Eka Kurniawan *
Kompas, 07 Okt 2007
DALAM buku esai terbarunya, The Curtain, Milan Kundera menyinggung perihal sastra dunia (atau dalam istilah Goethe, Die Weltliteratur) dengan mengatakan: “Tidak, percayalah, tak akan ada yang mengenal Kafka saat ini—tak seorang pun—jika ia tetap menjadi seorang Ceko.”
Konteks pernyataannya tersebut adalah meski Franz Kafka seorang Yahudi dan menulis serta tinggal di Ceko, pada kenyataannya Kafka dikenal sebagai penulis Jerman. Menurut Kundera, hanya karena menulis dalam bahasa Jerman dan kemudian diperkenalkan sebagai penulis Jerman, Kafka bisa kita kenal sekarang ini.
Saya membaca buku esai itu di tengah-tengah acara Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) yang baru saja berakhir, 25-30 September 2007 di Ubud, Bali. Datang sebagai seorang penonton biasa, saya serasa menemukan konteks esai tersebut dalam acara festival ini. Menurut Kundera, bangsa yang memiliki tradisi kesusastraan besar cenderung tak melihat konteks sastra dunia sebab mereka merasa tradisi sastranya telah mencukupi. Bangsa dengan tradisi kesusastraan kecil juga berlaku sama dengan alasan yang terbalik: mereka melihat sastra dunia sebagai sesuatu yang asing, dan karenanya menjadi defensif, hanya hidup dalam tradisinya sendiri. Di UWRF, kenyataan tersebut tampak, meskipun dialog antartradisi tetap dilakukan oleh para peserta.
Saya datang pertama kali ke UWRF dua tahun lalu (1995) sebagai peserta. Acara tahun itu dihadiri antara lain oleh Amitav Ghosh, yang dikenal melalui novel The Glass Palace, sebuah novel “Asia” karena berkisah mengenai pergolakan di Burma, melebar ke Malaya dan India, tetapi ditulis dalam bahasa Inggris. Juga hadir penulis yang dikenal melalui novel (terutama setelah diangkat ke layar lebar oleh Hollywood) The English Patient, Michael Ondaatje.
Tahun ini Ubud kembali kedatangan penulis mencorong lainnya: Kiran Desai. Melalui novelnya, The Inheritance of Loss, penulis India yang menghabiskan waktunya antara India dan New York ini baru saja memperoleh The Man Booker Prize. Kiran Desai berbagi kisah mengenai sulitnya menembus penerbitan internasional dan mengaku, novelnya tersebut ditolak oleh editor di New York. Namun, setelah diterbitkan (tentu melalui editor lain), apalagi setelah memperoleh penghargaan dan kemudian menjadi international best seller, editor yang sama berkilah, “Naskah yang kubaca berbeda dengan naskah yang kamu terbitkan.” Padahal kenyataannya itu naskah yang sama!
Secara umum UWRF memang menyenangkan bagi seorang penulis dan penggemar sastra, dan bisa dikatakan memang “berkelas dunia”. Bahkan majalah Harper’s Bazaar UK menyebutnya sebagai “One of the six best literary festival in the world.” Sangat menyedihkan kenyataannya, festival sebesar ini tak banyak dihadiri oleh para penulis dalam negeri kita. Sebagian besar penulis yang ada di sana adalah peserta yang memang harus mengisi sesi acara. Bahkan penulis dari Bali sendiri, di luar pengisi sesi acara, tak akan lebih dari hitungan jari tangan jumlahnya.
Ada apakah dengan penulis Indonesia? Apakah mereka merasa memiliki tradisi kesusastraan yang besar, sehingga merasa tak perlu untuk bergaul dengan kesusastraan di luar dirinya? Dengan kata lain, merasa telah cukup memiliki (misalnya) penyair serupa Amir Hamzah, Chairil Anwar hingga yang terkini, Joko Pinurbo? Ataukah kesusastraan Indonesia demikian kecilnya, sehingga para penulisnya menjadi defensif dan menganggap kesusastraan di luar dirinya tak memiliki relevansi apa pun dengan kehidupan di Indonesia? Menjadikan sastra dunia sebagai sesuatu yang tak terjangkau, atau bahkan “menyeramkan”?
Bagi saya sendiri, sejujurnya lebih cenderung mengakui tradisi kesusastraan kita memang kecil, meskipun harus diakui ada ratusan juta (calon) pembaca serta sejarah literatur yang panjang. Jika ada yang menganggap tradisi kesusastraan Indonesia sebagai sesuatu yang besar, bisa dikatakan sebagai upaya membesar-besarkan diri, barangkali disebabkan ketidaktahuan (atau keengganan) untuk menyadari ada yang lebih besar. Namun, bukan berarti itu bisa menjadi alasan bersikap defensif, menganggap sastra lain sebagai yang asing dan tak terjangkau, tak berpijak kepada kenyataan masyarakat sastranya.
Bagaimana menjelaskan karya-karya Pramoedya Ananta Toer tanpa mengakui keberadaan karya-karya Maxim Gorki atau John Steinbeck, misalnya? Bagaimana pula menjelaskan karya-karya Iwan Simatupang, tanpa menyimak sejarah eksistensialisme di Prancis?
Jelas kita bukan penganut xenophobia. Kita menerima tradisi yang berbeda-beda secara terbuka, jika tak bisa dikatakan liberal. Namun harus diakui, masih banyak penulis yang mengatakan, “Mengapa kita harus mempergunakan teori-teori sastra barat, mengapa tidak menciptakan teori sendiri? Kenapa harus mengutip pendapat penulis asing?” Menggantungkan segala sesuatu kepada tradisi sastra besar (yang notabene asing) memang keterlaluan, tetapi menutup diri juga sama keterlaluannya.
Melalui UWRF, sebenarnya terbuka untuk membawa kita ke sebuah pergaulan yang kosmopolitan. Selain UWRF, memang ada satu atau dua festival lain yang mengklaim sebagai festival sastra internasional meskipun yang dimaksud internasional baru sebatas menghadirkan penulis dari beberapa negara; dengan penulis yang nyaris sungguh-sungguh tak dikenal. UWRF melangkah lebih maju, berani menghadirkan penulis-penulis yang bisa kita katakan “papan atas” untuk kesusastraan dunia kontemporer. Siapa yang lebih pantas untuk dihadirkan selain Kiran Desai di hari-hari ini, misalnya? Tentu saja kita berharap ada banyak penulis sekelasnya bisa dihadirkan pada tahun-tahun mendatang.
Permasalahannya, kembali bagaimana festival yang sangat baik ini, dengan kehadiran penulis-penulis dunianya, bisa merangsang iklim kreativitas bagi kesusastraan Indonesia. Untuk hal ini, tampaknya harapan tersebut masih bagaikan mimpi. Pertama, tentu saja minimnya kehadiran penulis Indonesia (di luar pengisi sesi acara) di acara tersebut. Kedua, tampaknya panitia festival memang tidak memaksudkan festival ini sebagai ajang bagi publik kesusastraan Indonesia.
Sudah agak menjadi “rahasia umum” kalau festival ini memang lebih kental aroma turismenya. Promosi acara ini jauh lebih mudah ditemukan di kantong-kantong pariwisata daripada di kantong-kantong kesusastraan atau kebudayaan. Diskusi-diskusi kesusastraan sebagian besar dilaksanakan di restoran dan bukan di kantong kebudayaan. Tidak mengherankan jika hampir seratus persen pengunjung yang memadati venue festival adalah turis, atau paling tidak, ekspatriat.
Kehadiran Kiran Desai, pada akhirnya tak bermakna apa-apa untuk kesusastraan Indonesia. Hampir seluruh pengunjung sesi acara Kiran Desai merupakan turis. Ini berlaku pula untuk sesi-sesi acara yang lain.
Itu bukan hal yang salah, tentu saja. Bisa menjadikan sebuah peristiwa kesusastraan sebagai magnet untuk mendatangkan turis (apalagi turis asing yang membawa devisa), tentu luar biasa. Orang datang ke Ubud, Bali, tak hanya untuk melihat pegunungan yang sejuk, kebudayaan masyarakat sekitar, tetapi juga berjumpa penulis kelas dunia. Sekarang yang terpenting, bagaimana menjadikan festival ini tak melulu sebagai kegiatan “pariwisata”, tetapi secara adil, juga bisa menjadi peristiwa “kesusastraan”.
Dengan demikian, untuk tahun-tahun yang akan datang, UWRF tak hanya menjadi tempat berkumpul turis, tetapi juga menjadi rendez-vous bagi para penulis Indonesia, atau paling tidak penulis Bali, tanpa menunggu menjadi “undangan”. Sebuah tempat di mana kesusastraan Indonesia bergaul secara kosmopolit dengan berbagai tradisi di luar dirinya, dan tak melulu disibukkan oleh keributan antara satu kelompok kesusastraan dan kelompok kesusastraan lainnya, apalagi kalau yang diributkan tak ada hubungannya dengan kesusastraan.
Kerja keras untuk panitia dan tentu juga para penulis Indonesia untuk mau lebih bergaul. Sambil berharap festival serupa juga bisa dilaksanakan di tempat lain: Jakarta, Yogyakarta, Riau, atau Makassar.
*) Eka Kurniawan, Penulis
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/10/festival-penulis-tanpa-penulis.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar