Abdul Aziz Rasjid
__Jawa Pos, 11 Maret 2012
Kematian ibunya adalah puncak dari segala duka, dan ia pun percaya
tak ada kesedihan lain yang dapat menandingi kesedihan kehilangan
seorang ibu. Dalam sebuah catatan yang ia tulis di sebuah kafe di sudut
kota Seoul, Korea Selatan; ia yang merasa kesepian mengingat kembali
bahwa sebagian dera kehilangan itu telah ia tumpahkan ke atas
lembar-lembar catatan dalam bentuk puisi. Salah satunya berjudul
“Mengusung Keranda” yang ditulis ringkas namun sarat air mata: Ibu,
Tubuhku airmata. Nestapaku sempurna.
Cecep Syamsul Hari, penyair kelahiran Bandung 1 Mei 1967, menulis
puisi “Mengusung Keranda” tak berselang lama setelah ibunya wafat di
tahun 1997. Pelipur rasa kehilangan, walaupun tak berhasil mengobati
seratus persen, baru didapatkannya ketika ia berkesempatan mengunjungi
Ka’bah, Bait Allah dengan niat mengumrahkan ibunya. Kenang Cecep di
sebuah esainya yang bertajuk “Saya dan Horison: Catatan Kesepian Seorang
Penyair di Kota Seoul” (Horison, Agustus 2006); di tanah suci Makkah
dan Madinah ia merasa ibunya selalu berada di sampingnya, mendampinya
tawaf dan sa’i juga seakan menyaksikannya tahalul dari kejauhan.
Tapi, duka yang dalam memang tak mudah ter/diobati. Sebuah sajaknya
yang lain, yang bertitimangsa tahun 1997 dan berjudul “Di Pemakaman”,
menanggungkan ingatan murung dan kesedihan akut dimana penyair menyusun
ritme bunyi seiring dengan rintik air mata: Ke tepi terjauh manakah
kesedihan kubawa pergi/ jika tubuhku kesedihan tak bertepi. Kutampung//
cahaya wajah dan senyum terakhirmu/ dari ingatan yang murung.
Hati yang patah & Maut yang tak dapat ditolak
Sejak permulaan dan dalam perkembangan riwayat puisi Indonesia
modern, duka kehilangan atau pun kemurungan yang ditanggung penyair dan
lantas ditumpahkannya sebagai puisi memang punya jejak panjang dan
dalam. Beberapa sajak yang ditulis seiring dengan air mata, beberapa
diantaranya memiliki nasib hidup lebih lama dari usia si penyair dan
menemukan tempat abadi sebagai bagian sejarah sastra bangsanya. Sedang
beberapa sajak yang lain, kadangkala menjadi langkah awal si penyair
sebelum memasuki dunia puisi secara lebih luas.
Nasib puisi yang mengabadi misalnya, bisa kita dapati dalam
sajak-sajak terindah karya Amir Hamzah (1911-1946) yang konon bertautan
dengan kisah air mata yang jatuh sebab hati yang patah dan cinta tak
sampai yang dialaminya bersamanya Ilik Sundari. Hubungan puisi dan
biografi sedih Amir Hamzah ini, salah satunya ditulis oleh novelis Nh.
Dini pada buku bertajuk Amir Hamzah, Pangeran dari Seberang (Gaya
Favorit Press. 2011) dengan kecondongan penilaian bahwa banyak sajak
karya Amir memiliki ikatan benang merah dengan tragedi cintanya bersama
Ilik Sundari.
Salah satunya adalah latar belakang penciptaan puisi “Senyum hatiku,
senyum”(terkumpul dalam Buah Rindu. 1959) yang dimungkinkan ditulis
berdasar kemuraman hati ketika Amir dihadapkan pada beban untuk
menjelaskan pada kekasihnya bahwa ia harus meninggalkannya untuk menikah
dengan gadis lain: “Mengapakah rama-rama boleh bersenda/ Alam boleh
mencium pantai/ Tetapi beta mahkluk utama/ Duka dan cinta menjadi
selampai?” Bahkan, kumpulan puisi Nyanyi Sunyi (1937) yang terkenal
sebagai tonggak sastra Indonesia baru, sebelum dititipkan pada Sutan
Takdir Alisyahbana terlebihi dahulu dibenahi dan dikumpulkan oleh Amir
sembari mengurung diri dalam kamar. Kerja penghimpunan puisi dalam
kesendirian itu, dilakukan Amir selepas ia pulang dari perjalanan
terakhir kalinya dengan Ilik untuk memunguti kenangan-kenangan indah
saat keduanya masih bersekolah di AMS Sala.
Oktober 1942, bagi sastra Indonesia adalah kisah yang menceritakan
titi mangsa langkah awal seorang penyair besar dengan usia pendek tetapi
memberi pengaruh paling panjang dalam perkembangan kesusastraan
bangsanya. Pada tahun itu, enam tahun sebelum ia wafat, Chairil Anwar
(1922-1949) menulis puisi “Nisan” yang merupakan sajak pertamanya yang
masih tersimpan sampai masa kini dan menggambarkan kekuatan duka akibat
kematian neneknya yang ditanggapinya sebagai duka maha tuan yang
bertakhta.
Puisi “Nisan”, bagi saya tak hanya menandai debut Chairil sebagai
penyair, tetapi sekaligus menandai bahwa maut adalah salah satu wacana
paling fundamental yang seringkali disampaikan Chairil. Memang pada
larik puisi “Aku” yang ditulis oleh Chairil, ia mengatakan “mau hidup
seribu tahun lagi”, tapi larik itu sebatas menjadi rasa ingin yang
uniknya tampil paradoks dengan awalan puisi yang dibuka dengan maut
sebagai ending kehidupan yang tak dapat ditolak: “kalau sampai waktuku”.
Maka maut sebagai takdir yang pasti atau dalam “Nisan” ditanggapi
sebagai keridlaanmu menerima segala tiba, adalah bagian dari sebuah
gerak wawasan Chairil menanggapi maut yang pada akhir hidupnya ia
ungkapkan dalam puisi “Derai-derai Cemara” (ditulis tahun 1949) bahwa
hidup hanya menunda kekalahan.
Duka & puisi yang menengok diri penyair
Tentu masih banyak puisi lain yang memberikan hal-ikhwal duka
kehilangan. Kita bisa mengingat misalnya, beberapa bait kesedihan dalam
“Di Pemakaman” (ditulis tahun 1976) karya Soni Farid Maulana: “ada
kenangan menjaringku saat melati kutabur./ ada tembang cianjuran
menggema dalam pengupinganku/ yang kau perdengarkan/ menjelang malam
bersekutu dengan sunyi…”. Latar belakang puisi itu, dalam kata pengantar
untuk buku puisinya bertajuk Secangkir Teh (Grasindo, 2005) dijelaskan
oleh Soni ditulis ketika ia berusia 14 tahun dan secara khusus ditujukan
pada Oneng Rohana, neneknya yang berjasa memperkenalkannya pada puisi
lewat teks-teks tembang Sunda Ciganjuran yang didendangkan ketika sang
nenek menidurkannya saat ia kecil.
Dalam kekhususan riwayat Soni, duka dalam puisi lantas menjadi
pengantar ikhwal kehidupan penyair yang menengok kembali mengapa puisi
bisa tumbuh dalam dirinya. Pengalaman Soni di masa kanak yang terbiasa
mendengar tembang Cianjuran dengan penghayatan emotif, setidaknya telah
menjadi wahana yang tepat bagi tumbuhnya kebiasaan untuk mengekspresikan
tafsir atas pengalaman personalnya lewat medium bahasa, kata-kata,
lambang, imaji dan sebagainya. Bahkan cara menulis puisi berdasar
pengalaman personal lalu ditanggapi oleh Soni sebagai upaya menjadi diri
sendiri sehingga membentuk keyakinan bahwa ia tak harus merasa inferior
di hadapan puisi-puisi yang ditulis penyair lain.
Tak jarang orang, barangkali mahfum bahwa penyair lebih dianugerahi
sensibilitas untuk menghayati kehidupannya dalam kata. Tak jarang orang
pula, kadang bertanya-tanya darimanakah ilham datang dan kekuatan kata
dalam puisi terasa dapat mewakili rasa duka dan derita yang dikandung
setiap orang? Kadangkala riwayat penyair dan sedikit cerita mengambil
alih untuk menjelaskan peristiwa yang melatarbelakangi terciptanya
puisi. Dan dari riwayat ini, kita dapat menengok kembali kerja keras
penyair untuk tetap menggapai puncak-puncak bahasa walau hatinya
digelayuti nestapa dan rintik air mata mungkin telah berkali-kali
menetes ke pipinya.
Dijumput dari:
http://www.facebook.com/notes/abdul-aziz-rasjid/puisi-air-mata-penyair/10150792437792489?ref=notif¬if_t=note_tag
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar