya dari recehan yang masuk di air laut,” katanya bewrsungguh-sungguh meski hanya diucapkan ke handycam.

Aku menyapa. Sekaligus iseng mempertanyakan apa statusnya — jurnaliskah?
”Al Goore,” katanya, sambil menurunkan handycam mini, menjulurkan tangan untuk bersalaman dan berkenalan dengan pengantar senyuman lepas khas Texas, “Just Al Goore — double o. OK?” Aku tertawa a la arek Kamal, dan setengah sinis bertanya: apakah ia moslem — berdasar pelafalan nama dan rekonstruksi hurufiah atas suaranya. Al Goore terbahak-bahak. Ambil Malboro sebatang, dan menyulut tanpa terpanggil untuk solider sosialistik menawariku. Aku segera mencabut Reco Putung, dan lebih individualistik lagi merokok. Mengiyakannya,yang bilang Indonesia sorga tembakau, kiblat ibadat asap di bawah imam nikotin yang mensunahkan rokok ekstra setiap saat.

”Aku mau bikin PPRS — Partai Pencinta Rokok Sejati –, semacam kompatriot dari PNS — Partai Nurul Sembako — di Tasikmalaya,” kataku, ”Yang akan menguasai Dewan, yang akan serentak menyatakan setuju dan tak setuju atas segala materi dalam sidang pleno dengan serentak merokok klobot klembak dan bikin isyarat asap Navayo. Menggolkan presiden perokok, membuat lobi tembakau supaya di zona otonomi mana saja ada Perda yang pro-perokok — yang mengatur ruang diskriminatif mirip penjara bagi yang bukan perokok di pojokan bus, bar, rumah makan, kantor dan apa saja.”

Dan sambil mengawasi Madura yang makin dekat itu, yang selalu mengingatkan aku pada ibu yang senantiasa menatap jalan dengan rindu, dengan mata nanar, dengan tangannya terbuka dan loncatan kaki belalang membuat seluruh tubuhnya siap untuk merangkul dan membebaskan dirinya dari gelisah melepasku mengembara –ia ingin menghapus derita dari pergi menunaikan konsultasi rohani di hotel sehari-semalam di Surabaya kemarin, yang dianggapnya pengembaraan, seperti di dua puluh tahun lalu ia membungkam tangis dengan sumpalan puting susu dari payu dara yang berdenyut penuh kemurahan Allah. Sambil selalu terharu menatap Madura aku mendesah.

”Let’s talk about another Al Gore, please” kataku. Ia berguman — lirih. ”He’s great …” katanya. Dalam bungkam dan perrmukaan ferry yang tak pernah diam dan seimbang aku malu mendengar tuturan panjang yang cuma bisu. Teks-teks dari berita menggenang lebih luas dari Selat Madura yang tak tenang dan berarus kuat ini. Bisu yang membuat Al Gore menjulang. Membuat aku malu membayangkan betapa gentle ketika ia mencabut gugatannya di pengadilan, padahal selisih ketertinggalannya dari George W Bush itu — mungkin cuma 16, atau 160, atau 1600 atau 16000 atau 160000 suara di satu distrik wilayah pemilihan itu — bisa dikoreksi dengan cepat, dan totalitas angka-angka konfigurasi perimbangan suara pun berubah.

Mungkin karena ia hanya ingin menjadi orang yang mensejahterakan rakyat, dan percaya hal serupa pasti sekuat tenaga akan dilakukan oleh George W Bush — yang di kemudian hari terbukti lebih suka memerintahkan membombardir Afganistan dan Irak, sampai di suatu hari dilempar sepatu oleh wartawan di Bagdad. Bukannya orang yang melulu dan menghalalkan segala cara demi sukses jadi presiden — mutlak hanya ingin jadi presiden Amerika Serikat, sang adi jaya di awal melenium II. Aku malu jadi … — seperti idiom ironik seorang penyair kesohor. Dan menangis bisu karena kami punya calon gubernur yang ngotot ingin jadi gubernur apa pun caranya. Malu sekali

”Are you sick?” kata Al Goore — dengan dobel o. Aku melirik. Menggeleng. Tersenyum rawaniah seperti semua adegan perpisahan dua orang saling mencinta di dalam sinetron Indonesia, yang selalu ditampilkan dalam frame muka berlinangan air mata dan konfigurasi mimik berkerut seperti handuk bau tukang becak dilempar ke bangku warung kopi — yang punya catatan bon utang setebal 32 halaman dari sekitar 7 tukang becak, 31 kuli panggul dan 22 kelasi kapal antar pulau di pelabuhan rakyat yang semakin dangkal. ”No! Sorry — just dust. A political pollution,” kataku.

Si turis bercelana pendek itu mengernyit, tapi tetap bungkam menghabiskan sisa tembakau sampai pangkal filter rokok putihnya — medit khas segala backpack turist di mana pun di dunia. Kikir. Kedekut. Pelit. Yahudi. Tidak seperti calon gubernur, calon anggota dewan di berbagai tingkat itu dan calon presiden yang mulai gencar pasang senyum, ramah sapa dan banyak membagi hadiah dan janji itu. Tapi apakah si calon gubernur yang yakin akan bisa mensejahterakan rakyat itu, si calon anggota dewan di berbagai tingkat yang merasa akan sangat jadi wakil rakyat dan akan selalu membela kepentingannya agar rakyat hidup sejahtera itu, dan bahkan calon presiden yang akan memperhatikan derita dan nestapa rakyat lantas merubah keadaan agar rakyat senyum dan tidur nyenyak itu — nanti –: orang tahu, mengerti dan memahami Madura lebih dari refleksi rasa setiap orang Madura itu sendiri.
*

MUNGKIN mereka hanya turis backpack bersandal jepit, yang datang untuk memotret, mencacat peninggalan sejarah dan keramaian corak budaya. Lantas bersiul pulang — melupakan segalanya, seperti biasanya. Seperti setiap nanti dari yang dahulu, yang melulu bilang: semua kejadian itu selalu terkait Allah, dengan berulang lantang mengucapkan kata insya Allah — menyerahkan tanggung jawab dari semua dan segala kejadian ke dominasi kemauan Allah, ke garis takdir yang telah ditentukan Allah. Dan mungkin sedikit Iblis yang menganjurkan untuk mungpung. Ya! Ya! Dan di dermaga Kamal: Al Goore kekal merekam diriku di antara orang yang bergegas turun dan para penyerbu yang gigih menawarkan angkutan lanjutan — dan sekedar pertolongan untuk membawakan beban.

Aku minta agar ia melupakanku. Tapi Al Goore tidak peduli. Tapi ia terus saja merekam dan melulu merekam, mencatat kami yang sepertinya tidak punya keinginan — tidak bisa merumuskan ingin dan bagaimana sehingga dikerubuti makelar dan calo. Apa kami ini cuma cacah yang dieksploitasi para makelar dan calo yang bergelimang keuntungan dalam kekuasaan yang mumpung? ”Sorry, sir. I am sick!” — kataku. Kelu.

Tahu bangsa, warga negara dan negara ini sedang sakit. Sakit — sesakit-sakitnya sakit.

Kena kutuk. Kena tenung. Kena sihir serta hipnotis the founding father dan pejuang belia yang memberikan semua keceriaan masa muda demi kemerdekaan, yang marah ketika menemukan generasi penerus hanya kanak-kanak yang berebutan kesempatan untuk berkuasa dan kaya mendadak.

Terkena teluh kejo rakyat, yang tak bisa makan dan selama berhari-hari demam lapar — sementara mereka makan apa saja dan memuntahkan semuanya bila ada menĂº lain lagi, lalu makan lagi dan muntah lagi dan makan lagi dan makan lagi dan melulu makan sampai lambung mereka menggembang menelam semua desa Indonesia. Jadi yang berperut buncit seperti Semar — yang pernah lancung mengumbar syahwat.***

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae