Dwi Fitria
Jurnal Nasional, 21 Sep 2008
SEGAR dan sederhana dalam bahasa, tapi tak pernah kehilangan kedalaman makna.
Membicarakan karya sastra Acep Zamzam Noor, adalah membicarakan puisi-puisi sederhana yang mudah diikuti, bersih, dan tak terlalu sulit untuk dipahami. Acep mengemuka di jagad sastra Indonesia di awal tahun 80-an. Ketika itu dalam dunia sastra bermunculan puisi-puisi gelap dengan gaya bertutur yang rumit yang kerapkali hanya bisa dipahami oleh penyairnya sendiri. Di tengah marak gaya bertutur yang rumit itulah Acep muncul dengan puisi-puisi dengan diksi sederhana. Kerap memakai idiom-idiom alam dan sedikit bernafaskan Islam.
“Saat itu Acep muncul dengan puisi-puisi yang tak mengikuti mainstream. Dengan puisi-puisinya yang tak rumit, ia mencoba mengungkapkan latar belakang kehidupan di sekitarnya, terutama kehidupan pesantren tempat ia tumbuh dewasa,” ujar kritikus sastra Maman Mahayana.
Karena latar belakang pesantren itu, menurut Maman, nilai-nilai Islami, terutama kebersahajaan amat terasa dalam puisi-puisi Asep. Puisi-puisinya sedikit banyak merupakan wujud representasi kehidupan pesantren.
Sementara menurut Ibnu Wahyudi, yang juga mengajar di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, romantisisme dalam puisi-puisi Acep Zamzam Noor amatlah kuat. “ia adalah seorang penyair romantis yang sangat memuja dan memuji alam. Alam sekaligus menjadi sumber inspirasi yang amat kuat baginya. Ini bisa dilihat dari kata-kata senja, kabut, sungai yang berulang kali muncul dalam sajak-sajaknya.”
Acep juga pernah menempuh pendidikan di Universitas Per Stanieri di Perrugia Italia. Ia menempuh pendidikan selama kurang lebih dua tahun pada 1991-1993 di Universitas yang dikhususkan untuk mahasiswa asing itu.
“Pengalaman itu tentu saja berpengaruh dalam karya-karyanya. Tapi mestilah diingat, bahwa Acep berangkat dari kehidupan pesantren yang kuat. Jadi meskipun berhadapan dengan atmosfir kehidupan kosmopolis, pengalaman ini tetap akan dihadapkan dengan pengalaman-pengalamannya di pesantren,” ujar Maman. Kesederhanaan tetap jadi bagian puisi-puisinya.
Ibnu Wahyudi tak melihat banyak perubahan karya Acep sebelum dan setelah ia menempa pengalaman hidup di luar negeri. Tak banyak perubahan estetika yang terjadi dalam puisi Acep setelah kembali dari Italia.
Perubahan dalam estetika dan diksi-diksi yang digunakan Acep menurutnya lebih terasa di masa 80-an. “Perjalanan ke luar negeri mungkin memengaruhi karya-karyanya. Tapi menurut hemat saya, jika pernah terjadi perubahan dalam gaya bertutur Acep, itu justru terjadi karena pergaulan dengan sesama seniman di tahun 80-an, masa bermunculannya puisi-puisi yang disebut sebagai puisi gelap,” ujar Ibnu.
Gaya tutur Acep saat itu sempat sedikit berubah. Pengucapan-pengucapannya menjadi sedikit rumit. Sedikit mirip Afrizal Malna. Saat itu ada beberapa sajaknya yang mencoba bertutur panjang-panjang, berkebalikan dengan gayanya yang biasanya sederhana.
Ibnu Wahyudi membagi perjalanan estetika Acep Zamzam Noor ke dalam tiga bagian. Di awal pemunculannya di awal tahun 80-an, Acep menggubah puisi-puisi yang manis. Semisal Prelude yang dibuatnya pada 1978. Setelah itu masa di mana heboh puisi gelap sedikit memengaruhinya. Ini tak berlangsung lama, sebab Acep kemudian kembali ke selera asal. Ia kembali menggubah puisi-puisi yang sederhana. “ Saya kira puisi-puisi Acep yang berhasil justru puisi-puisinya yang sederhana,” ujar Ibnu.
Sederhana tapi istimewa
Ketika membaca puisi-puisi Acep Zamzam Noor, Ibnu Wahyudi kerap teringat puisi-puisi Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad. Ketiganya sama-sama penyair romantis yang punya pengaruh kuat dalam sastra Indonesia.
Sajak-sajak Sapardi banyak terinsinpirasi perenungan yang bersifat keberadaan dan eksistensi diri, sementara sajak-sajak Goenawan kerap menyiratkan romantisisme yang distimulasi oleh kondisi sosial, metafor wayang menjadi salah satu contohnya.
Sementara Acep kerap melakukan hal yang tak banyak dilakukan oleh penyair lain. “Dia kerap membuat kejutan lewat sajak-sajaknya.” Salah satu contohnya adalah dengan mendedikasikan sajaknya untuk sosok-sosok perempuan. Tak sekali dua Acep Zamzam Noor menjadikan nama perempuan sebagai judul puisinya.
“Nama Marga saja misalnya, muncul setidaknya dua kali dalam sajak-sajak gubahan Acep,” ujar Ibnu. Sementara beberapa puisi dalam Menjadi Penyair Lagi, menggunakan nama-nama Ria Soemarta, Kania, dan Ifni sebagai judul. Penyair lain juga tak jarang mendedikasikan puisi mereka untuk orang-orang tertentu. Tapi biasanya orang-orang itu adalah tokoh yang sudah banyak dikenal umum. Semisal Chairil Anwar atau Pablo Neruda.
Kejutan lain yang kerap dilakukan Acep adalah membelokkan sesuatu yang mungkin sudah diantisipasi saat awal seorang pembaca menikmati puisinya. Dalam Lembah Anai, Acep menulis:
Sungai adalah suara
Yang menenggelamkanku
Lembah yang tercipta
Dari kedalaman kata-kata
“Awalnya mungkin kita menduga bahwa dia akan berbicara tentang sungai, tapi kemudian pikiran ini ia belokkan ke arah sesuatu yang kerap tidak terduga sebelumnya,” kata Ibnu.
Acep juga berani memadankan hal-hal yang amat kontras dalam puisi-puisinya. Dalam Sajak Nakal:
Doa-doaku
Menyelinap ke dalam
Kutangmu. Seperti tangan
Tanganku
Nakal
Seperti doa
Meremas payudaramu
Di sorga
“ Awal dan akhir puisi ini mempertemukan dua hal yang sangat bertolak belakang, antara payudara dan surga. Yang satu mengungkapkan hal-hal yang sangat fisikal, tapi yang satu lagi membicarakan tentang alam yang menjadi cita-cita kita semua, surga. Keberanian ini adalah sesuatu yang amat menarik dari diri Acep Zamzam Noor,” kata Ibnu.
Sementara Maman Mahayana menyatakan bahwa justru kelebihan Acep terletak pada kesederhanaannya. “Di dalam kesederhanaan ada kedalaman, di situlah letak keistimewaan Acep.”
Maman menyitir salah satu bait Sajak Perkawinan, sebuah puisi yang dibuat Acep pada 1982, namun baru dipublikasikan dalam buku terbarunya Menjadi Penyair Lagi pada 2007 lalu. Memahami makna ketunggalan. Dalam kebersamaan. Dua Nada yang berbeda bersatu dalam lagu. Dalam irama kehidupan dalam alun gelombang. Dalam pasang dan surut lautan.
“Puisi ini amat multitafsir. Perkawinan yang dimaksud bisa perkawinan antara siapa dan siapa, atau bangsa dengan bangsa, agama dengan agama atau manusia dengan manusia,” kata Maman.
Sumbangan untuk sastra Indonesia
Sajak-sajak Acep Zamzam Noor tak sekadar sederhana di tataran kata-kata, tema-temanya pun sederhana. Menurut Ibnu Wahyudi oleh karena inilah sajak-sajaknya amat cocok untuk orang muda. Meskipun demikian justru lewat kesederhanaan inilah Acep memerlihatkan keistimewaannya. “Acep selalu berusaha menampilkan kecintaannya pada dunia yang sangat dekat dengannya, lingkungan alam di Cipasung, Tasikmalaya sana,” kata Ibnu.
Pendapat senada dikemukakan oleh Maman Mahayana. “Secara revolusioner, puisi-puisi Acep memang tidak menawarkan bentuk estetika baru, tetapi, lewat kesederhanaan puisinya, Acep memerlihatkan bahwa ia tidak pernah berpretensi untuk menjadi epigon. Ia mantap dengan gayanya yang sederhana dan metafora-metaforanya yang segar. Ini yang membuatnya memiliki kekhasan tersendiri.”
Menurut Maman, apa yang dilakukan Acep patut dicontoh oleh para penyair lain. “Boleh saja dipengaruhi penyair sebelumnya, tapi jangan jadi pembebek. Seorang penyair harus bisa memerlihatkan otoritas dan ciri tersendiri. Inilah yang berhasil dilakukan seorang Acep Zamzam Noor,” kata Maman.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/09/oase-budaya-bukan-penyair-romantis.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar