A. Iwan Kapit
http://media-lamongan.blogspot.com/
Menelusuri detil-detil cerita yang berkelindan dalam Tarian di Ranjang Kyai yang ditulis Yan Zavin Aundjand, membuat saya kembali mengingat memori usang masa kecil tentang pengalaman hidup yang singkat di Madura. Ada 2 kota yang sempat saya singgahi sejenak; Pamekasan dan Sampang. Kenapa sejenak? Karena tugas yang diemban orang tua saya pun tak berlangsung lama di tanah garam ini. Dalam rentang masa yang singkat tersebut saya masih menyimpan sekelumit ingatan dan potret tentang Madura. Udara panas, sapi coklat, masjid atau mushola yang selalu bermenara, kerupuk besar, sate lalat, soto, tempat wisata api abadi, tanah merah, bukit-bukit tandus, hutan-hutan bakau dan pantai di pinggir jalan, kamar pasir, bahasa serta dialek lokal yang sulit saya pahami dan kadang membuat saya tertawa karena merasa terasing.
Sebelum kami berpindah ke Madura, beberapa sanak famili dan tetangga santer berpesan supaya kami berhati-hati kalau hidup di Madura. Menurut desas-desus yang mereka dengar orang Madura itu beringas, mudah emosi, dan jangan sampe berurusan yang neko-neko dengan mereka. Bisa-bisa nanti diclurit atau disantet karena Madura terkenal dengan caroknya. Namun, hal itu tidak kami gubris. Terbukti selama bermukim di sana kami baik-baik saja. Orang tua saya berpikiran enteng. Selama kita bersikap santun dalam berhubungan dengan orang lain tentu orang lain akan bersikap baik pula. Tak peduli di mana pun tempat dan karakter sosialnya.
Dengan waktu yang singkat itu pun, tidak mampu bagi saya untuk mengenal lebih jauh dinamika sosial yang ada. Terlebih gambaran tentang adat, budaya, dan corak sosial pedesaannya. Benarkah bahwa desas-desus tentang orang Madura seperti apa yang digambarkan beberapa sanak famili dan tetangga dulu nyata adanya?
Hingga suatu waktu dengan perlahan saya memahami Madura ketika membaca Orang Madura Tak Mati Lagi: Roman Sapi dan Wanita yang ditulis Edi AH Iyubenu. Dalam roman tersebut digambarkan bagaimana sapi kerapan merupakan simbol kemuliaan orang Madura selain tembakau dan tanah. Semakin juara sapi yang dimiliki semakin agung pula pemiliknya. Roman ini berkisah tentang seorang janda kaya yang bernama Mariam. Ia diwarisi sepasang sapi kerapan yang bergelar Ponca Langgik(Puncak Langit). Di setiap perhelatan lomba kerapan sapi yang sangat bergensi, Ponca Langgik selalu tampil menjadi juara. Kemenangan demi kemenangan tersebut ternyata membuat Mariam menjadi tandak, simpanan banyak lelaki. Gambaran tokoh Mariam dengan seluk beluk kehidupan sosial serta percintaannya di roman ini membuat saya sedikit demi sedikit mengerti kultur Madura.
Pemahaman saya pun semakin bertambah ketika menamatkan Tarian di Ranjang Kyai ini. Bagaimana tradisi merantau menjadi kebiasan warga desa yang ingin memperbaiki kehidupan ekonominya. Bias gender yang secara tidak langsung sama-sama menindas kaum lelaki dan perempuan. Minimnya pendidikan masyarakat. Banyaknya pernikahan usia muda. Pendewaan terhadap tokoh agama yang berlebih karena dianggap sebagai sosok yang berpengetahuan luas dan tidak pernah salah. Walaupun terkadang bila melakukan perbuatan yang melenceng masih ada pembenaran dari masyarakat. Tradisi carok demi mempertahankan harga diri. Serta tradisi mistik yang masih langgeng. Semua itu tergambar dengan begitu jelas. Melengkapi sekelumit ingatan dan potret yang singkat tentang Madura yang telah lama terserak tak keruan.
Membaca novel ini, selain memberikan gambaran jelas tentang lokalitas ke-Madura-an, juga memberikan kesan yang dramatis, getir, dan tragis. Melalui tokoh Misnadi penulis langsung menohokkan kesan tersebut di awal cerita;
Kini, seorang Misnadi melakukan perantauan dari desanya, desa Sare ke Kalimantan, dengan berharap banyak suatu saat dia akan membahagiakan istri dan anaknya dengan hasil kerjanya di perantauan. Padahal, di tempat perantauan itu dia hanya jadi koli bangunan, itupun kalau ada yang membutuhkan tenaganya. Kadang juga ikut pemulung yang lagi beroperasi di lokasi sampah-sampah kota. Hasilnya pun hanya cukup untuk bisa menutupi lubang perutnya sehari-hari. (hal 2)
Hal yang serupa pun tergambar melalui tokoh Nisa’. Istri Misnadi yang sering uring-uringan karena merasa tak pernah tercukupi kebutuhannya. Tiap hari selalu ada saja yang diributkan. Namun, pada satu sisi, ia pun butuh perhatian yang lebih dari Misnadi. Terlebih ketika ia dihadapkan pada kenyataan pahit tentang kepergian suaminya selama beberapa tahun tanpa kabar dan tak seorangpun tahu keberadaannya. Di sini kita seakan dibawa larut dalam kesedihan yang dialami Nisa’;
Di dalam kaca itu kadang ia tersenyum dan kadang merasa kesal. Senyumnya, karena dia sudah ditakdirkan sempurna menurut pandangan kaum lelaki, tapi apa yang membuat Misnadi tak memberikan kasih sayang dengan sepenuh hati. Sebagai seorang istri dia merasa ditelantarkan dari belaian kasih sayang seorang suami, ditinggal pergi dan belum kembali. (hal 31)
Begitu gamblangnya penuturan cerita demi cerita bisa jadi karena kisah ini adalah sebuah folklor yang terjadi di desa tempat tinggal penulis atau wilayah di sekitarnya yang secara geografis dan sosiologis tidak terlampau jauh. Hingga menjadi satu dongeng yang terus melekat dalam benak masyarakatnya. Pun konflik-konflik yang ditampilkan sungguh kental sekali corak lokalitasnya sehingga membuatnya memikat. Lihat saja bagaimana cara Hosen mempengaruhi emosi Misnadi yang akhirnya justru semakin menjerumuskan kehidupannya.
”Kamu harus berani, Lek, mengambil keputusan. Kalau kata sesepuh-sesepuh kita, sebagai lelaki masalahmu ini sudah menyangkut harga diri. Ingatlah, kamu lahir dengan suara laki-laki, bukan suara perempuan…”
”…kalau kamu tidak punya apa-apa, di sini banyak. Kamu tinggal pilih, kamu mau bawa celurit, pedang, tombak, atau apa?...” (hal 116:118).
Begitu pula ketika sosok Misnadi ketika tiba-tiba berubah drastis menjadi sosok yang berangasan. Memimpin preman-preman untuk aksi kriminal. Begundal yang paling ditakuti namun tetap segan dengan sosok kyai. Di sinilah menurut saya salah satu kekuatan novel ini. Penampilan karakter yang bisa berubah dengan natural.
Tetapi sayang, beberapa ganjalan-ganjalan dalam menelusuri kelindan cerita di novel ini pun tidak sedikit saya temui. Pertama, yang membuat saya merasa kurang puas adalah detil penggambaran alam pedesaan yang menjadi setting cerita. Mungkin karena terlalu asyiknya menggambarkan karakter tokoh, penulis terlihat abai dalam menampilkan detil kondisi geografis desa. Sehingga pembaca kurang mampu menangkap bagaimana rupa desa hunian tokoh-tokoh dalam novel ini. Kedua, dari setting waktu cerita yang terlihat saling bertabrakan. Penulis begitu acak memberikan informasi waktu antara masa-masa sebelum, pada saat, serta sesudah perantauan tokoh Misnadi. Pada satu bab ia jelas memberikan info waktu, namun pada bab yang lain ia tidak konsisten. Akibatnya terjadi pengulangan-pengulangan informasi yang membuat sebagian cerita terasa membosan kan. Hal ini bisa kita ketahui pada narasi-narasi awal antara tokoh Misnadi dan Nisa’.
Ketiga, porsi suguhan klimaks yang sangat singkat dan kurang memikat. Hanya digam barkan bagaimana tokoh Nisa’ yang telah hamil selama 16 tahun(benar-benar keajaiban waktu di luar nalar yang sangat ‘mencengangkan’ bagi proses kehamilan seorang perempuan) tiba-tiba meninggal dunia karena kehamilannya tanpa sempat bertemu dengan Misnadi. Lalu pondok pesantren yang dibakar massa serta dibunuhnya kyai Slamet yang tubuhnya diikat di kayu(bukan disalib seperti yang tertulis dalam pengantar dan cover belakang buku). Keempat, akhir cerita yang terkesan kurang menarik dan terlalu dipaksakan; lahirnya anak yang dikandung Nisa’ dalam kubur serta lora Iqbal yang bunuh diri.
Demikianlah, hingga akhirnya segala apa yang membuat saya merasa puas dan tidak puas, menarik dan tidak menarik, terhadap pembacaan novel ini tentu hanya menjadi salah satu dari sekian banyak alternatif sudut pandang penilaian pembaca. Hingga kemudian saya pun bisa berbagi dan mengajak para pembaca lain untuk menarikan tarian di ranjang kyai ini. Hingga nantinya lahir sudut pandang-sudut pandang penilaian yang lebih beragam.
_____________
Jambu – Kediri, Juli 2011
Sumber: MAKALAH GELADAK SASTRA # 17 | BEDAH NOVEL: "TARIAN DI RANJANG KYAI"
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar