Pewawancara: Oka Rusmini, Gus Martin
http://www.balipost.co.id/2003/3/23
Di tengah hiruk-pikuk perkembangannya, ternyata sastra Indonesia sesungguhnya masih terasa asing dan sendiri. Kesunyian inilah yang membuat Taufiq Ismail merasa harus turun ke daerah-daerah, sekolah-sekolah, universitas, untuk memperkenalkan kembali karya sastra Indonesia di mata pelajar, bertahun-tahun tanpa lelah. Akhirnya, perjuangan sastrawan ini mendapat perhatian dari Universitas Negeri Yogyakarta. Dia dianggap berjasa besar dalam konstelasi pendidikan sastra. Pada 8 Februari 2003 Taufiq pun dianugerahkan Doktor Honoris Causa. Berikut petikan wawancara Bali Post dengan Taufiq Ismail.
APA arti anugerah Doktor Honoris Causa bagi Anda?
Kehormatan besar. Saya terharu dan gembira. Terharu karena apa yang saya dan kawan-kawan sastrawan selama sekitar enam tahun belakangan ini kerjakan, diperhatikan. Gembira karena bukan hanya diperhatikan, tetapi dihargai oleh dunia akademik. Dalam kurun masa enam tahun ini — 1996-2002, kami meluncurkan enam gerakan sastra, dengan sasaran dunia pendidikan, bertujuan meningkatkan budaya baca buku, kemampuan menulis dan menumbuhkan apresiasi atau kecintaan dan penghargaan pada sastra di kalangan anak didik kita di SMU.
Bisa dicontohkan apa upaya real penerapan enam gerakan sastra tersebut?
Enam gerakan sastra tersebut adalah pertama, menerbitkan sisipan “Kakilangit” di majalah Horison, sebuah ruang sastra diperuntukkan bagi siswa SMU yang dapat langsung dipakai di kelas sejak 1996. Kedua, kami melatih guru-guru bahasa dan sastra dalam “Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra” (MMAS) sejak 1999 di 11 kota, sebanyak sekitar 30 kali, diikuti kira-kira 1.500 guru. Untuk guru-guru di Bali, Lombok dan sekitarnya kami laksanakan di Mataram tahun yang lalu. Ketiga, kami membawa sastrawan ke SMU, agar siswa bertemu langsung dengan sastrawan, mendengarkan karyanya dibacakan sendiri dan berdialog. Nama kegiatan ini “Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya” (SBSB). Di Bali, kami pergi ke 14 sekolah di sembilan kota, didukung oleh 11 sastrawan Bali dan enam sastrawan dari luar Bali.
Keempat, “Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca” (SBMM), yaitu sastrawan berdialog dengan mahasiswa sastra dan mahasiswa calon-calon guru bahasa/sastra di sembilan universitas. Kelima, lomba mengulas karya sastra dan menulis cerita pendek untuk guru SMU, LMKS dan LMCP. Keenam, “Sanggar Sastra untuk Siswa” di 12 kota. Ini untuk menampung kegiatan sastra siswa di luar jam pelajaran sekolah.
Tapi Anda kan tidak bekerja sendiri atau boleh dikata itu ide kolektif?
Benar. Berbeda dengan gelar S-3 yang diperoleh melalui kerja keras membaca buku sumber, memilih masalah, melakukan wawancara, sampling, penelitian, menuliskannya dan mempertahankannya, yang kesemuanya adalah kerja satu orang dan hasilnya dinikmati satu orang itu juga. Maka dalam hal saya, itu berbeda. Saya tidak bekerja sendiri. Bahkan idenya juga ide bersama, yang dibicarakan secara kolektif. Keenam gerakan ini melibatkan begitu banyak orang, antara 100-150 orang. Jadi mestinya gelar Doktor HC yang satu ini dipakai beramai-ramai.
Bagaimana Anda memandang kondisi sastra Indonesia di Indonesia sendiri?
Kalau bagus, sehat, penuh energi dan perkasa, saya dan kawan-kawan tidak perlu melakukan enam gerakan sastra ini. Kalau publik membaca buku sastra seperti makan kacang goreng, kalau majalah sastra 50 buah terbit berserakan di seluruh propinsi, kalau jumlah sastrawan 5.000 orang tersebar se-Nusantara sehingga kritikus repot mengenali mereka, kalau proporsi jumlah judul buku terbit setiap tahunnya mendekati proporsi jumlah judul buku di negara-negara ketiga di dunia, maka enam gerakan sastra ini tidak relevan lagi.
Apa kelemahan karya sastra Indonesia sehingga bisa tidak diminati bangsa Indonesia sendiri? Apa kesalahan terletak di pengarang atau ada sistem tersendiri yang merusak minat dan gairah anak bangsa ini untuk membaca sastra?
Kesalahan tidak terletak pada pengarang. Yang keliru adalah sistem pendidikan sastra kita. Saya menduga kuat sebab utamanya adalah karena kewajiban membaca karya sastra, bimbingan mengarang dan apresiasi sastra di sekolah luar biasa terlantar di sekolah-sekolah kita. Melalui pengamatan saya pada 13 tamatan SMU 13 negara (1997), diperoleh perbandingan bahwa bila di negara-negara lain dalam 3-4 tahun para siswa SMU negara-negara itu wajib membaca antara 6-32 judul buku sastra, maka dalam jangka waktu belajar yang sama, siswa SMU kita membaca nol judul buku. Dan ini sudah berlangsung 60 tahun lamanya. Ini luar biasa menyedihkan. Tamatan SMU selama 60 tahun itu, merupakan lapisan masyarakat terpelajar kita sekarang. Bila dulu mereka di SMU tidak jatuh cinta pada bacaan sastra, ketika mereka jadi anggota masyarakat, kecil kemungkinan akan cinta pada sastra. Apalagi karena di negeri kita ini jurusan IPA, jurusan ilmu eksakta, sangat diunggul-unggulkan, berlebihan disanjung-sanjung, sehingga sastra tersisih ke pinggir jalan raya.
Solusi apa yang harus kita ambil untuk menggairahkan minat baca anak negeri ini pada sastra?
Pertama, perbaiki pendidikan dan pengajaran sastra di sekolah kita, sejak dari SD sampai SMU. Inilah yang ingin dicapai enam gerakan sastra ini. Kedua, untuk keluarga-keluarga yang kepala keluarganya (suami-istri) cinta sastra, agar mendidikkan bacaan sastra kepada anak-anak di rumah. Tidak harus buku sastra, pada awalnya, tapi asal bacaan yang baik untuk mereka. Literasi buku kita tanamkan di lingkungan yang paling dekat dari kita, yaitu keluarga kita. Ketiga, kita lakukan berbagai kegiatan masyarakat yang menggairahkan budaya baca dan kemampuan menulis. Pelajaran menulis sangat telantar di sekolah kita. Anjurkan anak-anak, termasuk diri kita, agar secara teratur menulis dan berkirim surat. Ke mana saja, asal menulis surat. Ini latihan mengarang yang bagus sekali, tak makan waktu. Penjualan perangko di kantor pos kita, ini cerita sedih dan memalukan lagi, terendah di dunia. Menulis surat pun, kecuali selamat hari raya dan tahun baru, kita malas.
Secara pribadi apa sesungguhnya makna membaca sastra bagi kehidupan seorang individu?
Menumbuhkan kearifan pada manusia dan kehidupan, mengasah sensitivitas estetiknya atau kepekaan terhadap keindahan, memupuk empati pada duka derita orang-orang yang malang, menyerap nilai-nilai luhur kemanusiaan, seperti antara lain keimanan, kejujuran, ketertiban, tanggung jawab, optimisme, kerja keras, keberanian mengubah nasib, penghargaan pada nyawa manusia.
Ketika mengadakan SBSB, harapan apa yang Anda ingin tanamkan?
Ketika 60 orang sastrawan yang pergi ke 82 kota, masuk ke 123 SMU di 17 propinsi dan berdialog dengan 58.000 siswa dan guru tiga tahun berturut-turut sejak 2000, kesan kami bersama adalah bahwa mereka antusias mendengarkan karya sastra dibacakan, bersemangat dalam dialog, tak canggung mengemukakan pendapat bahkan berani menyampaikan kecaman. Jadi bibit cinta mereka pada sastra, ada. Tinggal lagi, atau selanjutnya, bibit ini mesti disemai dengan baik oleh guru. Guru atau sekolah itu harus dibantu dengan penyediaan buku sastra di perpustakaan sekolah. Dan ini sudah mulai disediakan oleh Dikdasmen, atau Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Kami juga membantu dengan menyusun antologi karya sastra “Dari Fansuri ke Handayani” dan 4 jilid bunga rampai “Horison Sastra Indonesia”, total 25.000 eksemplar, yang telah dibagikan ke perpustakaan 4.500 SMU di Indonesia.
Apakah efektif program yang sedang Anda jalankan sekarang bagi perkembangan minat baca siswa pada sastra?
Karena program kami tidak hanya satu, dengan sasaran tiga, maka menurut hemat saya sebagai perangsang pertama, efektif. Penggarapan ditujukan kepada siswa, mahasiswa dan guru. Bentuknya stimulasi, pelatihan, pembinaan sampai penyediaan buku. Dilihat dari segi pendanaan, maka “Kakilangit” kami danai sendiri. Pelatihan guru MMAS dan lomba mengarang LMKS-LMCP didanai Depdiknas, sedangkan SBSB, SBMM dan SSSI disponsori Ford Foundation. Ketiga kegiatan yang didanai Ford Foundation sejak 2000 ini, akan selesai 2004. Mengingat efektifnya ketiga butir kegiatan ini, sayang kalau nanti tidak diteruskan sesudah 2004. Alhamdulillah Depdiknas setuju untuk melanjutkan kelak. Kami gembira sekali atas respons positif Depdiknas ini.
Harapan jangka panjang Anda?
Dalam jangka panjang, saya bermimpi kita bisa mengejar ketertinggalan kuantitatif siswa kita dalam hal membaca dan menulis. Siswa SMU Amerika Serikat, ketika mereka tamat, mereka telah membaca 4.824 halaman karya sastra. Siswa Malaysia (Kolej Melayu Kuala Kangsar, sebuah SMU unggulan), ketika tamat, telah menulis sebanyak 2.016 halaman ketik kuarto. Bukan main. Luar biasa. Saya bermimpi semoga dalam waktu 20 tahun kita bisa mengejar separo dari angka-angka di atas. Mudah-mudahan bisa lebih dari separo.
Bagaimana Anda memandang perkembangan kondisi karya sastra Indonesia saat ini?
Di atas lahan 60 tahun merosotnya budaya baca buku dan bimbingan menulis kita, dengan kegersangan top soil bumi penulisan Indonesia ini, maka perkembangan kondisi karya sastra Indonesia hari ini, bagi saya menakjubkan. Bahwa masih ada yang gigih menulis sastra dalam keadaan seperti ini, dan tetap saja ada yang berusia muda menulis tidak peduli — barangkali malah tidak tahu — dengan ketidaksuburan lahan sekitar ini, saya bersyukur sekali.
Kenapa karya sastra Indonesia tidak bisa berkembang seperti karya-karya sastra pengarang Jepang? Di mana sesungguhnya letak kelemahannya?
Sekali lagi saya merujuk kepada pendidikan dan pengajaran sastra di sekolah. Responden Jepang saya, bersekolah di SMU Urawa, 1969-1972, wajib membaca 15 judul buku sastra, belum dihitung karya sastra asing terjemahan. Latihan menulisnya mirip dengan latihan menulis siswa Eropa dan Amerika. Bentuk puisi haiku — puisi alit Jepang yang sangat indah itu, dilatihkan kepada seluruh siswa SMU Jepang, sehingga estetikanya tertanam dalam di lubuk hati dan otak mereka. Di sisi itu, walau orang Jepang penguasaan bahasa asingnya terutama dari segi lafal lemah, tapi terjemahan karya sastra asing kontemporernya sangat up to date, sehingga mereka kenal karya-karya besar sastra dunia hari ini. Karya besar terbit 1-2 bulan yang lalu di Amerika dan Eropa, bulan depan sudah beredar terjemahan Jepangnya. Jadi interaksi mereka cepat dan menyeluruh. Semua faktor tersebut, ditambah lagi dengan daya beli publik yang tinggi, menyebabkan sastrawan Jepang berkembang dengan pesatnya.
Apa sesungguhnya yang harus dimiliki oleh pengarang agar bisa menulis karya yang benar-benar bagus?
Membaca, membaca dan membaca, lalu menulis, menulis dan menulis.
Ada indikasi, popularitas seorang pengarang sangat menentukan laku karya-karyanya. Sejauh mana peran media massa koran, televisi, radio, terhadap perkembangan sastra Indonesia, terutama dari segi gencarnya publikasi?
Peran media massa besar sekali. Public relations sudah menjadi sains terapan yang ampuh benar dalam menyampaikan pesan-pesan. Contoh bertebaran di sekitar kita. Pesan-pesan itu bisa berbentuk pesan dagang, politik, ide, sastra, bahkan hasutan. Kerja sama dengan media massa, untuk meneruskan pesan, penting sekali.
Apa kontribusi sastra daerah terhadap perkembangan sastra modern Indonesia?
Kontribusi sastra daerah penting. Sastra daerah memperkaya sastra Indonesia. Bahasa daerah memperkaya kosa kata bahasa Indonesia, dengan nuansa rasa dan ungkapan yang belum tentu dimiliki bahasa Indonesia. Sastra Indonesia menghirup mata air sastra daerah, secara tak disadarinya. Itulah sebabnya dalam buku “Dari Fansuri ke Handayani” dan “Horison Sastra Indonesia”, kami mencantumkan contoh beberapa karya sastra daerah, dalam hal ini puisi, agar siswa dan guru tak lupa, agar mereka mengapresiasi akar sastra kita. Beruntunglah siswa-siswa yang menguasai bahasa daerah dan sastra daerahnya. Di ibu kota, kebanyakan siswa cuma menguasai bahasa Indonesia, tapi tidak menguasai bahasa daerahnya dengan baik. Mereka rugi.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar