Sabtu, 24 Desember 2011

MEMBACA JARAN GOYANG, HATI PUN BERGOYANG;

Catatan Kecil Sajak Samsudin Adlawi
Imamuddin SA
http://sastra-indonesia.com/

Waktu itu, kira-kira sehabis Isya’, saya menguhubungi kawan saya. Saya bermaksud mau ngobrol-ngobrol denganya. Seketika itu saya lansung mengambil motor dan memacunya ke rumah kawanku tadi. Bukan sekedar kawan, tapi lebih dari itu. Entah apalah, yang jelas dia istimewa bagi saya. Namanya Nurel Javissyarqi.

Sesampainya di rumahnya, saya langsung bertemu dengannya. Seperti biasa, saya menemukannya sedang khusyuk dengan leptopnya. Membuat esai dan berkutat dengan facebook.

Kami ngobrol-ngobrol panjang lebar tentang face book dan sastra. Kami berbicara masalah pempublikasian karya sastra lewat facebook. Tampaknya akhir-akhir ini karya sastra ramai diperbincangkan di face book. Padahal beberapa saat yang lalu, bloog-lah yang meramaikannya. Sungguh perputaran peristiwa yang begitu cepat.

Selain ngobrol tentang facebook, kami juga nyentil sedikit masalah memudarnya media cetak dalam kalangan sastra, khususnya puisi. Baik di surat kabar maupun perbukuan. Peredaran puisi dalam perbukuan perlu diperhatikan. Pasalnya pihak penerbit enggan menerimanya untuk dilakukan penerbitan. Alasnnya, puisi pangsa pasarnya sedikit. Konsumennya terbatas. Hawatir pihak penerbit mengalami kerugian. Ini tidak jauh berbeda dengan nasib cerpen dan novel serius. Penerbit enggan menerimannya sebab mereka mengikuti selera pasar. Dan dalam realitasnya, pasar menghendaki karya-karya picisan, tenlit, dan teklit. Hal itu menyebabkan para sastrawan harus ekstra memutar otak agar dapat mempublikasikan karya-karyanya. Hanya mereka yang memiliki kemauan kuat dan modal vinansial yang cukuplah yang pada akhirnya dapat menerbitkan karya-karyanya. Apalagi bagi sastrawan regenerasi.

Begitu juga dengan surat kabar. Staf redaksi kerap meng-cut karya-karya sastrawan regenerasi yang ingin berkembang. Konon ada seorang penulis yang tengah mengirimkan karya-karyanya hingga mencapai ratusan karya, namun tak kunjung dimuat juga. Entah alasannya bagaiman. Mendengar kabar burung, katanya ada ungkapan baru; kalau tak kenal, maka tak saya-terbitkan. Kalau tak semadzhab, maka tak usah dihiraukan. Kalau tidak selera, maka tak perlu saya cantumkan. Tampaknya tiga ungkapan ini yang berdasarkan kabar burung melingkupi pempublikasian karya-karya sastrawan regenerasi. Padahal jika mau jujur dan objektif, tidak sedikit karya-karya sastrawan regenerasi memiliki kekuatan dan enak dinikmati. Perlu rasanya bagi sastrawan regenerasi untuk merapatkan barisan agar namanya muncul dalam khasanah kesusastraan. Tapi kini sastrawan regenerasi bisa sedikit bernafas dengan lega. Nasib karyanya sedikit terselamatkan oleh adanya blog dan face book. Tinggal seberapa kuat mereka dapat on line di sana.

Beberapa saat setelah perbincangan kami, kawan saya, Mas Nurel, begitu saya akrab memanggilnya, beranjak dari leptopnya. Ia menuju kamar bacanya. Tak lama kemudian ia balik lagi kepada saya. Ia membawakan saya dua buah buku terbitan terbaru PUstaka puJAngga. Salah satu dari dua buku itu karya Samsudin Adlawi. Seorang wartawan Jawa Pos kelahiran Banyuwangi.

Buku itu merupakan suatu antologi tunggal dari Samsudin. Hati saya langsung terpikat ketika melihat cover buku tersebut. Cover yang mencerminkan judul antologinya. Yaitu Jaran Goyang. Dengan ilustrasi dua kuda bersayap, yang saling mengaitkat kaki depanya satu sama lain. Yang satu berwarna kuning keemasan, satu lainnya berwarna biru lembayung.

Saya lalu membuka buku itu. Dan membaca-baca kandungan isinya. Hati saya sempat bergoyang. Apalagi saat melihat para komentatornya. Yang memberi komentar adalah para penulis dan kritikus terkenal. Bahkan di antara mereka ada yang berasal dari luar negeri. Saya sempat minder dan berkecil hati dengan mereka. Mereka tengah menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap karya Samsudin.

Daisuke Miyoshi telah menyatakan bahwa puisi-puisi Samsudin adalah puisi yang sukses sebab maknanya telah sampai pada pembaca. Ini bukan puisi kosong dan layak dimaknai semua orang yang bertuhan. Anett Tapai mengatakan kalau dengan karya ini Samsudin layaknya Jalaluddin Rumi yang lahir di Banyuwangi. Ada lagi Ilham Zoebazary yang menegaskan bahwa puisi-puisi Samsudin segar, menaikan gairah, dan tak terkira kaya nuansa. Tengsoe Tjahjono juga menyatakan hal yang serupa, puisi-puisi Samsudin adalah puisi yang berhasil sebab tidak harus disusun dalam wacana yang rumit dan pilihan kata yang pelik, namun cukup diksi biasa yang oleh kecermatan merangkai jadilah teks yang menimbulkan gigil pada rasa, kenyang pada makna. Rida K Liamsi juga menyatakan bahwa membaca puisi-puisi Samsudin adalah membaca renungan yang dalam tentang hidup, tetapi dengan semangat yang nakal, kritis, sinis, bahkan bercanda. Samsudin berhasil menyampaikan renungannya dengan menggunakan simbol-simbol yang sangat ragam, ragam juga dalam tema sehingga sehingga dalam pesona kata, diksi, sehingga puisi-puisinya selain enak untuk direnungkan di dalam kesendirian, juga enak untuk dibaca dengan ekspresif.

Dengan adanya komentar-komentar semacam itu, antologi puisi ini tampak begitu hebatnya. Dahsyat. Sebab para komentatornya adalah orang-orang hebat dan orang-orang besar. Memang saya akui, saya juga menangkap hal yang sama seperti mereka ketika melakukan proses pembacaan antologi ini. Diksinya sederhana, tidak pelik, kritis, nakal, simbolnya beragam, temanya juga beragam. Tapi ada sedikit pesona sajak yang mengganggu pikiran saya. Saya dalam penyelaman, seolah-olah diajak kembali pada nuansa klasik persajakan. Ada beberapa puisi yang mengingatkan saya pada gaya angkatan Balaipustaka. Suasan seperti itu tampak terlihat dari sajak Air, Dansa Akar, Gua, Rokok, Rubaiyat Cinta, Sel Imut, dan Teman Sejati. Entah ini suatu kemunduran atau sebatas rotasi selera estetika persajakan. Gaya lama terhapus gaya yang baru, gaya baru kembali pada gaya yang lama. Seperti siang dan malam, berotasi seiring perjalanan zaman. Seperti manusia, kadang susah, kadang bahagia, kembali susah, dan bahagia lagi. Sesekali kaya, sesekali jatuh miskin, dan bangkit lagi. Ah namun ini hanya sisi kecil dari keragaman saja-sajak Samsudin saja.

Puisi-puisi Samsudin sangat variatif. Bisa dibilang yang diusung Samsudin dalam puisinya adalah kompleksitas masalah hidup dan kehidup. Hal itu tampaknya terpengaruh dari mobilitas Samsudin sendiri, yaitu sebagai seorang wartawan. Bisa jadi ia diilhami oleh peristiwa-peristiwa yang tengah digelutinya saban hari. Ia kerap bersinggungan dengan masyarakat yang lebih komplek dengan problematika hidup. Sehingga tema yang diangkat dalam puisinya turut beragam pula. Namun dalam pengungkapannya, sajak-sajak Samsudin terasa hambar dan kurang permenungan. Benar atau tidak, subjektivitas pembaca sendirilah yang merasakannya.

Saat membaca judul antologi ini, Jaran Goyang, memori saya kembali dibawa pada khasanah kejawen. Saya teringat akan mantra pengasihan orang Jawa. Konon dikisahkan, jika seseorang ingin menggaet hati lawan jenisnya, bagi orang Jawa bias merapal mantra pengasihan Jaran Goyang yang ditujukan langsung kepada orang yang dikehendaki. Usut punya usut, orang tersebut pun akan jatuh hati. Gandrung. Dan kesengsem.

Tampaknya citra mantra pengasihan itu melingkupi hadirnya antologi Samsudin ini. Samsudin bermaksud ingin menggaet hati setiap orang yang melihat dan membaca antologi puisinya. Dan itu terbukti dengan adanya komentar-komentar dari tokoh-tokoh kesusastraan di atas. Mereka pada gandrung dengan puisi-puisi Samsudin. Mungkin mereka juga tidak punya azimat penangkal Jaran Goyang Samsudin. Tapi entah dengan pembaca yang lain, punya azimat penangkal atau tidak. Yang jelas Jaran Goyangnya Samsudin begitu membius. Entah dari sisi apanya, pembacalah yang bakal menemukan daya usik di dalamnya.

Fenomena judul antologi ini dimantabkan dengan judul puisi yang berjudul Jaran Goyang. Dalam puisi tersebut diejawantahkan praktik ritual pengasihan jaran goyang. Dikisahkan bahwa ritual ini dilakukan pada waktu tengah malam. Orang yang melakukannya dalam kondisi telanjang bulat. Tanpa sehelai benang pun. Ini bukan berarti semata-mata telanjang fisik, melainkan juga mengarah pada kepolosan dan keikhlasan batin.

ini upacara malam // upacaranya badan tanpa sehelai benang // seperti malam yang senantiasa telanjang (Jaran Goyang, hal:45, bait 1).

Suasana yang dimunculkan pada upacara ini harus benar-benar dalam kondisi sunyi. Sepi. Senyap. Tanpa ada suatu suara pun yang mengusiknya. Suasana seperti itu tidak hanya tercipta dari lingkungan sekitar saja, melainkan kesunyian yang membawa pada kekhusukan batin pelakunya juga harus tercipta.

ini upacara sunyi // berjalan tanpa bunyi // berkata tanpa bunyi // menembus tembok sepi (Jaran Goyang, hal:45, bait 2).

Upacara ini adalah upacara yang bersifat pribadi. Jadi ritualnya harus dilakukan seorang diri. Yang muncul dalam upacara ini hanyalah hasrat dan kehendak batin pelakunya yang tertuju kepada hati orang yang dituju. Menebarkan mahabah atas nama cinta pada perjalanan hidup anak manusia.

ini upacara angin // tarik nafas hembus ingin (Jaran Goyang, hal:45, bait 3).

Ritual ini berusaha keras untuk mempengaruhi pikiran seseorang. Membutakan cara pandangnya sehingga yang terpikirkan dan tertuju hanyalah si dia. Orang yang terkena pengasihan jaran goyang biasanya akan bersifat lupa dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Bahkan lupa pada dirinya sendiri. Ia hanya gandrung dan kepikiran pada orang yang memantrainya. Hatinya akan menjadi luluh. Yang diingat hanya si dia. Bayang-bayang wajah si dia akan melingkupi seluruh jiwanya.

dengan mantra kucuci otaknya // dengan mantra kutusuk matanya // dengan mantra kuganti hatinya (Jaran Goyang, hal:45, bait 4).

Orang yang tengah terpikat dengan mantra jaran goyang, tanpa sadar dalam batinnya tumbuh benih-benih cinta. Suasana kasmaran akan membias tanpa batas. Sebagaimana Davis menyatakan fenomena orang yang kasmaran. Orang kasmaran selalu beranggapan bahwa; “semua harapan di kepala hanya tahu namamu, lembaran putih hatiku mengenalmu, jerit tubuhku agar utuh, tangis itu milikmu, darahku mencucurkan namamu, mengalir, deras, namamu, namamu”.

Ketika seseorang dalam suatu malam telah merapal mantra pengasihan, dalam sajak Samsudin dikisahkan bahwa keesokan harinya orang yang jadi sasaran mantra akan gelap mata. Yang terpikir hanyalah orang yang merapal mantra saja. Hati dan pikirannya gelap. Ia terhipnotis. Seolah-olah yang ada dalam batinnya hanyalah nama si dia. Pesonanya meruang dalam kepribadiannya.

matahari menjelang // menggendong sekeranjang // otak mata dan hati yang // di dalamnya aku meruang (Jaran Goyang, hal:45, bait 5).

Gambaran puisi yang berjudul Jaran Goyang begitu jelas memberi isyarah bahwa daya magis yang terpancar dari mantra jaran goyang dapat menjadikan batiniah seseorang luluh-lantak. Hati seseorang dapat dengan seketika menjadi gandrung dan benih-benih cinta pun semakin bermekaran di sana. Semoga dengan adanya penyematan judul antologi ini, yaitu Jaran Goyang, seluruh hati orang yang memandang dan membacanya jadi turut bergoyang. Layaknya anting-anting, gontai dan bergelayutan, jika tak tergenggam kedalamannya. Laksana sang kembara gurun yang haus kejernihan air telaga maknanya.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae