Beni Setia
http://www.surabayapost.co.id/
INI adalah tenung. Ini adalah sihir yang membuat aku membatalkan naik ferry Ujung-Kamal paling pagi, dan memilih singgah di HI, Hotel Islamiah — yang berupa musala di dermaga penyeberangan. Menyapa penjaganya, yang sejak kanak aku kenal di Batang-batang, dan bahkan diajari huruf hijayiah, bacaan surah-surah pendek dan cara benar bersembahyang di mesjid kecil di Batang-batang. ”Kiai sakit?” katanya — santun meraih tangan dan mengecupnya. Aku menggeleng. Menguap. Idzin tidur dan dengan patuh ia berjaga seperti menjaga mayat yang belum ditakziahi keluarganya.
Ini adalah tenung. Ini adalah sihir yang mungkin menyerang setelah sepanjang malam berdiskusi dengan Poe, tidur sesaat, ambil tahajud, zikir yang mendaging dan jadi kebiasaan yang tak tertawarkan, lantas shubuh. Dan sebelum memutuskan kekal di pembaringan Poe mengajak aku dan sopir menghabiskan sarapan yang dipesan — dua porsi. Aku sejak awal minta tak dikembalikan ke hotel meski hak menempatinya sundul sampai di tengah hari. Aku minta sekalian didrop di dermaga penyeberangan dan amat maklum saat Poe berkali-kali minta maaf tidak bisa mengantar ke loket dan ferry karena harus berada di Tuban pada 07.15 — tapi dengan tertib menggelincirkan uang ke saku kemeja. Dan angin pagi yang sejuk membuat kantuk muncul, dan itu — kata Parna, di Sidang Palay, Bandung satu saat, dulu — adalah teluh kejo.
Semacam tenung di masa kanak, yang muncul karena aku terlalu suntuk bermain, yang membuat perut lapar sehingga tiga piring nasi yang disantap itu membuatku lupa mandi dan shalat. Sejenis sihir di dunia gemerlap penuh mabuk dan seks yang muncul ketika Obyage suntuk di disko, lalu mampir makan rawon setan tiga porsi, dan tiba di rumah untuk mencari alpa sempurna di ranjang, pada alam tanpa Allah, firman, agama, ibadat dan penyelamatan — dengan atau tanpa senggama bertanda ritus agama. Serupa hipnotis kemaruk makan karena terlalu lapar, sehingga gairah digerakkan oleh enzim cerna lambung yang meruapkan semuanya jadi kantuk, yang membuat tak ingat apa-apa selain menenangkan uap produksi enzim lambung — letup sendawa.
*
DAN pada ferry Ujung-Kamal yang berikut, yang lebih luang karena berangkat jam 11.00: aku bertemu Al Goore. Turis backpack dengan celana pendek, sandal jepit dan kaus hitam kelas Pasar Turi dengan tulisan ”Al Qurbaniah” — tanpa ia mengerti apa artinya. Ia yang tranced merekam anak-anak yang selulupan mengejar recehan, yang dilempar para penumpang dari dek, lantas mubul sambil menyemburkan ketawa — memperlihatkan bundar receh yang berhasil diraup. ”Ada perlambatan, dari energi reaksi balik pada tekanan dari bidang datar di permukaan air a la Archimedes dan juga effek fluida berupa hambatan friksi kepada gaya dari recehan yang masuk di air laut,” katanya bewrsungguh-sungguh meski hanya diucapkan ke handycam.
Aku menyapa. Sekaligus iseng mempertanyakan apa statusnya — jurnaliskah?
”Al Goore,” katanya, sambil menurunkan handycam mini, menjulurkan tangan untuk bersalaman dan berkenalan dengan pengantar senyuman lepas khas Texas, “Just Al Goore — double o. OK?” Aku tertawa a la arek Kamal, dan setengah sinis bertanya: apakah ia moslem — berdasar pelafalan nama dan rekonstruksi hurufiah atas suaranya. Al Goore terbahak-bahak. Ambil Malboro sebatang, dan menyulut tanpa terpanggil untuk solider sosialistik menawariku. Aku segera mencabut Reco Putung, dan lebih individualistik lagi merokok. Mengiyakannya,yang bilang Indonesia sorga tembakau, kiblat ibadat asap di bawah imam nikotin yang mensunahkan rokok ekstra setiap saat.
”Aku mau bikin PPRS — Partai Pencinta Rokok Sejati –, semacam kompatriot dari PNS — Partai Nurul Sembako — di Tasikmalaya,” kataku, ”Yang akan menguasai Dewan, yang akan serentak menyatakan setuju dan tak setuju atas segala materi dalam sidang pleno dengan serentak merokok klobot klembak dan bikin isyarat asap Navayo. Menggolkan presiden perokok, membuat lobi tembakau supaya di zona otonomi mana saja ada Perda yang pro-perokok — yang mengatur ruang diskriminatif mirip penjara bagi yang bukan perokok di pojokan bus, bar, rumah makan, kantor dan apa saja.”
Dan sambil mengawasi Madura yang makin dekat itu, yang selalu mengingatkan aku pada ibu yang senantiasa menatap jalan dengan rindu, dengan mata nanar, dengan tangannya terbuka dan loncatan kaki belalang membuat seluruh tubuhnya siap untuk merangkul dan membebaskan dirinya dari gelisah melepasku mengembara –ia ingin menghapus derita dari pergi menunaikan konsultasi rohani di hotel sehari-semalam di Surabaya kemarin, yang dianggapnya pengembaraan, seperti di dua puluh tahun lalu ia membungkam tangis dengan sumpalan puting susu dari payu dara yang berdenyut penuh kemurahan Allah. Sambil selalu terharu menatap Madura aku mendesah.
”Let’s talk about another Al Gore, please” kataku. Ia berguman — lirih. ”He’s great …” katanya. Dalam bungkam dan perrmukaan ferry yang tak pernah diam dan seimbang aku malu mendengar tuturan panjang yang cuma bisu. Teks-teks dari berita menggenang lebih luas dari Selat Madura yang tak tenang dan berarus kuat ini. Bisu yang membuat Al Gore menjulang. Membuat aku malu membayangkan betapa gentle ketika ia mencabut gugatannya di pengadilan, padahal selisih ketertinggalannya dari George W Bush itu — mungkin cuma 16, atau 160, atau 1600 atau 16000 atau 160000 suara di satu distrik wilayah pemilihan itu — bisa dikoreksi dengan cepat, dan totalitas angka-angka konfigurasi perimbangan suara pun berubah.
Mungkin karena ia hanya ingin menjadi orang yang mensejahterakan rakyat, dan percaya hal serupa pasti sekuat tenaga akan dilakukan oleh George W Bush — yang di kemudian hari terbukti lebih suka memerintahkan membombardir Afganistan dan Irak, sampai di suatu hari dilempar sepatu oleh wartawan di Bagdad. Bukannya orang yang melulu dan menghalalkan segala cara demi sukses jadi presiden — mutlak hanya ingin jadi presiden Amerika Serikat, sang adi jaya di awal melenium II. Aku malu jadi … — seperti idiom ironik seorang penyair kesohor. Dan menangis bisu karena kami punya calon gubernur yang ngotot ingin jadi gubernur apa pun caranya. Malu sekali
”Are you sick?” kata Al Goore — dengan dobel o. Aku melirik. Menggeleng. Tersenyum rawaniah seperti semua adegan perpisahan dua orang saling mencinta di dalam sinetron Indonesia, yang selalu ditampilkan dalam frame muka berlinangan air mata dan konfigurasi mimik berkerut seperti handuk bau tukang becak dilempar ke bangku warung kopi — yang punya catatan bon utang setebal 32 halaman dari sekitar 7 tukang becak, 31 kuli panggul dan 22 kelasi kapal antar pulau di pelabuhan rakyat yang semakin dangkal. ”No! Sorry — just dust. A political pollution,” kataku.
Si turis bercelana pendek itu mengernyit, tapi tetap bungkam menghabiskan sisa tembakau sampai pangkal filter rokok putihnya — medit khas segala backpack turist di mana pun di dunia. Kikir. Kedekut. Pelit. Yahudi. Tidak seperti calon gubernur, calon anggota dewan di berbagai tingkat itu dan calon presiden yang mulai gencar pasang senyum, ramah sapa dan banyak membagi hadiah dan janji itu. Tapi apakah si calon gubernur yang yakin akan bisa mensejahterakan rakyat itu, si calon anggota dewan di berbagai tingkat yang merasa akan sangat jadi wakil rakyat dan akan selalu membela kepentingannya agar rakyat hidup sejahtera itu, dan bahkan calon presiden yang akan memperhatikan derita dan nestapa rakyat lantas merubah keadaan agar rakyat senyum dan tidur nyenyak itu — nanti –: orang tahu, mengerti dan memahami Madura lebih dari refleksi rasa setiap orang Madura itu sendiri.
*
MUNGKIN mereka hanya turis backpack bersandal jepit, yang datang untuk memotret, mencacat peninggalan sejarah dan keramaian corak budaya. Lantas bersiul pulang — melupakan segalanya, seperti biasanya. Seperti setiap nanti dari yang dahulu, yang melulu bilang: semua kejadian itu selalu terkait Allah, dengan berulang lantang mengucapkan kata insya Allah — menyerahkan tanggung jawab dari semua dan segala kejadian ke dominasi kemauan Allah, ke garis takdir yang telah ditentukan Allah. Dan mungkin sedikit Iblis yang menganjurkan untuk mungpung. Ya! Ya! Dan di dermaga Kamal: Al Goore kekal merekam diriku di antara orang yang bergegas turun dan para penyerbu yang gigih menawarkan angkutan lanjutan — dan sekedar pertolongan untuk membawakan beban.
Aku minta agar ia melupakanku. Tapi Al Goore tidak peduli. Tapi ia terus saja merekam dan melulu merekam, mencatat kami yang sepertinya tidak punya keinginan — tidak bisa merumuskan ingin dan bagaimana sehingga dikerubuti makelar dan calo. Apa kami ini cuma cacah yang dieksploitasi para makelar dan calo yang bergelimang keuntungan dalam kekuasaan yang mumpung? ”Sorry, sir. I am sick!” — kataku. Kelu.
Tahu bangsa, warga negara dan negara ini sedang sakit. Sakit — sesakit-sakitnya sakit.
Kena kutuk. Kena tenung. Kena sihir serta hipnotis the founding father dan pejuang belia yang memberikan semua keceriaan masa muda demi kemerdekaan, yang marah ketika menemukan generasi penerus hanya kanak-kanak yang berebutan kesempatan untuk berkuasa dan kaya mendadak.
Terkena teluh kejo rakyat, yang tak bisa makan dan selama berhari-hari demam lapar — sementara mereka makan apa saja dan memuntahkan semuanya bila ada menĂº lain lagi, lalu makan lagi dan muntah lagi dan makan lagi dan makan lagi dan melulu makan sampai lambung mereka menggembang menelam semua desa Indonesia. Jadi yang berperut buncit seperti Semar — yang pernah lancung mengumbar syahwat.***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Rabu, 18 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar