Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-indonesia.com/
1.
Sadarkah Pangeran Puger bahwa dia tengah mengemban Sabda Sejarah? Suatu pewartaan dari “Babad Tanah Jawa” mengungkapkan, tatkala jenazah Sri Sunan Amangkurat II tengah dikafani menjelang pemakaman agung. Puger menyaksikan sorot vertikal ke langit, berwarna putih kebiru-biruan, keluar dari batang kemaluan raja yang ereksi. Dengan kekuatan saktinya, Puger mengucup sorot tersebut hingga wajah dan seluruh tubuhnya mengambil alih Wahyu Kraton dari raja pendahulunya, yang juga adalah sang kakak.
Ini dikisahkan, kenapa suatu hari, Pangeran Puger memberanikan diri untuk mengadakan kudeta melawan kemenakannya, Amangkurat, yang waktu itu masih jadi raja yang sah. Pengangkatannya berlangsung di ibukota Semarang (tempat kedudukan Gubernur VOC), yang merestuinya, seterusnya dia mengambil gelar baru : Susuhan Pakubuwono I. di sini, bagai tebal gambarannya, Puger alias Pakubuwono I memang jadi “orang urapan Tuhan”, tokoh kharismatik yang memegang babak baru dalam singgasanaTanah Jawa, dengan pusat pemerintahan di Kartasura. Warna pergantian dinasti yang diantar oleh peristiwa gaib(yang mungkin hanya rekaan pujangga istana, atau hanya cerita dari mulut ke mulut), mungkin masih diimbuhi dengan hadirnya Nyai Rara Kidul pada upacara jumenengan sang narendra akbar. Keabsahan profil pelungguh dampar kencana mesti dilekati kharisma yang sulit dilukiskan agung-indahnya, disaksikan para dewa, kharisma yang terlahir pada jabaan aktualnya, tetap teka-teki.
2.
Sebuah telaah yang hidup tentang superpower alias maha adikara yang menyangkut kekuasaan yang nirwatas, kiranya sudah perlu membuat kita terjaga, kendatipun jelas, hal ini bukanlah ikhwal baru. Secara klasik, pada hakikatnya manusia adalah seteru bagi manusia yang lain, jikalau dia sendiri ogah untuk memberikan telempap sebelah kamarnya kepada pihak lain. Akan tetapi, dia bakal menjadi rekan seikhwan bagi keluarga besar humaniora, jikalau dia relakan tikarnya yang berlebih sejengkal, untuk ditiduri jirannya, atau bahkan seseorang tanpa nama yang baru dikenal tadi sore di tengah jalan. Persoalan sekarang, tatkala kita beranggapan, bahwa keamanan diri sendiri menjadi inti pokok dari perekadayaan budaya—tiada meleset dari dugaan, bahwa memberikan rasa aman (atau semacamnya) kepada oranglain juga merupakan kewajiban luhur.Di sebelah itu, penjagaan terhadap “rasa hati untuk diberi pengjormatan sewajarnya” juga tak bisa dipandang remeh, karena, langsung menyangkut hari esok kita semua.Alhasil, pada pensifatan yang terang tentang pemiliki kekuasaan, dalam hakikatnya, yang tiada lebih daripada penyumbang setapak batu-merah kepada pembikinan fondasi hidup kelayakan Hari Ini.Tak seorangpun boleh mengelak.
3.
Pilar-pilar buana, umumnya disebutkan sebagai empat hal ini—realistis sajalah, pembaca!—yaitu, pertama: pengedepanan sebuah figur yang dihormati sebagai unsur terkuat dari masyarakat patembayan ini. Kalau sekarang orang berbicara tentang konglomerat, maka asosiasi atau grup-grup yang bernama bisnis luar biasa harap dipanggil untuk menjadi pionir dari pembukaan riap-rimbun yang sulit diduga ini. Kedua, pembekalan orang-orang yang secara langsung mempunyai kepentingan tehadap daerah yang punya riwayat unik dalam sejarah Tanah Air.Pendekatan atas ini merupakan kunci dari usaha memanggil putra-putra daerah yang merantau ke berbagai kawasan. Kehadiran serta persembahan sumbangan mereka akan merupakan semen-semen perekat bagi perumahan yang dimaksudkan. Ketiga, penghimpunan kekuasaaan bagi masa datang, lebih ditekankan pada landasan semangatnya, karena secara ekonomis, tiada yang perlu dirisaukan lagi. Keempat, dari lingkaran berapi yang menjanjikan Kasih yang Lebih Hangat, perlulah diperhitungkan kharisma dari para pembangun daerah, terlebih–lebih mereka yang berada pada jalur aristokrasi. Dengan memandang realitas begini, diperoleh kesan, betapa ragam-ragam wadag ini harus dimanfaatkan. Di samping itu, partai-partai politik, yang secara berkala dapat menampilkan tenaga kader yang telah tergembleng, kiranya wajar bila mereka berkharisma pula sebagai pemimpin masa datang. Dari lingkungan golongan karya, banyak juga ditemukan kader pemuda hari kini, dan pemimpin bangsa hari nanti.Sayang, beberapa hal sekitar penampilan tokoh-tokoh ini, masih belum banyak yang melalui kaderisasi yang demokratis.Tapi soal ini toh dapat dibenahi di hari-hari mendatang.
4.
Nimbus, aura, danregalia sebagai perangkat kelihatan dan tak Nampak, dalam masyarakat Jawa harus diperhitungkan sebagai isyarat Yang Maha Baik, bagi manusia yang mendewakan sang pemimpin digdaya. Haruslah disebut, bagaimana pengaruh kekuatan sinar sakti dari langit, bolaantariksa, dan perada dari kerajaan surgawi, senantiasa menjadi pertimbangan utama, bila Maharaja yang diidamkan itu lahir, bahkan mengangkat tongkat kepemimpinannya. Demikian pula hingga hari ini, tatkala orang berfikir tentang fokus ke-dewata-an sang adikuasa, masuk akal juga, bahwa sumber ilmiah yang dimiliki berasal dari ruh-ruh mahaluhur. Kongkritnya, corak kesaktiannya berasal dari setrum kulturalnya yang berasal dari salah satu Kraton berpengaruh di Jawa!
Kisah Ken Arok sendiri, yang kemudian hari menjadi Raja Singhasari dengan gelar Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi alias Oaduka Mpungku Bathara Guru ternyata diliputi juga oleh pembikinan misteri di balik tahta, yang dirawitkan oleh para penjilatnya semasa itu. Bukan hanya pribadi kedewataan yang dilukiskan, namun juga perlukisan dalam “Serat Pararaton”, di mana Ken Arok seolah-olah telah diramalkan sedari bayi, bakal menjadi Maharaja Diraja kemudian hari. Ia putra Bathara Brahma, dan “menyamar” sebagai penggembala dan maling berandal, agar “lebih terdidik dan terlatih sebagai rakyat”. Malahan pernah terlukis, bagaimana dari kepalanya muncul ribuan kelelawar suatu hari, tatkala ia tengah tarabrata di bawah pohon, di sebuah pertapaan. Demikian pula kedahsyatan Raden Mas Sahid alias Pangeran Sambernyawa, yang pernah didatangi Ajar (pendeta) kembar Adirasa-Adisara, dari alam Sonyaruri, yang memberikan wasiat-wasiat suci. Pendiri dinasti Kasultanan Yogyakarta, Pangeran mangkubumi (HB I), dilukiskan pernah bewawan-sabda dengan nagaraja bernama Kyai Agengn Jagarumeksa, yang menitipkan hutan Beringin kepadanya. Inipun sepenggal kisah kharisma jaman kuno, mengikut imajinasi sastrawan masa itu, yang merindukan seorang penganjur yang cerdas, tegar, dan—diurapi. Sekalipun jelas, urapan-urapan ini hanya kata lain untuk charisma terindah.
5.
Sekitar Upacara Jumeneng para raja jawa, dapat kita saksikan arak-arakan gadis-gadis remaja berbusana pengantin, yang membawa serangkaian regalia yang dikeramatkan, yakni : banyak dihalang sawunggaling ardhawalika, kacumas, damar, larbadhak, kacapangilon, tameng, dan lain-lain yang sebenarnya merupakan harta rampasan dari beberapa dinasti terdahulu. Dengan kata lain, raja yang baru dilantik itu “merasa mewarisi sah” perangkat upacarayang jadi andalan kekuasaan ini (secara magis), termasuk diantaranya tombak, keris, jubah, trisula, kitab-kitab, surban, kendil dan berbagai peninggalan kerajaan-kerajaan yang telah tengge;am. Di sini, susuran panjang tentang kharisma masih harus dirakit sedari penentuan para pinisepuh yang membacakan japa-mantra pewisudan, bagimana argumentasinya secara tradisional, bagaimana bobot para pendukungnya yang hadir sebagai ningrat-ningrat baru di hadapan baginda, dan sudah barangtentu, bagaimana sang tokoh “ bersikap” dalam menghadapai jaman yang berubah. Karangan bisa dibuat, demikian pula tatanilai keupacaraan, yang nampak pada ubarampe depan mata hadirin. Namun begitu, apakah kharisma juga bisa ditayangkan sebagai regukan-regukan nan membawa rahmat-sedemikian hingga pribadi yang jumeneng itu tak tercela?
6.
Kendatipun daya tarik diperlihatkan oleh pemimpin kharismatik dalam hal tertentu dapat berasal dari kemampuannya memusatkan dan menyalurkan rasa ketidakpuasan dan kepentingan yang saling berbeda ke arah pendekatan bersama, mempersatukan penduduk yang terpecah-belah dalam mengejar suatu sasaran yang sama, hal ini tak cukup menjelaskan dapat diterimanya seorang pemimpin tertentu. Itupun belum menjelaskan, bagaimana seorang pemimpin mempertahankan kharisma dalam keadaan yang tanpa kepastian, dan pengkotak-kotakansetelah tercapainya tujuan meraih kemerdekaan. Pada tingkat lebih dalam, mungkin nampak, kharisma seorang pemimpin justru terikat, bahkan mungkin tergantung pada bersatunya pemimpin ini pada pikiran dan perasaan penduduk, terhadap tokoh-tokoh sucinya, dewa-dewanya, pahlawan-pahlawannya. Tindakan-tindakan mereka, dan hal-hal yang berkaitan dengannya, yang dikisahkan secara panjang lebar dalam mitologi dan legenda, menyatakan nilai-nilai hakiki sesuatu kultur, termasuk penggolongan pokok dalam mengorganisasi pengalaman dan usaha guna mengatasi dilema kebudayaan dan kemanusiaan. Dalam pada itu, buah pikir dan tindakan manusia mencapai puncak tertinggi sebagai hasil dari sekian bentrokan dengan pemikiran yang ada dan pemikiran mengujinya. Melalui bentrokan-bentrokan pemikiran, seseorang berusaha terus menerus menyempurnakan pemikirannya—istilah khususnya, brain stroming. Tanpa lewat bentrokan, tidak akan terasah dan menjadi tajam, atau melahirkan alternatif arah jalan keluar dari problema yang melingkari hayat ini. Sikap terobosan dan pemikiran hanya bakal lahr nila kita berani untuk berkonflik dengan situasi, dengan sang kala. Kalau perlu, pikiran dibenturkan pada tempok pemikiran yang ada (suatu masa), sebagai langkah awal untuk menguji keampuhan pikir, yang dicobakan, agarjadi pemikiran terobosan…. !
7.
Strategi-strategi tertentu dari pribadi pemimpin-pemimpin kharismatik merupakan bahan penelitian yang cukup menarik, terutama segi empirisnya. Uusur-unsur dalam strategi ini dapat dipisah dalam pembagian kata dan gaya indah(retorik) dalam pidato-pidato, penggunaan persamaan(simile) dan kiasan(metaphor) seraya mengkaitkan hal itu dengan bundelan purbawi sahibul hikayat. Dukungan rakyat antara lain diperoleh, berkat upaya menjadikan dirinya sebagai sumber “kepentingan seluruh tubuh nation”, yang didesakkan secara halus, sebegitu rupa, sehingga warga bangsa pun merasa terikat secara emosional dengan sang pribadi. Nampaknya kepemimpinan kharismatik tumbuh subur sedari tiga dasawarsa ini, terutama di Negara-negara baru merdeka dari pemerintahan kolonial. Dalam lapisan perlepasan diri dari terungku, dapat dikaji sistem tradisional sebelum masa penjajahan efektif, yang unsur kemapanannya diteruskan oleh penguasa kolonial untuk menciptakan loyalitas tunggal kepada kelompok embtenar pribumi yang mendukung admisitrasi penjajahan. Di situ, lapisan elit harus dipandang sebagai kader-kader kharismatik yang diinginkan oleh kolonialisme, untuk terus mengawetkan sistem tadi. Di samping itu, pemerintahan tak langsung dari pemerintah kolonial yang makin jauh memasukkan perangkat penguasa-penguasa swapraja (yang toh dikendalikan oleh team pengontrol yang masih menjaga wibawa), lantaran akar tradisi yang lekat padanya), pada pola kepemimpinan kharismatik. Kedua, sifat-sifat archais yang masih terus merkayat, lepas dari itu bersumber dari sinar Kraton atau telah dimodofikasikan dengan pandangan dunia kerakyatan yang berlangsung selama fase-fase adikuasa raja-raja. Bila andaran semacam ini kita kaji, semakin terasa, bahwa hak ilahiah sering kudu mengalah kepada hak rakyat!
* Tanggungjawab posting atas PuJa [PUstaka puJAngga]
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar