Selasa, 11 Oktober 2011

Bukan Penyair (Romantis) Biasa

Dwi Fitria
Jurnal Nasional, 21 Sep 2008

SEGAR dan sederhana dalam bahasa, tapi tak pernah kehilangan kedalaman makna.
Membicarakan karya sastra Acep Zamzam Noor, adalah membicarakan puisi-puisi sederhana yang mudah diikuti, bersih, dan tak terlalu sulit untuk dipahami. Acep mengemuka di jagad sastra Indonesia di awal tahun 80-an. Ketika itu dalam dunia sastra bermunculan puisi-puisi gelap dengan gaya bertutur yang rumit yang kerapkali hanya bisa dipahami oleh penyairnya sendiri. Di tengah marak gaya bertutur yang rumit itulah Acep muncul dengan puisi-puisi dengan diksi sederhana. Kerap memakai idiom-idiom alam dan sedikit bernafaskan Islam.

“Saat itu Acep muncul dengan puisi-puisi yang tak mengikuti mainstream. Dengan puisi-puisinya yang tak rumit, ia mencoba mengungkapkan latar belakang kehidupan di sekitarnya, terutama kehidupan pesantren tempat ia tumbuh dewasa,” ujar kritikus sastra Maman Mahayana.

Karena latar belakang pesantren itu, menurut Maman, nilai-nilai Islami, terutama kebersahajaan amat terasa dalam puisi-puisi Asep. Puisi-puisinya sedikit banyak merupakan wujud representasi kehidupan pesantren.

Sementara menurut Ibnu Wahyudi, yang juga mengajar di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, romantisisme dalam puisi-puisi Acep Zamzam Noor amatlah kuat. “ia adalah seorang penyair romantis yang sangat memuja dan memuji alam. Alam sekaligus menjadi sumber inspirasi yang amat kuat baginya. Ini bisa dilihat dari kata-kata senja, kabut, sungai yang berulang kali muncul dalam sajak-sajaknya.”

Acep juga pernah menempuh pendidikan di Universitas Per Stanieri di Perrugia Italia. Ia menempuh pendidikan selama kurang lebih dua tahun pada 1991-1993 di Universitas yang dikhususkan untuk mahasiswa asing itu.

“Pengalaman itu tentu saja berpengaruh dalam karya-karyanya. Tapi mestilah diingat, bahwa Acep berangkat dari kehidupan pesantren yang kuat. Jadi meskipun berhadapan dengan atmosfir kehidupan kosmopolis, pengalaman ini tetap akan dihadapkan dengan pengalaman-pengalamannya di pesantren,” ujar Maman. Kesederhanaan tetap jadi bagian puisi-puisinya.

Ibnu Wahyudi tak melihat banyak perubahan karya Acep sebelum dan setelah ia menempa pengalaman hidup di luar negeri. Tak banyak perubahan estetika yang terjadi dalam puisi Acep setelah kembali dari Italia.

Perubahan dalam estetika dan diksi-diksi yang digunakan Acep menurutnya lebih terasa di masa 80-an. “Perjalanan ke luar negeri mungkin memengaruhi karya-karyanya. Tapi menurut hemat saya, jika pernah terjadi perubahan dalam gaya bertutur Acep, itu justru terjadi karena pergaulan dengan sesama seniman di tahun 80-an, masa bermunculannya puisi-puisi yang disebut sebagai puisi gelap,” ujar Ibnu.

Gaya tutur Acep saat itu sempat sedikit berubah. Pengucapan-pengucapannya menjadi sedikit rumit. Sedikit mirip Afrizal Malna. Saat itu ada beberapa sajaknya yang mencoba bertutur panjang-panjang, berkebalikan dengan gayanya yang biasanya sederhana.

Ibnu Wahyudi membagi perjalanan estetika Acep Zamzam Noor ke dalam tiga bagian. Di awal pemunculannya di awal tahun 80-an, Acep menggubah puisi-puisi yang manis. Semisal Prelude yang dibuatnya pada 1978. Setelah itu masa di mana heboh puisi gelap sedikit memengaruhinya. Ini tak berlangsung lama, sebab Acep kemudian kembali ke selera asal. Ia kembali menggubah puisi-puisi yang sederhana. “ Saya kira puisi-puisi Acep yang berhasil justru puisi-puisinya yang sederhana,” ujar Ibnu.

Sederhana tapi istimewa

Ketika membaca puisi-puisi Acep Zamzam Noor, Ibnu Wahyudi kerap teringat puisi-puisi Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad. Ketiganya sama-sama penyair romantis yang punya pengaruh kuat dalam sastra Indonesia.

Sajak-sajak Sapardi banyak terinsinpirasi perenungan yang bersifat keberadaan dan eksistensi diri, sementara sajak-sajak Goenawan kerap menyiratkan romantisisme yang distimulasi oleh kondisi sosial, metafor wayang menjadi salah satu contohnya.

Sementara Acep kerap melakukan hal yang tak banyak dilakukan oleh penyair lain. “Dia kerap membuat kejutan lewat sajak-sajaknya.” Salah satu contohnya adalah dengan mendedikasikan sajaknya untuk sosok-sosok perempuan. Tak sekali dua Acep Zamzam Noor menjadikan nama perempuan sebagai judul puisinya.

“Nama Marga saja misalnya, muncul setidaknya dua kali dalam sajak-sajak gubahan Acep,” ujar Ibnu. Sementara beberapa puisi dalam Menjadi Penyair Lagi, menggunakan nama-nama Ria Soemarta, Kania, dan Ifni sebagai judul. Penyair lain juga tak jarang mendedikasikan puisi mereka untuk orang-orang tertentu. Tapi biasanya orang-orang itu adalah tokoh yang sudah banyak dikenal umum. Semisal Chairil Anwar atau Pablo Neruda.

Kejutan lain yang kerap dilakukan Acep adalah membelokkan sesuatu yang mungkin sudah diantisipasi saat awal seorang pembaca menikmati puisinya. Dalam Lembah Anai, Acep menulis:

Sungai adalah suara
Yang menenggelamkanku
Lembah yang tercipta
Dari kedalaman kata-kata

“Awalnya mungkin kita menduga bahwa dia akan berbicara tentang sungai, tapi kemudian pikiran ini ia belokkan ke arah sesuatu yang kerap tidak terduga sebelumnya,” kata Ibnu.

Acep juga berani memadankan hal-hal yang amat kontras dalam puisi-puisinya. Dalam Sajak Nakal:

Doa-doaku
Menyelinap ke dalam
Kutangmu. Seperti tangan
Tanganku
Nakal
Seperti doa
Meremas payudaramu
Di sorga

“ Awal dan akhir puisi ini mempertemukan dua hal yang sangat bertolak belakang, antara payudara dan surga. Yang satu mengungkapkan hal-hal yang sangat fisikal, tapi yang satu lagi membicarakan tentang alam yang menjadi cita-cita kita semua, surga. Keberanian ini adalah sesuatu yang amat menarik dari diri Acep Zamzam Noor,” kata Ibnu.

Sementara Maman Mahayana menyatakan bahwa justru kelebihan Acep terletak pada kesederhanaannya. “Di dalam kesederhanaan ada kedalaman, di situlah letak keistimewaan Acep.”

Maman menyitir salah satu bait Sajak Perkawinan, sebuah puisi yang dibuat Acep pada 1982, namun baru dipublikasikan dalam buku terbarunya Menjadi Penyair Lagi pada 2007 lalu. Memahami makna ketunggalan. Dalam kebersamaan. Dua Nada yang berbeda bersatu dalam lagu. Dalam irama kehidupan dalam alun gelombang. Dalam pasang dan surut lautan.

“Puisi ini amat multitafsir. Perkawinan yang dimaksud bisa perkawinan antara siapa dan siapa, atau bangsa dengan bangsa, agama dengan agama atau manusia dengan manusia,” kata Maman.

Sumbangan untuk sastra Indonesia

Sajak-sajak Acep Zamzam Noor tak sekadar sederhana di tataran kata-kata, tema-temanya pun sederhana. Menurut Ibnu Wahyudi oleh karena inilah sajak-sajaknya amat cocok untuk orang muda. Meskipun demikian justru lewat kesederhanaan inilah Acep memerlihatkan keistimewaannya. “Acep selalu berusaha menampilkan kecintaannya pada dunia yang sangat dekat dengannya, lingkungan alam di Cipasung, Tasikmalaya sana,” kata Ibnu.

Pendapat senada dikemukakan oleh Maman Mahayana. “Secara revolusioner, puisi-puisi Acep memang tidak menawarkan bentuk estetika baru, tetapi, lewat kesederhanaan puisinya, Acep memerlihatkan bahwa ia tidak pernah berpretensi untuk menjadi epigon. Ia mantap dengan gayanya yang sederhana dan metafora-metaforanya yang segar. Ini yang membuatnya memiliki kekhasan tersendiri.”

Menurut Maman, apa yang dilakukan Acep patut dicontoh oleh para penyair lain. “Boleh saja dipengaruhi penyair sebelumnya, tapi jangan jadi pembebek. Seorang penyair harus bisa memerlihatkan otoritas dan ciri tersendiri. Inilah yang berhasil dilakukan seorang Acep Zamzam Noor,” kata Maman.

Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/09/oase-budaya-bukan-penyair-romantis.html

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae