Sutardji Calzoum Bachri
Riau Pos, 08/09/2003
Jika para wali di langit tinggi
Jika para wali berarak di awan
Jika para wali menapak langit tinggi
Mari ikut bersama-sama.
(disarankan dinyanyikan seperti When the Saints Go Marching In)
BEGITULAH dia Pak Tua itu menyanyi dengan harmonika berjalan menapak-napak pantai. Sementara burung poididi, si raja udang, elang, gagakgulana, makadawaktu, murai dan lainnya meloncat-loncat girang dan bising dengan kicau lagu masing-masing, seakan tak peduli dengan irama nyanyi dan langkah loncat Pak Tua di pantai antara pasir dan bebatuan.
Angin pantai senja itu jinak. Tapi sejinak-jinaknya angin pantai, tetaplah dapat menyibak-nyibak perdu, ranting dan dedaunan berangan dan pelepah pepohonan kelapa kembar, mendesah dan menderu dalam gumam yang dalam. Maka engkau takkan dapat mendengar penuh nyanyi dan harmonika Pak Tua kalau kalian tak dapat masuk ke dalam dirinya.
Dalam diri Pak Tua ada ruang yang luas dan lapang yang dibuat dan dimuat oleh kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, pencapaian dan pelepasan yang ikhlas dan tenang.
Memang tak gampang masuk ke dalam ruang jiwa Pak Tua, namun jika engkau sanggup bersabar, jika kalian punya waktu dan memiliki hal-hal dan kejadian yang dapat kalian resapkan, engkau bakal bisa masuk ke dalam diri Pak Tua itu dan dapat jelas mendengar nyanyi dan harmonikanya.
Lihatlah, ia terus menyanyi, menapak-napak di pasir pantai meloncat-loncatkan kaki tua yang masih tegap itu pada punggung kokoh bebatuan:
Bila para wali di langit suci
Jika para wali berarak di awan
Bila para wali di langit suci
Mari ikut bersama-sama.
Burung poididi, raja udang, makadawaktu, gagakgulana, kakaktua, dan burung sukadukatuaku, berkicau-kicau bising dan indah memberikan warna suara pada langit senja jingga merah keperak-perakan. Pelepah-pelepah kelapa kembar, dedaunan berangan dan perdu pantai disibak rebak angin mensiar-suirkan nyanyi sendiri-sendiri tanpa peduli.
Namun di antara sibuk bising nyanyi angin, pepohonan, dan para burung itu, nada dan nyanyi burung makadawaktu-lah yang mengatas segala.
Suaranya yang aneh, acuh tak acuh, dan terdengar netral, berderam keluar dengan tenang dan penuh wibawa dari paruh yang panjang melengkung bagaikan pedang:
Waketu waktu waktu waktu waketuku waktu, mengatas segala suara kicau dan nyanyi yang ada di sekitarnya.
Tapi seperti sudah kukatakan tadi, jika engkau dapat masuk ke dalam diri Pak Tua, hirau kicau deram desah burung, pepohonan dan alam yang di luar kelihatan bising tak peduli, saling sendiri menyanyi, semuanya jadi terasa selaras sepadan dan menyatu dalam nyanyi Pak tua itu.
Lelah dan puas menyanyi, Pak Tua menggeletakkan tubuh girangnya di pasir pantai, melelap dalam kesejenakan tidur. Ia kelihatan sebagai batu bernafas di sela banyak bebatuan yang terhampar di pantai.
Dalam tidurnya ia sering mengeluarkan dengkur yang aneh, bagaikan kord-kord harmonika yang tak dapat dilacak nadanya.
Memang dulu ketika muda bekerja sebagai pelaut di kapal tanker Yunani “Philosophia’, menyanyi dan mabuk-mabukan dengan teman-teman pelaut sekapal dari berbagai bangsa, ia tak pernah mau menyelaraskan suaranya yang aneh itu dalam nyanyi bersama.
Dalam mabuknya ia berkicau tak ada do bersama. Bahkan tak ada do sebenar do. Begitu juga re dan seterusnya. Paling yang do mirip do yang tak sebenar do yang hampir do yang walau do bukan do yang meski do bukannya do tapi do, namun do tak juga do, tak sampai do namun do mirip do apalah do kalau tak do.
Biasanya kalau ia sudah berkicau begitu, teman-temannya setanker Philosophia akan bilang: “Engkau benar, engkau ini Magi dari Timur”. Dan ia dalam mabuknya tertawa sementara pikirannya bilang pada dirinya sendiri: “Bukan hanya dari Timur, juga dari Barat, Utara, Selatan.”
Tapi tentulah itu tak dilafazkan pada teman-temannya sekapal. Karena ia tahu, sebagaimana teman-temannya tahu: Bagi para bijak cukuplah satu arah, untuk menunjukkan banyak arah yang ada.
Kini batu bernafas itu yang punggungnya mengarah tenggelamnya senja, terus tenggelam dalam lelap diiringi dengkur harmonikanya.
Dengkur yang bersuara harmonika itu sudah lama, lama sekali tak terpisahkan pada tidurnya. Dulu puluhan tahun yang lalu, ketika SD kelas tiga ia pertama kali mengenal harmonika. Ibunya membelikannya sebuah harmonika 3 dollar Straits Settlement, mata uang yang berlaku waktu itu di semenanjung Malaya, Singapura, Brunei dan Riau.
Sejak itu setiap bulan ia menghabiskan 3 sampai 4 harmonika. Tetapi ibunya tak pernah menolak kalau ia minta uang untuk harmonika.
“Engkau menghabiskan harmonika seperti orang makan jagung rebus,” bilang abangnya yang iri.
Tapi ibunya bilang: Biarlah. Di antara kalian dialah yang akan pergi jauh dan lama. Dia akan berpisah jauh dari kita. Mungkin untuk selama-lamanya. Memang sengaja aku biarkan bising dan sibuk dengan harmonikanya. Aku biarkan dia, sambil bergantungan di akar hawa pepohonan Riau seperti Tarzan, menyanyi-nyanyi dan menghisap harmonika. Aku biarkan dia berenang di lautan, timbul tenggelam bagaikan lumba-lumba, sambil menghisap harmonika. Aku biarkan dirinya, parunya, dan harmonikanya kuyup dengan laut, selat, sungai, akar, dan pepohonan Riau. Nanti, biarpun ia pergi jauh, dia takkan terpisahkan dari kita. Setiap ia menampilkan dirinya dan harmonikanya, selalu ada kita di sana.
Sejak berusia 50 tahun ia mulai mendengkurkan harmonikanya. Tapi sejak usia itu pulalah ia tak pernah bermimpi. Tidurnya selalu kosong mimpi tapi sarat pada makna hayat kediriannya.
Mimpi hanya untuk luka yang ingin disembuhkan, angan-angan dan harapan, untuk kejadian-kejadian yang diharapkan dan dicemaskan akan datang, juga untuk hiburan. Tetapi aku, aku sudah lama tak membutuhkan mimpi. Aku telah melepas-atasi luka, aku telah lama mencapai atasi sampai. Aku tak membutuhkan hiburan karena aku adalah kegirangan. Aku tidak menanti dan tak mengharap. Karena aku adalah yang dinanti dan diharapkan, katanya dalam omong-omong dengan Paul Wisdom, teman akrabnya sesama mantan pelaut Philosophia ketika suatu hari kebetulan bertemu di Batam.
“Engkau memang benar-benar Magi dari Timur, seperti dulu sudah kubilang waktu di kapal,” kata Paul Wisdom.
Dan seperti biasa, kembali kilatan dalam pikirannya bilang: “Bukan hanya dari Timur, tetapi juga dari Selatan, Utara dan Barat”. Tetapi seperti biasa pula tak diucapkan lantang pada temannya. Karena ia tahu, bagi para bijak seperti Paul Wisdom cukuplah satu arah untuk menunjukkan banyak arah yang ada.
Ketika tidur Pak Tua selalu tersenyum. Bukan hanya di wajahnya yang kerut merut dihiasi alur usia, tetapi sekujur tubuhnya, kaki, bahu, perut dan tangan dan lengannya tersenyum. Semakin lelap semakin mengembang senyum di sekujur tubuhnya. Bahkan tattoo perempuan telanjang di tangan kirinya—kenang-kenangan di masa pelautnya—yang tadi ikut berkeringat ketika Pak Tua meloncat-loncat menyanyi, ikut pula tersenyum.
Kedua buah dadanya yang ikut keriput bersama usia Pak Tua, kini serupa dengan kembang senyum, mengundang hasrat keakraban bagi yang menatapnya.
Maka tak heran kalau Alina, gadis kecil 5 tahun, yang sengaja melepaskan diri dari pengasuhnya, sedikitpun tak gentar ketika menemukan batu bernafas itu.
Ia berjongkok di depan Pak Tua, mendengarkan dengan cermat dan asyik pada dengkur harmonika dari batu keras bernafas namun penuh dilimpahi senyum akrab di sekujurnya. Ia terpukau pada buah dada tattoo yang mengembangkan senyum. Alina mengusap-usap lengan yang tersenyum seakan menjawab suatu jabat tangan. Sebesar-besarnya buah dada dari tattoo di lengan tentulah takkan besar benar. Tapi bagi Alina, buah dada tua yang mengembangkan senyum itu menjadi besar penuh susu segar. Ia menundukkan muka ke buah dada kiri tattoo dan mulai menghisapnya. Pak Tua terbangun.
-Itu hanya gambar- kata Pak Tua sambil tersenyum.
Tanpa malu-malu dan tidak terkejut Alina bilang: “Aku ingin menyusu, Kek”.
-Kau sudah lama tak perlu menyusu- kata kakek.
-Memang sudah lama aku tak menyusu. Tapi sekarang aku ingin.
Pak tua mengalihkan hasrat Alina, memainkan harmonika dengan lembut dan membisikkan lagu di sela-sela riff-nya. Alina senang kegirangan.
-Siapa namamu?
-Alina.
-Usiamu?
-5 tahun.
-Kakek namanya siapa?
-Nama.
-Nama Kakek?!
-Ya Nama.
-Aku bilang nama Kakek siapa?- gusar Alina.
-Ya Nama.
Alina tambah gusar dan kesal.
-Orang harus punya nama, Kek. Namaku Alina. Kakek namanya apa?
-Nama- jawab kakek sambil memungut ranting dan menuliskan: N-a-m-a, di atas pasir pantai.
-Ah masak nama Kakek Nama. Biasanya nama orang itu Abdul, Alek, Wina, Hadi, Hamid, Rahman. Tapi Kakek namanya Nama. Tak lazim, Kek.
Kakek tersenyum dan tertawa. Ia tahu sedang menghadapi anak yang cerdas. Kata ‘tak lazim’ yang diucapkan seorang anak 5 tahun, menambah kesan kecerdasannya.
-Ya. Baiklah. Biar lebih jelas dan lazim namaku ini- kata kakek, sambil menggoreskan ranting di pasir dan menulis bin Tafsir setelah N-a-m-a.
-Nama bin Tafsir, itulah nama jelasku. Kalau pakai Tafsir pasti akan lebih jelas memanggil atau mengenalku. Jika kau sebut Tafsirnya kau akan lebih kenal aku.
Alina terbengong-bengong dan bilang “aku tak mengerti, Kek”.
-Ya aku tahu kau belum paham. Tapi nantilah jika semakin tambah usiamu, semakin banyaklah kejadian yang kau alami dan saksikan, kau akan bisa akrab dan paham dengan namaku dan dengan nama-nama lainnya. Buat sekarang, kau panggil aku Kakek, itu sudah bagus- kata Pak Tua.
Senja semakin kelam. Burung-burung sudah menutup kicaunya. Semak-semak dan perdu mulai menyatu dalam bayangan kelam. Pepohonan kelapa kembar mulai tak kelihatan kembarnya. Dermaga yang jauh sayup, mulai menyalakan lampunya.
-Sudah waktunya pulang- kata Pak Tua. -Kau bisa pulang sendiri?- tanyanya.
-Itu rumahku- jawab Alina menunjukkan sebuah vila mungil 200 meter dari situ, yang menjadi terang karena lelampunya sudah dihidupkan.
-Kakek rumahnya di mana?- tanya Alina. Kakek menunjuk pada gundukan tanah yang luas di ketinggian pantai, ditutupi rumput yang tebal dan rapi dan di pinggir gundukan penuh merambat bunga-bunga.
Bagi Alina rumah kakek kelihatan aneh sebagai gundukan tanah yang luas dan lapang.
-Boleh aku ikut Kakek?
-Buat apa- jawab Pak Tua.
-Ya ingin tau aja- jawab Alina.
Aku cuma ingin tahu jalannya. Sampai rumah Kakek aku langsung pulang. Nanti kan aku bisa jalan sendiri ke rumah Kakek, tentu bila Kakek mengizinkan.
Ya, nanti-nanti kau bisa sendirian ke sana, kata kakek sambil membimbing Alina menuju ke rumah.
Sampai rumah Pak Tua, Alina jadi tahu bahwa rumah kakek dalam tanah. Gundukan besar dan rapi dengan rumputan dan bunga-bunga itu adalah atapnya. Persis sebuah kuburan besar tetapi lelampu luar dan dalam rumah yang segera dinyalakan kakek, serta warna-warni bunga-bunga rerumputan sejuk dan tebal membuat Alina senang dan jauh dari ketakutan.
Di bagian depan bukit rumah Pak Tua itu, terpancang papan lebar kokoh dan besar bagaikan sebuah nisan yang besar dan jelas tercantum nama Pak Tua: Nama bin Tafsir. Kakek tersenyum melihat Alina dengan bantuan cahaya lelampu taman mencoba mengeja namanya.
Sudah waktunya kau pulang sekarang. Nanti ayah dan ibumu bisa cemas. Lantas digaetnya tangan Alina dan diantarnya bocah kecil itu separuh jalan menuju rumah orangtuanya. ***
Dijumput dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=210452998983573
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 25 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar