Kamis, 09 Februari 2012

Paradigma Antologi Sastra

Binhad Nurrohmat
http://www.sinarharapan.co.id/

Bila ada seorang sastrawan Indonesia secara eksplisit menampakkan sikap kekecewaan lewat cara berburuk sangka atau marah-marah gara-gara karya sastranya tak masuk sebuah antologi sastra sebenarnya itu kecenderungan lama yang sudah berulang kali terjadi dan menjangkiti nyaris setiap antologi sastra kita. Kekecewaan semacam itu cenderung juga akan memancing tanggapan ”baik-baik maupun emosional.”

Penyusun antologi sastra dan sastrawan biasanya sama-sama saling bersikukuh dengan sikap dan pendapat masing-masing. Penyusun antologi sastra tak mau mengalah begitu saja, sedangkan sastrawan sulit bersikap bijaksana menghadapi kenyataan karyanya tak masuk antologi sastra. Urusan terus bersambung dan melebar.

Kecenderungan itu biasanya menyimpan endapan kepentingan pribadi yang menonjol, lebih mengandalkan dukungan argumentasi retoris ketimbang argumentasi analitis dan bahkan acap berlanjut terkesan naïf kekanakan ”meremehkan” antologi sastra. Intinya, kekecewaan itu lebih banyak yang tak mengerti latar ihwal dan telah khilaf memahami paradigma antologi sastra yang sebenarnya: pemetaan ”capaian-capaian puncak mainstream sastra” pada masa tertentu berdasarkan capaian estetik maupun tematik, sesuai ketetapan kriteria yang telah dipilih penyusunnya.

Sekadar contoh, sebuah antologi puisi memasukkan puisi Taufik Ismail dan WS Rendra dan tak memasukkan puisi Si Polan yang konon banyak menulis puisi cinta yang bertahun-tahun hanya mengeram di laci meja tulisnya, juga tanpa puisi Sitok Srengenge maupun puisi Jamal D Rahman. Antologi puisi ini ”sah” dan memenuhi kategori antologi puisi yang baik bila pilihan kriterianya, misal, berdasarkan capaian puncak mainstream puisi tema protes atau kritik sosial pasca-kemerdekaan Indonesia sampai sebelum rezim Soeharto lengser.

Konsekuensi praksis yang tak bisa dihindari dari paradigma antologi sastra adalah tak semua nama sastrawan dan karyanya bisa masuk antologi sastra. Antologi sastra memetakan prestasi puncak dan bukan koleksi selengkapnya nama sastrawan dan karyanya. Penyair tahun 40-an bukan hanya Chairil Anwar. Novelis tahun 30-an bukan hanya Armijn Pane. Penyair tahun 70-an bukan hanya Sutardji Calzoum Bachri. Tapi, Chairil adalah pencapai puncak mainstream estetik maupun tematik puisi yang ”mewakili” para penyair lain semasanya. Demikian halnya Armijn Pane dan Sutardji yang menjadi ”wakil” masanya masing-masing.

Kerja penyusun antologi sastra tak bisa dianalogikan sebagai kerja tukang sensus yang wajib mencatat nama-nama sastrawan dan karyanya selengkap-lengkapnya. Antologi sastra yang baik bukan kumpulan dokumentasi nama sastrawan dan karyanya selengkap-lengkapnya. Sebuah antologi sastra yang baik selain harus memiliki paradigma juga harus menetapkan seperangkat kriterianya sendiri yang setepat dan serepresentatif mungkin dan diterapkan oleh penyusun antologi sastra secara ketat dan akurat. Kriteria antologi sastra bisa sangat beragam sesuai ketetapan penyusun meskipun paradigmanya tak berbeda.

***
Publik sastra kita masih bisa mengenang dengan baik polemik antologi puisi Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ, 1996) dan Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (Korrie Layun Rampan, 2000). Antologi-antologi yang lain sejenis ini juga tak bisa mutlak mengelak dari cecaran ekspresi kekecewaan yang datang ”hanya” dari komunitas sastrawan sendiri. Banyak penyusun antologi sastra terpaksa mengalami semacam paranoid: tegang duluan sebelum menerbitkan antologi sastra sebab telah menduga bakal muncul kekecewaan beberapa sastrawan. Kitab Horison Sastra Indonesia (Horison, 2002) pun terpaksa harus menghadapi hal demikian.

Mengapa nyaris selalu ada sastrawan yang eksplisit menampakkan sikap kecewanya tiap kali terbit antologi sastra dan acap melantur-lanturkannya kemudian membesar dan meruncing menjadi polemik hiruk-pikuk? Sastrawan kita mungkin mengidap pemahaman bahwa nama sastrawan dan karyanya yang masuk antologi sastra adalah wujud pengakuan yang signifikan dunia sastra terhadap kesastrawanan dan karyanya, sehingga ketika karya seorang sastrawan tak masuk sebuah antologi sastra akan menilai eksistensi kesastrawanannya tak diakui dunia sastra. Sastrawan merasa disikapi tak adil oleh dunia sastra bila karyanya tak masuk antologi sastra dan eksistensi kesastrawanannya terusik.

Latar psikologis ini akan memeram banyak potensi kekecewaan yang tak mudah untuk dipahamkan dan bisa lega menerima kenyataan. Barangkali juga latar persoalan bukan hanya kekecewaan atau ”keterusikan eksistensial” itu, kepentingan tertentu maupun aspirasi sejarah juga bisa potensial menjadi latar lain pemicunya.

Sikap pro-kontra yang menyertai polemik antologi sastra acap menciptakan front-front yang saling bersitegang pendapat dan menyulut perbalahan yang tak singkat dengan melibatkan banyak pihak. Toh buku antologi sastra masih terus diterbitkan meski ancaman polemik tampak tak kunjung padam juga dan (seperti biasanya) selalu tanpa melahirkan solusi mencerahkan atau pengertian yang bijak. Seolah-olah polemik seputar antologi sastra selama ini hanya menciptakan arena ”konflik wacana” yang sebenarnya banyak memubazirkan energi pikiran dan waktu banyak penulis maupun pembacanya dan jelas miskin manfaat.

Kita tak asing dengan antologi artikel sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, psikologi maupun demokrasi. Antologi-antologi artikel non-sastra ini nyaris tak memunculkan kekecewaan yang eksplisit dari para penulis yang artikelnya tak masuk di dalamnya. Antologi sejenis ini banyak sekali diterbitkan dan mendapat sambutan positif publik ditandai oleh antusiasme apresiasi dan diserap pasar pembaca. Alat ukur sambutan positif itu bisa berupa resensi yang semarak di media massa maupun diskusi dan banyak antologi sejenis ini yang mengalami cetak ulang secara signifikan.

Barangkali ”keikhlasan menulis” seorang penulis artikel politik membuat penulis tak perlu harus ”kebakaran jenggot” ketika karyanya tak masuk sebuah antologi artikel politik. Penulis artikel politik itu bekerja bukan untuk menjadi ”hero” melainkan ekspresi aspirasi pribadinya pada dunia politik. Sikap dewasa demikian tampak tak dimiliki beberapa sastrawan kita.

Mengapa antologi sastra sering disikapi dan bernasib buruk tak sebagaimana antologi tulisan non-sastra? Selain disebabkan sinyalemen ”keikhlasan” yang meragukan itu, juga piciknya rasa ”tahu diri” beberapa sastrawan terhadap posisi kesastrawanan dan karyanya dalam peta capaian-capaian mainstream estetika sastra di masanya. Dua hal ini membuat beberapa sastrawan yang karyanya tak masuk antologi sastra bersikap tak dewasa.

Dalam ungkapan yang lain sastrawan mestinya tak usah kecewa karyanya tak masuk antologi sastra; tugas utama sastrawan menulis dan menulis sebaik-baiknya. Bila karyanya baik sejarah akan merawatnya dan mengenang kesastrawanannya. Sejarah selalu mengajukan, membela dan menguji kembali bukti-bukti yang telah ada. Kekecewaan sastrawan hanya karena karyanya tak masuk antologi sastra adalah indikator lemahnya kepercayaan diri sastrawan terhadap diri dan karyanya sendiri disebabkan terlanjur menganggap bahwa waktu yang semasanya adalah satu-satunya penentu ukuran nilai karyanya, penentu sejarah karyanya.

Apresiasi yang buruk apalagi sinisme yang muncul dari dalam komunitas sastrawan terhadap antologi sastra akan melongsorkan citranya sehingga publik tak memiliki gambaran yang ”menjanjikan” dan positif dan efeknya akan mengasingkan antologi sastra dan seisinya dari daftar agenda perhatian publik luas.

Polemik seputar antologi sastra barangkali sebuah fakta yang bisa dijadikan indikator signifikan antologi sastra masih dianggap penting dalam dunia sastra kita. Anggapan itu tak keliru. Sebab artefak karya sastra itu teks, tulisan, sehingga buku dan alternatif medium yang sefungsi lainnya jadi penting dan representatif.

Kini sastrawan dan penyusun antologi sastra sangat penting untuk memahami paradigma antologi sastra maupun pada pilihan kriteria penyusunnya. Penerapan pemahaman ini akan menghasilkan antologi sastra yang representatif serta dapat dipertanggungjawabkan dan bisa ”menepis” kemungkinan muncul kekecewaan dari luar maupun dari dalam komunitas sastrawan sendiri.***

*) Penulis adalah penyair

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae