Sabtu, 05 Februari 2011

Yang Teramputasi

Gus Martin
http://www.balipost.com/

AKU punya rasa sesal amat sangat yang kini kupendam jauh di dasar hatiku. Kadang menyakitkan. Rasa sesal itu, bukan lantaran aku terlahir berbekal cacat dan keanehan yang dalam sepanjang perjalanan hidupku memberi kesempatan pada banyak orang untuk menolok-olokku, menghinaku, dan mentertawaiku. Rasa sesal itu, justru lantaran bagian tubuhku yang tak wajar itu kini sudah diamputasi dan dikremasi.

Pun rasa sesal itu bukan hanya ada padaku, juga pada Mangku Boka, kakekku yang juga bapakku itu. Malah dia sepertinya sudah enggan melihatku. Di samping sarat sesal, sorot matanya acapkali berkaca-kaca ingin menusukku. Meski berkali-kali kuyakinkan perasaanku bahwa di balik itu hati kakekku penuh kasih, toh sorot mata dan kebisuannya tetap saja seperti tak bersahabat.

Malam itu sengaja aku datang ke padepokan kakekku. Melihat aku datang, ia hanya mendehem sembari menyalakan beberapa lampu templek berbahan bakar minyak tanah itu. Aku duduk dan menunduk. Sebagaimana kebiasaanku, terlebih dalam situasi dingin dan renggang seperti ini, aku memang tak berani menatapnya berlama-lama.

“Saya sangat menyesal, Kek,” kataku memberanikan diri.

Perlahan, kakekku berjalan agak mendekat ke arahku, lalu berdiri di depanku, membelakangiku. Matanya menerawang ke gelap malam dan terang rembulan. Jenggot putih panjangnya dan busana putih kusamnya yang berlipat-lipat mirip busana para bhagawan dalam cerita pewayangan Mahabharata itu sesekali bersemilir diterpa angin kecil.

“Kakek tidak apa-apa jika itu juga sudah menjadi keputusanmu. Demi masa depanmu juga, demi nama baikmu, agar kamu tidak menanggung aib sebagaimana dikatakan banyak orang di desa ini. Kelak kamu juga akan dewasa dan menikah,” katanya dengan suara berat yang membuat bulu kudukku berdiri.

Kuberanikan diri menatapnya. Dari kilatan sinar samar-samar lampu templek kulihat airmatanya menitik. Tiba-tiba muncul dorongan hatiku untuk menabrakkan tubuhku seraya memeluknya erat-erat. Kakekku menarik nafas panjang dan mengusap-usap kepalaku. Aku lantas tak bisa menahan ketika tangisku tumpah. Pelukanku terasa kian kuat. Ada gelombang hangat dari tubuh kakekku mengalir di tubuhku.

Barangkali gelombang hangat seperti itu juga yang kuterima hampir dua puluh lima tahun silam ketika tubuhku yang kecil merah telanjang menggeliat dalam lengking tangis. Bapakku mencerai ibuku dan ibuku frustrasi lalu bunuh diri. Di tengah galau ibuku yang tergeletak mati dengan urat nadi teriris pisau dan kemungkinan tubuhku yang masih berupa orok merah terkulai merana di puskesmas desa, kakekku yang di desaku dianggap pendekar sakti itu cepat menyelamatkanku.

Petugas puskesmas dan orang-orang seisi desa yang sebenarnya sedang dilanda konflik permanen itu ternganga dan tidak mampu berkata-kata. Jika toh mereka sempat berkata-kata, itupun hanya dalam bisik-bisik penuh kesinisan dan memaki-maki. Hampir seluruh tanah desaku bergetar, sebagian kecil orang-orang sibuk dalam tanya dan sebagian besar tak peduli. Ada di antara mereka yang tidak cukup ternganga pada kematian ibuku yang tragis atau bapakku yang lari entah ke mana, tetapi lantaran kelahiranku yang tak lazim. Aku lahir berekor!

Semula ekorku hanya tiga centimenter. Namun seiring pertambahan usiaku, ekorku pun bertambah panjang. Awalnya, ketika usiaku menginjak tiga tahun, tim ahli medis dari pemerintah serta sejumlah lembaga sosial meminta agar ekorku itu diamputasi atau dipotong saja dengan alasan kemanusiaan. Pemerintah pun sudah siap menanggung biaya operasinya. Namun, kakekku menolak mentah-mentah. “Biarkan cucuku ini tumbuh apa adanya. Ini tanggung jawabku sepenuhnya,” kata kakekku kala itu.

Akhirnya aku tumbuh apa adanya. Aku tidak pernah merasa menyesal atau keberatan dengan ekorku yang ternyata telah tumbuh menjadi sekitar empat puluh centimeter lebih itu. Ekor yang selalu kulingkarkan ke pinggang tersembunyi di dalam baju dan celanaku itu pun sudah kuanggap seperti bagian tubuh normalku yang lain. Meskipun aku sering jadi bahan cemoohan teman-temanku di sekolah maupun di desa, aku tak pernah merasa minder. Meskipun ada sejumlah tokoh di desaku berkehendak mengusirku dari desa karena aku dinilai membawa aib desa, aku tak gentar karena kakek membelaku dan tokoh-tokoh desa itu takut pada kakekku.

Banyak orang menilai tindakan Mangku Boka, kakekku itu, yang membiarkan ekorku tumbuh, sinting dan tak berperikemanusiaan. Aku malah tak mengerti soal itu. Yang kutahu dan kurasakan, kakekku sayang padaku. Aku diajarinya segala hal yang ia kuasai, dari mengukir patung sampai ilmu silat dan tenaga dalam. Usaha kakekku ternyata tak sia-sia, di usia belia aku sudah menjadi pematung terkenal di kampung serta punya sedikit kemampuan silat serta tenaga dalam. Karya-karya patungku yang populer adalah patung-patung kera dengan tatahan bulu-bulunya yang kubikin halus.

Sampai suatu ketika, ada Profesor Freitz, seorang wisatawan yang juga peneliti dan pengamat seni asal Prancis, satu di antara sejumlah wisatawan asing yang pernah mampir di studio patungku, menyelami kehidupanku lebih jauh. Mungkin lantaran sudah banyak mendengar dari orang-orang di kampungku, ia tertarik menanyakan perihal ekorku.

Di hari-hari kemudian, Freitz jadi kian akrab denganku. Sampai tiba saatnya ia mengemukakan keinginannya untuk mengajakku ke Prancis untuk dua tujuan, menyuruhku berpameran patung tunggal serta menjadikanku bahan penelitian atas keberadaan ekorku. Semua itu atas biaya Freitz sendiri. Hatiku bersorak, ini kesempatan yang tak boleh kusia-siakan.

Atas prakarsa Freitz, aku pun menggelar pameran patung tunggal di sebuah galeri ternama di Prancis. Sambutan peminat seni di sana sangat bagus, aku diwawancarai sejumlah media dan nyaris semua patungku laku diborong para kolektor. Freitz mengaku amat senang. Perihal tujuan keduanya, penelitian atas ekorku, dilaksanakan pada akhir pameranku. Penelitian dilaksanakan Freitz bersama rekan-rekannya yang juga para ahli di sebuah laboratorium. Entah karena apa, ketika sampai pada keinginan mereka untuk mengamputasi ekorku, demi kewajaran hidupku kelak, aku malah setuju.

Wajah kakekku pun pucat pasi ketika aku kembali pulang dengan ekorku yang sudah diamputasi dan kubungkus dengan kain putih. Uang yang kubawa banyak dari hasil penjualan patung di pameran itu sama sekali tak ada artinya bagi kakek. “Mengapa kamu ceroboh dan senekat itu tanpa pernah sekalipun minta pertimbangan kakek?!” hanya itu kalimat yang diucapkan kakekku dengan suara bergetar. Sepertinya sudah tidak ada gunanya aku minta maaf karena permintaan itu bagiku bagai sejumput garam di lautan kekesalan kakekku.

Kini aku bersimpuh kaku di belakang kakekku.

“Kamu lihat orang-orang di kampung kita. Mereka rata-rata sudah mabuk dalam kubangan nafsu hewani. Mereka larut dalam konflik sengketa berkepanjangan, tidak punya nurani, brutal, rakus, buas, liar, saling tikam, rebut warisan, bunuh saudara, berebut kuburan, merusak alam, tidak tahu sopan santun, memakan bukan hak milik, merusak rumah tangga orang lain, pembual dan penipu. Mereka itulah sesungguhnya binatang-binatang yang kehilangan ekornya, bukan manusia yang dianugerahi ekor seperti kamu. Sekarang ekormu telah kamu potong, kakek khawatir kamu kelak akan jadi seperti mereka,” papar kakekku.

Bulu tengkukku bergidik. Tangisku tumpah lagi sehingga membuat dadaku sesak. Perasaanku bercampur aduk antara penyesalan, cintaku yang dalam pada kakek, dan ketidak-mengertianku atas semua penjelasan kakekku itu.

“Sudahlah, tidak usah kamu sesali lagi dan kakek juga akan menerima semuanya. Kamu juga tidak akan pernah mengerti maksud kakek. Kelak, kamu akan berkeluarga dan hidup sewajarnya. Sebelum kakek pergi, perlu kamu tahu sesuatu yang selama ini belum pernah kamu tahu…,” ujar kakekku sembari secara perlahan menyingkap sebagian bokongnya. Di sela kainnya yang berlipat-lipat, menjulur ekor yang panjangnya kutaksir sekitar satu meter lebih. Nafasku seperti berhenti bertiup.

Dalam hitungan detik, tubuh kakekku lenyap tanpa bekas diiringi hembusan pusaran angin sebagaimana sering dilakukannya. Beberapa lembar daun kering di halaman depan terbang berputar-putar dan sinar lampu templek bergoyang ringan. Entah berapa lama aku bersimpuh dan tertegun di sana, aku sudah tak ingat lagi.

Denpasar, Februari 2009

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae