Selasa, 11 Oktober 2011

Ritus Mudik dan Sastra Transkultur

Mohamad Ali Hisyam*
Seputar Indonesia, 7 Okt 2007

TAK ada karnaval budaya apa pun yang rasanya lebih semarak dan masif dibandingkan kebiasaan masyarakat Indonesia mudik lebaran ke kampung halaman.

Tradisi mudik sudah menjadi ritus tahunan yang menjelma sebagai perayaan keagamaan,sekaligus euforia sosial yang menguras banyak belanja kapital serta energi kemanusiaan. Secara sosiologis,mudik merupakan ajang tamasya budaya dan dalam berbagai sisi memunculkan sirkulasi tata kehidupan.

Dalam pelbagai bentuknya, migrasi besar-besaran yang ditimbulkan akibat mudik,selalu melahirkan dilema dan problema sosial yang silang sengkarut. Kebiasaan guna rehat dari kesibukan keseharian bagi orang-orang kota dengan cara menikmati nuansa kampung halaman,amat membantu mereka mempersegar (refreshing) etos kerja.

Walaupun tak dapat pula dipungkiri, mudik merupakan gerbang pembengkakan dari arus urbanisasi masyarakat yang hingga kini menyisakan dilema yang sukar diurai. Terlepas dari segala dampak yang ditimbulkannya, Jean Couteau (2007) menilai, fenomena tamasya budaya semacam ini adalah wahana strategis untuk menata kembali tata ruang kebudayaan dalam skala yang luas.

Masih banyak ruang budaya yang belum terelaborasi dan terjamah oleh tangan peradaban.Ia merupakan peluang bagi pelaku budaya dan kesenian kita agar lebih sudi memperlebar spektrum kebudayaan sebagai lahan hijau dalam menggali gagasan dan inspirasi-inspirasi baru.

Kaum urban yang datang ke kota bermaksud menggantang harapan hidup mereka ke arah yang lebih baik. Pada saat itulah, naluri dan nurani mereka terpaksa bersitatap dengan realitas sosial yang mungkin sama sekali belum pernahterbayangkan di benak mereka sebelumnya. Mereka memiliki kesempatan secara langsung membuktikan bahwa adagium ”Ibu kota lebih kejam dari ibu tiri” adalah satir pahit dari kehidupan metropolis sesungguhnya dan bukan hanya isapan jempol.

Dalam konteks sastra budaya, pergumulan sosial semacam ini membuka kemungkinan lahirnya respons kemanusiaan yang bisa diabadikan dalam bentuk karya. Cerpenis Hudan Hidayat dan Joni Ardianata adalah segelintir contoh dari pelaku sastra yang lahir dari rahim kejam peradaban kota.

Di samping Hudan dan Joni, tentu masih banyak sastrawan/wati yang berasal dari kalangan buruh yang hingga kini tetap intens menghasilkan karya sastra. Di luar dominasi kegetiran yang mengilhami karya mereka, ada sebuah spirit dan etos yang membuat mereka tetap eksis,yakni keinginan dan harapan untuk berubah serta ikhtiar menuju perbaikan hidup ke arah yang lebih humanis.

Di lain sisi, orang-orangkota(termasuk di dalamnya rombongan sastrawan) yang memburu kesenyapan dan ketenangan hingga ke pelosok kampung, dapat mengoleksi berita dan cerita baru sebagai ransum bagi inspirasi karya mereka. Panorama alam yang hijau ranau serta kepolosan khas masyarakat pedesaan bisa menjadi oase yang memantulkan kesegaran, sekaligus ketegaran hidup yang secara otokratis mengajak menuju pemaknaan kemanusiaan dalam bingkai yang sejuk dan jernih.

Dengan kata lain, aktivitas mudik bukan sekadar lalu lalang perpindahan penduduk yang bergerak massal.Sebaliknya, fenomena mudik tak ubahnya ziarah lintas wilayah yang menuntut manusia (pemudik) berjumpadenganpelbagaitipe manusia dan karakter sosial yang amat plural. Pada dimensi filosofis, mudik merupakan perlambang dari kesadaran manusia menjalankan hidupnya dalam satu garis linear (hablun min an-naas) untuk menuju titik pusat transendensi, berupa perlindungan Tuhan (hablun min Allah) serta restu leluhur (ridha alwalidayn).

Tepat di aras inilah, makna hakiki dari lebaran sebagai silaturahmi kemanusiaan yang mampu menihilkan noda dan dosa, menjadi menemukan momentum pembenarannya. Meminjam istilah Mochtar Naim (1999), fenomena kebudayaan seperti ini memiliki potensi memadukan beragam kutub termasuk persinggungan dinamis antara (masyarakat) arus bawah dan arus atas. Berawal dari dialektika ini, anasiranasir konflik dimungkinkan luruh dan menjadi harmoni (rapprochements) yang saling mengayomi dan lintas batas.

Sastra dan Jembatan Budaya

Berkaca dari kenyataan bahwa ritus mudik adalah safari lintas budaya (transkultur), kita seakan diingatkan kembali terhadap panorama serupa yang terjadi di dunia sastra. Fenomena transkulturalisme dalam sastra merupakan wacana lawas yang–– dalam konteks ini— penting untuk direnung ulang, baik esensi maupun kontekstualisasinya. Sejumlah alasan dapat dikemukakan dalam kaitan ini.

Pertama, karya sastra adalah ruang semesta.Dengan ketajaman dan keliarannya, ia bisa menembus dan melintasi apa saja, termasuk di sini sekat budaya,batas bangsa,tabir agama hingga tangga-tangga hierarki kasta.

Kedua, adanya kecenderungan sementara sastrawan untuk mengabadikan tapak tilas mereka dalam karya sastra.Perjalanan mudik yang melelahkan berpotensi mengendapkan sekaligus mengabadikan kenangan yang menarik selama dalam perjalanan.

Ketiga, nyaris tak bisa ditampik bahwa––dengan wataknya sebagai ruang semesta itulah––karya sastra juga telah sertamerta mengekalkan kerinduan (mungkin juga dendam) seseorang terhadap belahan bumi leluhur yang pernah dihuni, disinggahi,dan dilahirkannya.

Bertolak dari lanskap di atas,kita bisa menangkap kecenderungan akan tumbuhnya karya sastra sebagai ”sarana tamasya”dalam khazanah kesusastraan kita.Konsep transkulturalisme yang digagas Kaplan telah dipraktikkan secara nyata oleh para sastrawan, baik lewat karya sajak maupun roman (prosa). Gejala seperti ini terasa kian menguat manakala dipandang dari sudut otentisitas dan empirisitas karya.

Serupa seorang pengelana (musafir) yang sedang menikmati perjalanan mudik,kepekaan seorang sastrawan ditantang untuk dituangkan dalam bentuk media ungkap yang estetik.Muncul kemudian pertanyaan, bisakah, misalnya, seorang sastrawan hanyut dan melancong sedemikian jauh hingga meninggalkan pijakan muasal (empiris) yang dijejaknya?

Belantika sastra mutakhir kita menunjukkan tidak sedikit para sastrawan yang mampu mengabadikan pengalamannya saat ia menjadi musafir di negeri orang,lalu mengemasnya saat mereka pulang (mudik).Sebutlah antara lain antologi puisi Refrein di Sudut Dam,karya penyair D Zawawi Imron. Di sini,Zawawi benar-benar menjadikan kemahirannya mengolah kata, sebagai ”album”terbaik untuk mengenang ziarah yang telah mampu memukaunya selama di Belanda.

Begitu pula saat Acep Zamzam Noor melukiskan ziarahnya ke Eropa (Italia) melalui antologi puisinya, Di Atas Umbria. Pada derajat tertentu, kita pun dibuat terperangah oleh keberanian ”sastrawan pesantren” yang satu ini dalam menarikan ”kuas-kuas”syair di atas kanvas pemandangan negeri spageti. Dengan piawai, Acep menunjukkan kemahirannya menggambarkan sudutsudut Italia, mulai kekhusyukan di jazirah suci Roma, kegemerlapan di Milan, hingga keelokan alam di kota cinta Venezia.

Hal yang sama pernah pula dilakukan almarhum Umar Kayam lewat cerita pendeknya yang genial dan memukau, Seribu Kunang-Kunang di Manhattan. Latar keriuhan kota termasyhur di Amerika ini,di tangan Kayam menjelma ramuan cerita yang padat, kuat, dan memikat.Esai-esai reflektif Emha Ainun Nadjib yang terhimpun dalam antologi Dari Pojok Sejarah: Renungan Perjalanan juga termasuk karya dalam kategori ini.

Guna lebih menopang simtom tersebut, bisa pula kita sodorkan karya-karya Agam Wispy dan kawan-kawan yang dengan keteguhan hati turut mengukuhkan kelestarian sastra eksil Indonesia saat mereka mengasingkan diri menuju Rusia. Beberapa amsal di atas, kian menandaskan kesimpulan bahwa negeri seberang (baca: di luar kampung halaman) menjadi wahana yang baik dan alternatif dalam mewadahi imajinasi dan kreativitas sastrawi.

Dengan demikian, sastra lintas budaya menjadi tidak melulu dipandang sebagai tulisan tentang kampung seberang dari perspektif kampung halaman, namun juga bisa sebaliknya. Pilihan sastra transkultur seperti ini ditempuh sementara orang demi mencari lingkungan yang lebih sunyi, steril, dan ”aman” sehingga memungkinkannya guna menyuguhkan pengalaman dan harapan secara lebih jernih, berani, dan elegan.Demikian halnya dengan tradisi mudik.

Demi semangat berbagi dan bersua dengan sanak famili,saban tahun ia jalankan dengan kelegaan hati kendati harus menempuh bentangan jarak yang jauh dan balutan keletihan yang tak sebentar. Menurut Mochtar Lubis, melestarikan kebiasaan sosial seperti mudik ini sama halnya dengan memelihara salah satu akar budaya nenek moyang yang diwariskan sejak zaman megalit lampau.

Meski memang saat ini, mudik cenderung dikemas sebagai ”komoditas” sosial dalam kemasan modern yang semakin hari kian hingar-bingar dan termodifikasi dalam banyak versi. Pada akhirnya, pesan kemanusiaan ritual mudik sejatinya sebanding dan bisa ditarik sealur dengan spirit sastra transkultur. Keduanya telah mengingatkan kita bahwa ”sejauh-jauh (sastra,dan manusia) berkelana, toh akhirnya tetap akan pulang jua”.

*) Mohamad Ali Hisyam, Penikmat Sastra, Pengajar di Universitas Trunojoyo
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/10/esai-ritus-mudik-dan-sastra-transkultur.html

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae