Indra Tranggono
Suara Merdeka, 12 Feb 2012
SEEKOR babi hutan membeku dalam padat tembikar. Matanya merah,
menatap nanar. Menatapmu. Menatap siapa saja yang melintas dalam manik
matanya. Taring-taringnya putih agak abu-abu, kusam dengan noktah-noktah
darah. Tubuhnya agak tambun, lebat ditumbuhi bulu-bulu kasar. Pada
tubuh yang mirip punggung bukit kecil itu, menganga lubang 3X ?
sentimeter, tempat kamu memasukkan uang keras atau koin uang.
Uangmu kini tertimbun di perut babi hutan itu. Mungkin babi hutan itu
merasa mual dan mau muntah. Namun kamu tak peduli. Terus menjejali
perutnya dengan lipatan-lipatan uang-uang kertas atau koin-koin uang.
Sesungguhnya, kamu sendiri agak takut memandang celenganmu itu. Wajah
celeng itu terlalu seram. Mungkin, pembuatnya sengaja berniat menakuti
kamu dengan mengusik naluri kanak-kanakmu. Siapa tahu, pikir si pembuat
celengan itu, dengan cara itu hidupmu tidak terasa hampa, datar dan
kaku. Atau, mungkin juga dia punya tujuan lain. Misalnya, sengaja
membuat celengan babi hutan itu tampil sangar dan berwibawa, hingga kamu
merasa berharga setiap memasukkan uang demi uang. Juga, kamu tidak
gampang goyah untuk mengambil uang tabunganmu dengan cara mencukilnya
dengan peniti atau bahkan memecahkannya. Ah, cara itu mungkin dulu
pernah kamu lakukan ketika masih bocah. Kau curi uang tabungan adikmu
atau kakakmu hanya karena kamu tergoda untuk menyesap es lilin yang
menari-nari dalam benakmu.
Senyummu selalu mengembang setiap mengenang kenakalanmu; kenakalan
yang kamu tebus dengan menjalani hukuman dari ayah atau ibumu. Mengosek
WC, menyapu halaman rumah atau merelakan jatah uang sakumu lenyap. Waktu
itu, mungkin kamu menganggam hukuman itu terlalu keras buatmu. Kamu pun
menangis berjam-jam, hingga lelah dan tertidur. Namun, kini kamu
merasakan hukuman itu sangat penting dan indah. Setidaknya, membuat kamu
tak pernah berpikir atau bercita-cita menjadi pencuri….
***
KAMARMU kini menjelma jadi kandang celengan. Ratusan patung babi
hutan memenuhi ruangan itu. Ada yang ukurannya kecil, seperti kepala
bayi. Ada yang sedang, seukuran monitor komputer dan seukuran galon. Ada
pula yang besar, seukuran tong minyak tanah. Kamu pun mewarnai
celengan-celengan itu: putih, hijau, ungu, biru, abu-abu, merah, jingga,
hitam, kuning. Dengan warna-warni mencolok itu, kamu bisa merasakan
pesta cahaya di kamarmu.
Kamu pun sering mengelompokkan celengan-celengan itu berdasarkan
warna. Rombongan celengan jingga berhadapan dengan rombongan celengan
abu-abu. Kawanan celengan hitam berhadapan dengan kawanan celengan
merah. Atau kawanan celengan biru dikepung kawanan celengan kuning,
hijau, biru muda dan putih. Dalam posisi merunduk, mereka siap saling
menyeruduk.
Di bagian ruangan lain, kamu menyusun barisan celengan-celengan kecil
dengan aneka warna. Seolah anak-anak celengan itu sedang berbaris di
cakrawala, sambil menyaksikan celengan-celengan senior siap saling
seruduk dan serang.
Pemandangan itu menjelma kesenangan kecil bagimu. Hati kanak-kanakmu
tergelitik. Tawamu pun membahana, hingga mengagetkan ratusan celengan
itu.
Celengan-celengan itu telah menjadi sahabatmu. Kamu hafal betul
nama-nama mereka. Kamu pun menyapanya dengan Karmil, Gopal, Sronggot,
Dumin, Timplung, Momblet, Dargombes, Srengat, Jiweng, dan nama-nama
lainnya.
Kamu sendiri merasa heran, bisa menghapal ratusan nama itu. Padahal,
kamu tidak pernah mencatatnya dalam notes. Kamu juga ingat kapan
celengan-celengan itu kamu beli. Ingat pula peristiwa yang menyertainya.
Misalnya, si Karmil itu kamu beli saat isterimu hamil. Atau si Gopal
kamu beli saat kamu naik jabatan dari staf menjadi direktur perusahaan
percetakan. Kamu pun selalu memperingati ulang tahun celengan-celengan
itu berdasarkan tanggal pembelian.
Anehnya, kamu justru sering lupa dengan nama-nama saudara-saudaramu atau kawan-kawan karibmu. Lupa pula hari ulang tahun mereka.
Bahkan kamu sering pula lupa hari ulang tahun isterimu.
“Celengan-celengan itu semakin membuat rumah kita sumpek dan gerah,” ucap isterimu suatu ketika dengan wajah murung.
“O ya? Tapi, tak apa-apa, Diajeng. Mereka telah menghibur kita….”
“Menghibur?”
“Diajeng, kamu hanya belum terbiasa saja. Pasti lama-lama kamu juga suka.”
“Mas kita telah memelihara mereka belasan tahun. Saya bosan dan capai.”
“Terus? Apa celengan-celengan itu kita pecah sekarang?”
“Itu ide yang bagus. Sekalian kita bisa menggunakan uangnya.”
“Diajeng, aku tidak akan memecah celengan-celengan itu. Biarkan uang
itu mengendap di sana. Nanti kita ambil setelah anak-anak kita besar.
Aku ingin membuktikan kepada merea bahwa aku adalah penambung yang
tekun..”
“Kenapa uang itu tidak ditabung di bank?”
Engkau hanya tersenyum.
***
SEJAK peristiwa itu, kamu semakin tidak terlalu sering berbicara
dengan isterimu, kecuali untuk soal uang belanja, bayar listik, bayar
sekolah anak, uang arisan kantor atau kabar duka tentang saudara dan
handai tolan yang meninggal. Kamu makin asyik dan suntuk dengan
celengan-celengan itu. Kamu semakin bergairah menambah koleksi. Kamu
bergairah membeli celengan-celengan baru.
Satu kamar belakang telah lepas, penuh sesak ribuan celengan. Disusul
kamar tengah. Disusul kamar samping. Disusul kamar depan. Isteri dan
anak-anakmu protes.
“Apa hidup kita akan digusur celengan-celengan itu?” ujar isterimu.
“Sabar, Diajeng. Minggu depan pavilion kita jadi. Kita pindah ke sana. Biarkan rumah ini dihuni celengan-celengan itu.”
“Tapi aku dan anak-anak sudah tidak tahan.”
“Sabar. Itu hanya karena kalian belum terbiasa.”
“Belum terbiasa?!” mata isterimu membelalak.
“Maksudku belum terlalu terbiasa. Jadi masih butuh pengalaman.”
“Sampai kapan?”
“Jangan cengeng, Diajeng.”
***
RIBUAN babi hutan bergerak, menembus rerimbunan dedaunan, menggasak
berbagai tanaman. Ketela, jagung, ubi jalar terangkat dari akarnya.
Tumbang. Porak-poranda. Ribuan celeng itu terus merangsek, menggasak apa
saja. Menembus lapisan-lapisan pagar yang mengepung rumah-rumah
penduduk. Mereka mengamuk. Menggasak dan menyeruduk. Pintu-pintu rumah
jebol. Daun-daun jendela tanggal. Kaca-kaca pecah.
Kawanan babi hutan itu memasuki kamar-kamar. Memorak-porandakan
seluruh isi rumah. Kasur-kasur, bantal-bantal dicabik-cabik.
Lemari-lemari roboh, seluruh isinya terburai. Kompor gas, panci, gelas,
piring, sendok, garpu terpelanting ke udara dan jatuh berserakan. Tembok
hancur. Lantai merekah. Rumah-rumah roboh.
Orang-orang lintang pukang berlarian. Jeritan membahana.
Orang-orang mengambil senjata apa saja. Pentungan. Lonjoran besi.
Parang. Kelewang. Golok. Belati. Rantai. Gir. Bongkahan batu. Pisau
dapur, atau apa saja. Banyak pula yang mengokang senapan. Dengan
keberanian yang terpompa, mereka perang terbuka terhadap ribuan babi
hutan. Senjata-senjata tajam berkelebatan. Menebas-nebas. Darah muncrat.
Ratusan kepala babi hutan terlepas dari tubuhnya.
Senapan-senapan menyalak. Ratusan timah panas muntah, melesat ke
udara. Bersesing-desing. Tubuh-tubuh babi hutan tumbang. Bersimbah
darah. Namun hanya sebagian. Sebagian besar lainnya tetap meradang dan
menyerang. Ratusan orang luka-luka. Banyak yang terkapar dengan darah
mengucur dari dada dan perut mereka.
Senapan-senapan semakin bergairah menyalak. Menumpahkan ribuan
peluru. Gerombolan babi hutan itu meninggalkan pemukiman. Berlarian.
Istrimu terbangun. Menjerit-jerit. Memeluk tubuhmu.
“Tenang, Diajeng. Tenang. Tak kan terjadi apa-apa.”
Isterimu semakin erat memelukmu. Tangisnya makin keras.
“Lihat. Lihat. Rumah kita masih utuh. Tak ada yang hilang. Tak ada yang rusak atau pecah.”
Isterimu masih menangis. Tubuhnya gemetar. Peluhnya membasahi tubuhnya.
“Babi-babi hutan itu memang sering mengamuk. Tapi tidak untuk saat
ini. Polisi dan tentara sudah dikerahkan untuk membasmi mereka. Bukankah
kamu sering mendengar suara letusan senapan?”
Isterimu terdiam. Tapi, wajahnya tetap saja menyiratkan rasa cemas.
“Tidurlah, Diajeng. Ada baiknya berdoa, agar tenang.”
Engkau pun kembali tidur. Terlelap. Tak ada seekor babi hutan pun singgah dalam mimpimu.
Mendadak engkau terbangun. Engkau pun langsung bangkit dan berlari menuju sumber suara keributan.
Matamu terbelalak. Mulutmu terkunci. Engkau tak mampu berbuat melihat
isterimu mengamuk. Ia mengayunkan-ayunkan lonjoran besi.
Celengan-celengandalam kamarmu hancur. Tubuh tembikar mereka berserakan.
Uang kertas dan koin logam terburai di lantai. Engkau mencoba menahan
amukan isterimu. Tapi gagal. Ia terus menghantam celengan-celengan itu,
tanpa ampun. Engkau menangis, mendengar celengan-celengan babi hutan itu
menjerit dengan suara “nguik-nguik”. Engkau pun terperanjat, melihat
darah mengucur dari tubuh celengan-celengan celaka itu. Usus dan jantung
mereka terburai. Tubuhmu lemas. Engkau pun tumbang.
Engkau terbangun, matamu disergap selang-selang infus dan warna putih yang mengepung ruang.
“Tenang, Mas. Mas hanya kecapekan. Dokter bilang, besok mas sudah boleh pulang.” Isterimu tersenyum.
“O ya, soal celengan itu tak usah dirisaukan. Rumah kita jauh lebih
nyaman tanpa mereka. Dan, tidurku jauh lebih nyaman sejak mereka lenyap
dari hidup kita. Mas dengan suaraku. Mas… Mas… Mas…. Dokter! Dokter!
Tolong! Dooookkkkkteerrrrrrr!!!!”
Engkau tak mendengar jeritan suara isterimu. Engkau tertidur lelap.
Ribuan celengan itu menghampirimu. Mengendus-endus tangan dan wajahmu.
(*)
Yogyakarta, 2011
Dijumput dari: http://lakonhidup.wordpress.com/2012/02/14/ode-buat-babi-hutan/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar