Kamis, 11 Agustus 2011

Menarikan Tarian di Ranjang Kyai

A. Iwan Kapit
http://media-lamongan.blogspot.com/

Menelusuri detil-detil cerita yang berkelindan dalam Tarian di Ranjang Kyai yang ditulis Yan Zavin Aundjand, membuat saya kembali mengingat memori usang masa kecil tentang pengalaman hidup yang singkat di Madura. Ada 2 kota yang sempat saya singgahi sejenak; Pamekasan dan Sampang. Kenapa sejenak? Karena tugas yang diemban orang tua saya pun tak berlangsung lama di tanah garam ini. Dalam rentang masa yang singkat tersebut saya masih menyimpan sekelumit ingatan dan potret tentang Madura. Udara panas, sapi coklat, masjid atau mushola yang selalu bermenara, kerupuk besar, sate lalat, soto, tempat wisata api abadi, tanah merah, bukit-bukit tandus, hutan-hutan bakau dan pantai di pinggir jalan, kamar pasir, bahasa serta dialek lokal yang sulit saya pahami dan kadang membuat saya tertawa karena merasa terasing.

Sebelum kami berpindah ke Madura, beberapa sanak famili dan tetangga santer berpesan supaya kami berhati-hati kalau hidup di Madura. Menurut desas-desus yang mereka dengar orang Madura itu beringas, mudah emosi, dan jangan sampe berurusan yang neko-neko dengan mereka. Bisa-bisa nanti diclurit atau disantet karena Madura terkenal dengan caroknya. Namun, hal itu tidak kami gubris. Terbukti selama bermukim di sana kami baik-baik saja. Orang tua saya berpikiran enteng. Selama kita bersikap santun dalam berhubungan dengan orang lain tentu orang lain akan bersikap baik pula. Tak peduli di mana pun tempat dan karakter sosialnya.

Dengan waktu yang singkat itu pun, tidak mampu bagi saya untuk mengenal lebih jauh dinamika sosial yang ada. Terlebih gambaran tentang adat, budaya, dan corak sosial pedesaannya. Benarkah bahwa desas-desus tentang orang Madura seperti apa yang digambarkan beberapa sanak famili dan tetangga dulu nyata adanya?

Hingga suatu waktu dengan perlahan saya memahami Madura ketika membaca Orang Madura Tak Mati Lagi: Roman Sapi dan Wanita yang ditulis Edi AH Iyubenu. Dalam roman tersebut digambarkan bagaimana sapi kerapan merupakan simbol kemuliaan orang Madura selain tembakau dan tanah. Semakin juara sapi yang dimiliki semakin agung pula pemiliknya. Roman ini berkisah tentang seorang janda kaya yang bernama Mariam. Ia diwarisi sepasang sapi kerapan yang bergelar Ponca Langgik(Puncak Langit). Di setiap perhelatan lomba kerapan sapi yang sangat bergensi, Ponca Langgik selalu tampil menjadi juara. Kemenangan demi kemenangan tersebut ternyata membuat Mariam menjadi tandak, simpanan banyak lelaki. Gambaran tokoh Mariam dengan seluk beluk kehidupan sosial serta percintaannya di roman ini membuat saya sedikit demi sedikit mengerti kultur Madura.

Pemahaman saya pun semakin bertambah ketika menamatkan Tarian di Ranjang Kyai ini. Bagaimana tradisi merantau menjadi kebiasan warga desa yang ingin memperbaiki kehidupan ekonominya. Bias gender yang secara tidak langsung sama-sama menindas kaum lelaki dan perempuan. Minimnya pendidikan masyarakat. Banyaknya pernikahan usia muda. Pendewaan terhadap tokoh agama yang berlebih karena dianggap sebagai sosok yang berpengetahuan luas dan tidak pernah salah. Walaupun terkadang bila melakukan perbuatan yang melenceng masih ada pembenaran dari masyarakat. Tradisi carok demi mempertahankan harga diri. Serta tradisi mistik yang masih langgeng. Semua itu tergambar dengan begitu jelas. Melengkapi sekelumit ingatan dan potret yang singkat tentang Madura yang telah lama terserak tak keruan.

Membaca novel ini, selain memberikan gambaran jelas tentang lokalitas ke-Madura-an, juga memberikan kesan yang dramatis, getir, dan tragis. Melalui tokoh Misnadi penulis langsung menohokkan kesan tersebut di awal cerita;

Kini, seorang Misnadi melakukan perantauan dari desanya, desa Sare ke Kalimantan, dengan berharap banyak suatu saat dia akan membahagiakan istri dan anaknya dengan hasil kerjanya di perantauan. Padahal, di tempat perantauan itu dia hanya jadi koli bangunan, itupun kalau ada yang membutuhkan tenaganya. Kadang juga ikut pemulung yang lagi beroperasi di lokasi sampah-sampah kota. Hasilnya pun hanya cukup untuk bisa menutupi lubang perutnya sehari-hari. (hal 2)

Hal yang serupa pun tergambar melalui tokoh Nisa’. Istri Misnadi yang sering uring-uringan karena merasa tak pernah tercukupi kebutuhannya. Tiap hari selalu ada saja yang diributkan. Namun, pada satu sisi, ia pun butuh perhatian yang lebih dari Misnadi. Terlebih ketika ia dihadapkan pada kenyataan pahit tentang kepergian suaminya selama beberapa tahun tanpa kabar dan tak seorangpun tahu keberadaannya. Di sini kita seakan dibawa larut dalam kesedihan yang dialami Nisa’;

Di dalam kaca itu kadang ia tersenyum dan kadang merasa kesal. Senyumnya, karena dia sudah ditakdirkan sempurna menurut pandangan kaum lelaki, tapi apa yang membuat Misnadi tak memberikan kasih sayang dengan sepenuh hati. Sebagai seorang istri dia merasa ditelantarkan dari belaian kasih sayang seorang suami, ditinggal pergi dan belum kembali. (hal 31)

Begitu gamblangnya penuturan cerita demi cerita bisa jadi karena kisah ini adalah sebuah folklor yang terjadi di desa tempat tinggal penulis atau wilayah di sekitarnya yang secara geografis dan sosiologis tidak terlampau jauh. Hingga menjadi satu dongeng yang terus melekat dalam benak masyarakatnya. Pun konflik-konflik yang ditampilkan sungguh kental sekali corak lokalitasnya sehingga membuatnya memikat. Lihat saja bagaimana cara Hosen mempengaruhi emosi Misnadi yang akhirnya justru semakin menjerumuskan kehidupannya.

”Kamu harus berani, Lek, mengambil keputusan. Kalau kata sesepuh-sesepuh kita, sebagai lelaki masalahmu ini sudah menyangkut harga diri. Ingatlah, kamu lahir dengan suara laki-laki, bukan suara perempuan…”

”…kalau kamu tidak punya apa-apa, di sini banyak. Kamu tinggal pilih, kamu mau bawa celurit, pedang, tombak, atau apa?...” (hal 116:118).

Begitu pula ketika sosok Misnadi ketika tiba-tiba berubah drastis menjadi sosok yang berangasan. Memimpin preman-preman untuk aksi kriminal. Begundal yang paling ditakuti namun tetap segan dengan sosok kyai. Di sinilah menurut saya salah satu kekuatan novel ini. Penampilan karakter yang bisa berubah dengan natural.

Tetapi sayang, beberapa ganjalan-ganjalan dalam menelusuri kelindan cerita di novel ini pun tidak sedikit saya temui. Pertama, yang membuat saya merasa kurang puas adalah detil penggambaran alam pedesaan yang menjadi setting cerita. Mungkin karena terlalu asyiknya menggambarkan karakter tokoh, penulis terlihat abai dalam menampilkan detil kondisi geografis desa. Sehingga pembaca kurang mampu menangkap bagaimana rupa desa hunian tokoh-tokoh dalam novel ini. Kedua, dari setting waktu cerita yang terlihat saling bertabrakan. Penulis begitu acak memberikan informasi waktu antara masa-masa sebelum, pada saat, serta sesudah perantauan tokoh Misnadi. Pada satu bab ia jelas memberikan info waktu, namun pada bab yang lain ia tidak konsisten. Akibatnya terjadi pengulangan-pengulangan informasi yang membuat sebagian cerita terasa membosan kan. Hal ini bisa kita ketahui pada narasi-narasi awal antara tokoh Misnadi dan Nisa’.

Ketiga, porsi suguhan klimaks yang sangat singkat dan kurang memikat. Hanya digam barkan bagaimana tokoh Nisa’ yang telah hamil selama 16 tahun(benar-benar keajaiban waktu di luar nalar yang sangat ‘mencengangkan’ bagi proses kehamilan seorang perempuan) tiba-tiba meninggal dunia karena kehamilannya tanpa sempat bertemu dengan Misnadi. Lalu pondok pesantren yang dibakar massa serta dibunuhnya kyai Slamet yang tubuhnya diikat di kayu(bukan disalib seperti yang tertulis dalam pengantar dan cover belakang buku). Keempat, akhir cerita yang terkesan kurang menarik dan terlalu dipaksakan; lahirnya anak yang dikandung Nisa’ dalam kubur serta lora Iqbal yang bunuh diri.

Demikianlah, hingga akhirnya segala apa yang membuat saya merasa puas dan tidak puas, menarik dan tidak menarik, terhadap pembacaan novel ini tentu hanya menjadi salah satu dari sekian banyak alternatif sudut pandang penilaian pembaca. Hingga kemudian saya pun bisa berbagi dan mengajak para pembaca lain untuk menarikan tarian di ranjang kyai ini. Hingga nantinya lahir sudut pandang-sudut pandang penilaian yang lebih beragam.
_____________
Jambu – Kediri, Juli 2011
Sumber: MAKALAH GELADAK SASTRA # 17 | BEDAH NOVEL: "TARIAN DI RANJANG KYAI"

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae