Yopi Setia Umbara *
Pikiran Rakyat, 29 Maret 2008
MENARIK membaca tulisan Yeni Mulyani (YM) yang berjudul “Kritik Sastra Rasa Bandung” di “Khazanah” Pikiran Rakyat (Sabtu, 15 Maret 2008). Saya tergelitik untuk urun rembug. Ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan saya terhadap tulisan YM. Pertama, apakah tema tulisan tersebut memang berpusat pada kritik sastra rasa Bandung? Kedua, apakah tulisan tersebut justru bertema kritik sastra rasa kritikus Bandung? Dan ketiga, apakah temanya tentang kritik sastra rasa koran Bandung (“PR”)?
Sebelum membahas beberapa pertanyaan tersebut ada baiknya kembali sedikit berbicara mengenai kritik sastra. Dalam sastra Inggris abad ketujuh, istilah critic digunakan untuk orang yang melakukan kritik maupun untuk perbuatan sendiri. John Dryden pertama kali menggunakan istilah criticism (1677) dan istilah criticism menjadi lebih kokoh daripada istilah critic setelah terbitnya buku John Dennis, The Grounds of Criticism in Poetry (1711). Kritik sastra lantas tumbuh dan berkembang menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari dunia pendidikan dan pengajaran sastra.
Di Indonesia, dalam Kritik Sastra (Attar Semi: 1985), pengertian kritik sastra baru dikenal setelah para sastrawan Indonesia memperoleh atau mendapat pendidikan di negara Barat sekitar abad kedua puluh.
Hari ini sering kita temukan kritik sastra di media massa, terutama koran. Sebagai media massa, koran tentu saja berusaha untuk objektif dalam menyampaikan berita terhadap publik. Pada posisi demikian, koran disebut egaliter. Begitu pula dengan pembaca. Oleh karena itu, tulisan atau kritik sastra koran akan berbeda dengan kritik sastra dalam jurnal-jurnal ilmiah.
Kritik sastra akademis sebagai bentuk kajian komprehensif yang bersifat formal disampaikan di lingkungan akademis untuk kepentingan perkembangan dunia akademis. Apakah hasil penelitian itu nantinya diterapkan untuk dunia pendidikan dan atau untuk kemudian dipublikasikan kepada publik dalam bentuk yang lain, buku misalnya. Oleh karena itu, bila YM gelisah dengan kritik sastra koran yang berbeda dengan kritik sastra akademis adalah wajar. Sebab ruangnya berbeda, ruang dalam hal ini adalah ruang pembaca.
Jika YM mengacu pada model pendekatan Abrams lantas mencoba menguraikan mengenai kritik sastra di koran, sesungguhnya itu baru sedikit dari berbagai metode yang dikehendaki oleh kritikus. Mengingat ruang koran yang terbatas untuk kritik sastra, mungkin hanya cukup untuk 9.000-12.000 karakter maka setiap penulis yang melakukan kritik terhadap karya sastra berusaha semaksimal mungkin menyampaikan gagasannya pada ruang koran seobjektif mungkin.
Sebagai pembaca yang egaliter, saya memaklumi asumsi YM mengenai kritik sastra di Bandung (di PR) sebagai sebatas kegelisahan seorang pengamat yang belum selesai membaca berbagai teori sastra dan mungkin juga kurang bergaul dengan kiritik sastra koran. Apalagi, jika kita merujuk data kasus yang disampaikan YM yang tidak dilengkapi edisi tanggal pemuatan dan nama penulisnya. Hal tersebut telah mengesankan saya pada kekuatan intuisi YM yang hebat.
Menilik kritik sastra koran yang berbeda dengan kritik akademis sesungguhnya hanya pada persoalan wilayah. Namun demikian, bukan berarti kritik sastra koran boleh asal tulis karena kritik sastra koran pun tetap harus ilmiah (bukan akademis). Ilmiah sebagai kata sifat berbeda makna dengan kata sifat akademis. Maka, seharusnya YM bisa mendudukan dua perkara yang berbeda tersebut pada posisinya masing-masing, bukan malah menjustifikasi kasus berdasarkan asumsi yang dangkal dan tidak ditunjang dengan data dan fakta yang akurat. Sebab, akibatnya dapat menimbulkan distorsi informasi pada masyarakat.
Secara pragmatis, kritik sastra koran ditulis seorang kritikus untuk mengkaji teks dan konteks yang tersirat dalam sebuah karya sastra, lantas ditransformasikan kepada masyarakat sebagai sebentuk ulasan atas pembacaan kritis terhadap objek yang dikritiknya. Tentunya, untuk mencapai sebuah tesis kritis terlebih dahulu digunakan metode yang baku, yaitu kajian struktural dan untuk menganalisis lebih dalam setiap struktur konstruksi karya sastra maka digunakan pisau-pisau kajian.
Dalam teori sastra ada yang disebut sosiologi sastra, semiotika, stilistika, hermeneutika, dan resepsi (Terry Eagleton: 1996). Dan pisau-pisau kajian tersebut penerapannya disesuaikan dengan objek kajian dan tujuan kritikus dalam membedah karya sastra. Akan tetapi, konstruksi kritik yang sangat detail hanya bisa kita temukan dalam karya tulis ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi di lemari perpustakaan universitas jurusan sastra.
Suatu kritik sastra tidak ditulis dengan memisahkan antara teori dan penerapannya. Lain halnya dengan kajian ilmiah yang membutuhkan landasan teori sebagai dasar kajian karya tulis ilmiah pada bab yang terpisah. Meski demikian, pada penerapannya teori-teori tersebut diaplikasikan sesuai dengan metode dan fungsinya sehingga memberikan kejelasan dan kemudahan pada kajian yang dilakukan.
Sementara hari ini, kritik sastra koran lebih mengutamakan efektivitas dan keluwesan bentuk supaya bisa dibaca masyarakat dari berbagai kalangan. Bukan berarti pula bahwa kritik sastra koran hanya sebatas potongan-potongan kajian yang dipublikasikan kepada masyarakat. Saya sendiri membaca “PR” yang menyajikan kritik sastra setiap pekan dalam kolom “Khazanah” mengacu pada konsep umum seperti media massa yang lain. Di mana kritik sastra koran sebagai semacam ulasan dari opini dan argumentasi kritis atas pembacaan terhadap karya sastra.
Kritikus sastra sendiri sesungguhnya tidak terbatas dari mana dia berasal. Tidak peduli dia berasal dari lingkungan akademis atau jalanan sekalipun, apabila dia mampu melakukan kritik terhadap karya sastra berarti dia telah membaca karya yang dikritiknya. Setiap kritik sastra yang ditulis di media massa pasti berlandaskan pada pijakan yang jelas. Dengan kata lain, jelas objek dan metodenya serta didukung referensi yang dapat menguatkan argumentasi penulisnya (setiap penulis tentu sudah paham hal ini).
Kritikus sastra selama ini memang kebanyakan berasal dari lingkungan akademis, sastrawan, jurnalis, dan budayawan. Jarang sekali masyarakat umum menulis kritik sastra. Hal demikian mungkin disebabkan oleh kultur dan kemampuan dalam membaca. Apalagi, jika kita merujuk pada fenomena budaya membaca masyarakat kita yang rendah.
Dalam dunia sastra di Jawa Barat dan Bandung khususnya, barangkali kita tidak banyak mengenal para penulis kritik sastra yang berasal dari luar lingkungan seperti yang telah disebutkan tadi. Kita mungkin telah sangat akrab dengan nama-nama seperti Jakob Sumardjo, Wilson Nadeak, serta Saini KM yang sering menulis kritik sastra.
Kebetulan nama-nama yang disebut adalah yang senior dalam dunia sastra Bandung, bukan berarti mengecilkan para kritikus sastra lainnya. Namun, tiga nama tersebut cukup punya pengaruh dan dihormati dalam perkembangan kesusastraan bukan hanya di Bandung. Maka, apabila YM mau bicara kritik sastra rasa Bandung wajib menyebut kritik sastra karya tiga orang tersebut. Apalagi, bila mengingat keterlibatan tiga nama tersebut dalam kesustaraan Indonesia yang telah lebih dari dua dekade. Artinya, kredibilitasnya tidak perlu diragukan lagi.
YM memang menyebut Jakob Sumardjo dalam tulisannya di “Khazanah” pekan kemarin, tapi melupakan Wilson Nadeak dan Saini KM. Selain dikenal sebagai sastrawan, dua nama terakhir pernah menjadi pengasuh rubrik sastra koran. Wilson Nadeak pernah menjadi pengasuh rubrik di “PR” dan juga sering menulis kritik di berbagai media massa nasional. Dan Saini KM telah membimbing penyair seperti Acep Zamzam Noor, Juniarso Ridwan, Soni Farid Maulana, dan lainnya dengan ulasan-ulasannya di rubrik “Pertemuan Kecil” “PR”. Kritik sastra rasa Bandung akan terasa pédo jika komposisinya komplet.
Sayangnya, fenomena kritik terhadap karya sastra seperti yang sering kali dilakukan ketiga begawan sastra Bandung tersebut, hari ini jarang sekali tampil di koran, bahkan di “PR”. Entah karena karya-karya yang tampil di media massa atau yang terbit dalam bentuk buku tidak layak untuk dikritik atau justru karya sastra hari ini memang jarang dibaca.
Kritik sastra yang ramai hari ini malah lebih banyak berbicara perkara wacana dan isu politik sastra yang ruwet. Hal demikian menyebabkan kurang terpantaunya kemunculan karya-karya sastra dan para pendatang baru (penyair dan prosais) dalam dunia sastra Bandung. Oleh karena itu, apabila YM lebih jauh memperhatikan perkembangan kritik sastra di Bandung maka rasanya adalah hambar.
Kembali pada pertanyaan saya terhadap YM, pertama, apa kritik sastra rasa Bandung tersebut? Apabila YM bicara soal rasa sesusungguhnya agak sulit mendefiniskan asumsi tersebut. Apakah harus dilihat dari domosili si kritikus atau dari cara pandang kritikus dalam mengkritik karya sastra dengan cara Bandung.
Sebab, walau bagaimanapun kritik sastra sebagai sebuah karya yang ilmiah akan berlandaskan pada teori-teori baku dalam ilmu kesusastraan. Kecuali memang telah ada teori kritik dengan parameter rasa Bandung. Akan tetapi, adakah parameter tersebut? Sejauh yang saya amati, belum ada teori seperti demikian. Maka, pernyataan YM tersebut menjadi kabur maknanya.
Kedua, apakah kritik sastra rasa kritikus Bandung? Jika tema tulisan YM memang demikian, lalu apa bedanya dengan kritikus asal Padang atau Jakarta misalnya yang menilai karya sastra. Oleh karena landasan kritikus adalah teori ilmu kesusastraan maka metodenya tidak akan berbeda, kecuali retorika dalam menyampaikan pembacaan kritisnya, dan hal tersebut masih sangat umum. Dan apakah harus disesuaikan dengan selera kritikus Bandung? Saya kira hal demikian tidak mungkin.
Sebab, karya sastra berbeda dengan kuliner. Jika dalam kuliner lidah bisa menentukan rasa karena kebiasaan yang dilakukan dengan cara makan dan makanan yang dikonsumsi. Misalnya, orang sunda akan merasa pedas bila makan masakan padang atau agak manis ketika makan masakan jawa. Sementara menilai karya sastra bukan hanya dengan “lidah”, namun juga menggunakan konvensi logika yang rasional. Karena jika memaksakan unsur-unsur lokal pada hal yang universal bisa menyebabkan terjadinya primordialisme atau chauvinisme.
Ketiga, kritik sastra rasa korang Bandung (“PR”)? Mengenai pertanyaan terakhir ini seperti yang telah saya singgung, “PR” selama ini menyajikan kritik sastra tidak jauh berbeda dengan konvensi media-media massa lainnya. “PR” menyajikan kritik dalam bentuk ulasan penilaian terhadap karya sastra, seperti yang dilakukan oleh Mona Sylviana terhadap novel Hubbu karya Mashuri (“Dunia Hubbu yang Serius”, Sabtu, 5 Januari 2008), misalnya.
Kalau mau yang agak berbeda adalah pada masa Saini KM yang sangat signifikan dengan ulasan karya di “Pertemuan Kecil”, tapi itu terjadi sekitar dua puluh tahun yang lalu. Sementara hari ini kritik sastra di koran Bandung (“PR”) rasanya tidak berbeda dengan koran-koran yang lain. Oleh karena itu, tulisan YM “Kritik Sastra Rasa Bandung” sesungguhnya tidak terasa rasa Bandungnya.***
* Yopi Setia Umbara, Penggiat ASAS dan Jurnal Sastra DerAS.
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/03/kritik-sastra-tiga-pertanyaan-untuk.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar