Sabtu, 05 Februari 2011

TERNYATA PRAM LEBIH BESAR DARI YANG KITA DUGA

Jo Pakagula
http://pawonsastra.blogspot.com/

Menakar seorang Pramoedya Ananta Toer tidaklah mudah. Membicarakannya, secara tak sadar juga kerap menyeret kita kepada prasangka keberpihakan. Kesan masyarakat sastra terhadap Pram pada umumnya terbagi menjadi dua kelompok. Satu pihak memujinya selangit dan memujanya bak tanpa cela, pihak lain mencercanya habis-habisan tanpa mau menyelami lebih dalam siapakah sebenarnya Pram. Namun beberapa tahun terakhir nampaknya kian kentara upaya untuk menilai nominator Nobel bidang Sastra dan penerima Hadiah Magsaysay ini secara proporsional, lebih fair dan dengan hati yang jernih. Meski maaf, penilaian semacam ini masih sangat jarang kita dengar.

Memang susah untuk memahami Pram secara utuh sebagai sastrawan. Sudut pandang yang dibidik biasanya disertai balutan sastra yang kendati tipis, masih tercium bau kepentingan-kepentingan yang tak jelas relevansinya.

Bicara soal Pram kasusnya mirip-mirip dengan dua nama besar di Republik ini. Ketika ekonomi menjadi panglima, kebanyakan orang yang anti Soekarno hanya menonjolkan kekurangan, kesalahan dan sisi-sisi negatifnya, serta tak mau menyadari bahwa jasa Soekarno besar – bahkan sangat besar – bagi eksistensi NKRI. Jiwa patriotisme dan nasionalisme yang dikobarkannya dulu, terasa sangat dibutuhkan tatkala kondisi negara makin morat-marit dihantam krisis dan bencana, hingga kini.

Demikian pula dengan sosok Soeharto. Mereka yang tak suka akan cenderung melihat ‘tersangka sampai mati’ ini dari sisi gelapnya saja, sementara ada juga yang merasa yakin, pada zaman Orba pun terselip episode-episode yang terbilang manis bagi mereka. Tak mengherankan apabila pemahaman secara hitam-putih sering mengaburkan sensitivitas kita terhadap detail lain dari sang tokoh yang sedang kita perbincangkan. Pada akhirnya, kepicikanlah yang menyeruak, bukan kejernihan.

Politikus dan sastrawan memang berbeda, walau dalam beberapa tujuan bisa saling memanfaatkan. Begitu pula antara politikus dan intelektual, dua ‘profesi’ yang dapat bekerjasama sekaligus bisa saling menjatuhkan. Seorang rekan anggota Dewan pernah berterus-terang, di sela-sela persidangan yang nampak serius atau diserius-seriuskan, para wakil rakyat ternyata suka bercanda. Salah satu kelakarnya, “Seorang intelektual boleh salah, tetapi harus jujur. Sedangkan seorang politikus (termasuk mereka sendiri, anggota Dewan yang terhormat) tidak boleh salah, namun boleh tidak jujur.” Agak susah menebak sejauh mana tingkat akurasi kesesuaian kelakar ini dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

Layaknya perjalanan seorang anak manusia, Pram pun mengalami pasang-surut. Pada masa-masa sulit itulah pengarang yang memiliki memori kuat ini dirangkul oleh Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), yang memberikan tawaran cukup menggiurkan, antara lain berupa bantuan finansial dan order penerjemahan. Jadi, untuk urusan ‘dapur’ bagi Pram dianggap telah aman-aman saja. Secara sengaja atau tidak, Pram sering berperan sebagai corong kelompoknya, walau banyak rekan-rekannya yang sangsi, sebab secara ideologi belum tentu pengarang yang ‘keras hati’ sekelas Pram ini dengan mudah dapat dikendalikan.

Namun kenyataannya, tulisan Pram jadi kian garang. Ia memimpin rubrik Lentera yang muncul seminggu sekali di harian Bintang Timur. Di sana ia leluasa untuk menyerang seniman dan sastrawan yang bersebrangan dan berbenturan paham dengannya.Tudingan plagiator sempat hinggap pada Hamka. Dalam hal ini HB Jassin sebagai kritikus sastra berkomentar (dengan disertai argumentasi yang begitu kuat), bahwa Hamka memang sangat terpengaruh Al-Manfaluthi, tetapi jelas-jelas Tenggelamnya Kapal Van der Wicjk bukanlah karya plagiat. Artinya, dalam usaha ‘pembunuhan karakter’ ini memang terdapat unsur non sastranya. Kita tahu, Hamka selain sastrawan juga seorang ulama karismatik.

Tak cukup di sini. Tuduhan kepada Hamka kian ganas hingga ia mesti meringkuk dua setengah tahun dalam tahanan – tanpa proses peradilan – karena diduga makar dan berkomplot untuk membunuh Presiden. Apa mau dikata, pada era tersebut menentang penguasa akan dicap sebagai kontra revolusioner, komunisto phobi atau anti Nasakom. Stempel seperti tidak bisa dianggap main-main.

Budayawan dan sastrawan yang tak setuju dengan pemikiran Pram dan kawan-kawannya pun akhirnya menandatangani Manifesto Kebudayaan yang akhirnya dilarang oleh Pemerintah. Musik ‘ngak-ngik-ngok’ ala Koes Plus yang membius dan lagu cengeng Rachmat Kartolo yang mendayu pun jadi korban pelarangan karena dikhawatirkan mengendorkan semangat revolusi.

Toh, kita tetap tidak bisa menyalahkan Pram seorang. Ada sistem yang lebih besar, dengan otak-otak cemerlang yang merancang konsep dengan rapi serta menerapkannya dalam berbagai strategi guna memuluskan pencapaian keinginan mereka. Barangkali saja mereka memang piawai dalam memanfaatkan nama besar Pram. Kesalahan atau mungkin sesuatu yang mungkin dianggap salah itu, kini telah dibayar tunai oleh Pram. Penulis besar ini harus merasakan hidup terbuang selama sepuluh tahun di pulau Buru.

Tahun 70-an Jendral Sumitro sempat mengunjungi Pram di sana. Kunjungan ini berlanjut dengan penyerahan sebuah mesin ketik manual kepada Pram. Tapi tak seorang pun pernah mengira dari mesin ketik hadiah Jendral Sumitro ini akhirnya lahir novel-novel monumental semacam Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Rumah Kaca, Jejak Langkah serta beberapa judul naskah lainnya. Rupanya ada kesamaan yang menarik antara Pram dan Hamka. Dalam tahanan yang dilengkapi dengan beberapa model penyiksaan itu – termasuk disundut rokok – Hamka justru bisa menyelesaikan Tafsir Al-Azharnya, pekerjaan yang pasti mustahil ia kerjakan jika berada di luar tahanan. Hamka saat itu memang luar biasa sibuknya berceramah. Pram pun demikian, di tengah tekanan fisik maupun psikis, karya-karyanya yang hebat justru dapat tercipta.

Terlepas dari pernik politik serta segala sebab dan akibatnya, Pram memang seorang penulis besar. Sejak muda hidupnya diabdikan untuk mengembangkan dunia sastra. Tentu ada saatnya pendewasaan itu sedang berproses. Namun bahwa karya-karyanya secara kualitas sangat hebat dan mengagumkan, itu sudah diakui masyarakat sastra. Produktivitasnya pun sulit ditandingi. Tak kurang dari 53 judul buku telah diterbitkan, bahkan sebagian di antaranya sudah diterjemahkan ke dalam 41 bahasa dunia.

Saya jadi ingat sebuah film Nasional yang berjudul ‘Andai Ia Tahu’. Tokoh wanita dalam film tersebut – seorang penulis lepas – suatu ketika terjebak dalam lift macet. Ia hanya berdua saja dengan seorang cowok. Setelah berkenalan dan berbasa-basi sejenak, sang pria tiba-tiba bertanya, “Apakah obsesi utamamu ?” Tokoh wanita tadi menjawab cepat, “Ingin duduk bareng dan ngobrol sama Om Pram!”

Pram tetap seorang manusia, ada kurang dan lebihnya. Kata Agus Miftach (dari BAKIN) yang diberi tugas untuk mengawasi gerak Pram, penulis kelahiran Blora ini memang terlihat tak pernah sholat. Tetapi jika anaknya terlambat sholat, maka ia akan langsung mengingatkannya. Ketika anaknya mau menikah, ia malah menyuruh sang anak dan calon menantunya untuk belajar agama dulu kepada Hamka, ‘sahabat’ yang pernah dijegalnya sekian tahun sebelumnya.

Apa kata Pram tentang kematian? Penulis yang pernah mendapat surat dari Presiden Soeharto serta sempat membalasnya ini menyatakan, “Kelahiran selalu ditunggu orang padahal belum pasti datang. Sedangkan kematian pasti datang, tapi tidak ditunggu.”

Terakhir, kebesaran dan kehebatan Pramoedya Ananta Toer bukanlah sesuatu yang dilebih-lebihkan atau dipaksakan. Ia bahkan lebih besar dari yang kita duga. Kiprahnya dalam dunia sastra sangat mencengangkan, dalam makna yang positif. Karya-karyanya luar biasa, banyak tokoh-tokoh masyhur yang mengidolakannya, termasuk mereka yang bersebrangan dengannya. Tentu saja pengakuan ini bukan lantas membenarkan ‘semua’ yang pernah ditempuh dan dilakukannya. Itu persoalan lain yang sebaiknya tidak menjebak kita untuk selalu menoleh ke belakang dan mengaduk-aduk sejarah tanpa mengandung faedah bagi langkah kita ke depan.

Karanganyar, pertengahan Maret 2008

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae