Jumat, 04 Mei 2012

Puisi & Air Mata Penyair

Abdul Aziz Rasjid
__Jawa Pos, 11 Maret 2012

Kematian ibunya adalah puncak dari segala duka, dan ia pun percaya tak ada kesedihan lain yang dapat menandingi kesedihan kehilangan seorang ibu. Dalam sebuah catatan yang ia tulis di sebuah kafe di sudut kota Seoul, Korea Selatan; ia yang merasa kesepian mengingat kembali bahwa sebagian dera kehilangan itu telah ia tumpahkan ke atas lembar-lembar catatan dalam bentuk puisi. Salah satunya berjudul “Mengusung Keranda” yang ditulis ringkas namun sarat air mata: Ibu, Tubuhku airmata. Nestapaku sempurna.

Cecep Syamsul Hari, penyair kelahiran Bandung 1 Mei 1967, menulis puisi “Mengusung Keranda” tak berselang lama setelah ibunya wafat di tahun 1997. Pelipur rasa kehilangan, walaupun tak berhasil mengobati seratus persen, baru didapatkannya ketika ia berkesempatan mengunjungi Ka’bah, Bait Allah dengan niat mengumrahkan ibunya. Kenang Cecep di sebuah esainya yang bertajuk “Saya dan Horison: Catatan Kesepian Seorang Penyair di Kota Seoul” (Horison, Agustus 2006); di tanah suci Makkah dan Madinah ia merasa ibunya selalu berada di sampingnya, mendampinya tawaf dan sa’i juga seakan menyaksikannya tahalul dari kejauhan.

Tapi, duka yang dalam memang tak mudah ter/diobati. Sebuah sajaknya yang lain, yang bertitimangsa tahun 1997 dan berjudul “Di Pemakaman”, menanggungkan ingatan murung dan kesedihan akut dimana penyair menyusun ritme bunyi seiring dengan rintik air mata: Ke tepi terjauh manakah kesedihan kubawa pergi/ jika tubuhku kesedihan tak bertepi. Kutampung// cahaya wajah dan senyum terakhirmu/ dari ingatan yang murung.

Hati yang patah & Maut yang tak dapat ditolak

Sejak permulaan dan dalam perkembangan riwayat puisi Indonesia modern, duka kehilangan atau pun kemurungan yang ditanggung penyair dan lantas ditumpahkannya sebagai puisi memang punya jejak panjang dan dalam. Beberapa sajak yang ditulis seiring dengan air mata, beberapa diantaranya memiliki nasib hidup lebih lama dari usia si penyair dan menemukan tempat abadi sebagai bagian sejarah sastra bangsanya. Sedang beberapa sajak yang lain, kadangkala menjadi langkah awal si penyair sebelum memasuki dunia puisi secara lebih luas.

Nasib puisi yang mengabadi misalnya, bisa kita dapati dalam sajak-sajak terindah karya Amir Hamzah (1911-1946) yang konon bertautan dengan kisah air mata yang jatuh sebab hati yang patah dan cinta tak sampai yang dialaminya bersamanya Ilik Sundari. Hubungan puisi dan biografi sedih Amir Hamzah ini, salah satunya ditulis oleh novelis Nh. Dini pada buku bertajuk Amir Hamzah, Pangeran dari Seberang (Gaya Favorit Press. 2011) dengan kecondongan penilaian bahwa banyak sajak karya Amir memiliki ikatan benang merah dengan tragedi cintanya bersama Ilik Sundari.

Salah satunya adalah latar belakang penciptaan puisi “Senyum hatiku, senyum”(terkumpul dalam Buah Rindu. 1959) yang dimungkinkan ditulis berdasar kemuraman hati ketika Amir dihadapkan pada beban untuk menjelaskan pada kekasihnya bahwa ia harus meninggalkannya untuk menikah dengan gadis lain: “Mengapakah rama-rama boleh bersenda/ Alam boleh mencium pantai/ Tetapi beta mahkluk utama/ Duka dan cinta menjadi selampai?” Bahkan, kumpulan puisi Nyanyi Sunyi (1937) yang terkenal sebagai tonggak sastra Indonesia baru, sebelum dititipkan pada Sutan Takdir Alisyahbana terlebihi dahulu dibenahi dan dikumpulkan oleh Amir sembari mengurung diri dalam kamar. Kerja penghimpunan puisi dalam kesendirian itu, dilakukan Amir selepas ia pulang dari perjalanan terakhir kalinya dengan Ilik untuk memunguti kenangan-kenangan indah saat keduanya masih bersekolah di AMS Sala.

Oktober 1942, bagi sastra Indonesia adalah kisah yang menceritakan titi mangsa langkah awal seorang penyair besar dengan usia pendek tetapi memberi pengaruh paling panjang dalam perkembangan kesusastraan bangsanya. Pada tahun itu, enam tahun sebelum ia wafat, Chairil Anwar (1922-1949) menulis puisi “Nisan” yang merupakan sajak pertamanya yang masih tersimpan sampai masa kini dan menggambarkan kekuatan duka akibat kematian neneknya yang ditanggapinya sebagai duka maha tuan yang bertakhta.

Puisi “Nisan”, bagi saya tak hanya menandai debut Chairil sebagai penyair, tetapi sekaligus menandai bahwa maut adalah salah satu wacana paling fundamental yang seringkali disampaikan Chairil. Memang pada larik puisi “Aku” yang ditulis oleh Chairil, ia mengatakan “mau hidup seribu tahun lagi”, tapi larik itu sebatas menjadi rasa ingin yang uniknya tampil paradoks dengan awalan puisi yang dibuka dengan maut sebagai ending kehidupan yang tak dapat ditolak: “kalau sampai waktuku”. Maka maut sebagai takdir yang pasti atau dalam “Nisan” ditanggapi sebagai keridlaanmu menerima segala tiba, adalah bagian dari sebuah gerak wawasan Chairil menanggapi maut yang pada akhir hidupnya ia ungkapkan dalam puisi “Derai-derai Cemara” (ditulis tahun 1949) bahwa hidup hanya menunda kekalahan.

Duka & puisi yang menengok diri penyair

Tentu masih banyak puisi lain yang memberikan hal-ikhwal duka kehilangan. Kita bisa mengingat misalnya, beberapa bait kesedihan dalam “Di Pemakaman” (ditulis tahun 1976) karya Soni Farid Maulana: “ada kenangan menjaringku saat melati kutabur./ ada tembang cianjuran menggema dalam pengupinganku/ yang kau perdengarkan/ menjelang malam bersekutu dengan sunyi…”. Latar belakang puisi itu, dalam kata pengantar untuk buku puisinya bertajuk Secangkir Teh (Grasindo, 2005) dijelaskan oleh Soni ditulis ketika ia berusia 14 tahun dan secara khusus ditujukan pada Oneng Rohana, neneknya yang berjasa memperkenalkannya pada puisi lewat teks-teks tembang Sunda Ciganjuran yang didendangkan ketika sang nenek menidurkannya saat ia kecil.

Dalam kekhususan riwayat Soni, duka dalam puisi lantas menjadi pengantar ikhwal kehidupan penyair yang menengok kembali mengapa puisi bisa tumbuh dalam dirinya. Pengalaman Soni di masa kanak yang terbiasa mendengar tembang Cianjuran dengan penghayatan emotif, setidaknya telah menjadi wahana yang tepat bagi tumbuhnya kebiasaan untuk mengekspresikan tafsir atas pengalaman personalnya lewat medium bahasa, kata-kata, lambang, imaji dan sebagainya. Bahkan cara menulis puisi berdasar pengalaman personal lalu ditanggapi oleh Soni sebagai upaya menjadi diri sendiri sehingga membentuk keyakinan bahwa ia tak harus merasa inferior di hadapan puisi-puisi yang ditulis penyair lain.

Tak jarang orang, barangkali mahfum bahwa penyair lebih dianugerahi sensibilitas untuk menghayati kehidupannya dalam kata. Tak jarang orang pula, kadang bertanya-tanya darimanakah ilham datang dan kekuatan kata dalam puisi terasa dapat mewakili rasa duka dan derita yang dikandung setiap orang? Kadangkala riwayat penyair dan sedikit cerita mengambil alih untuk menjelaskan peristiwa yang melatarbelakangi terciptanya puisi. Dan dari riwayat ini, kita dapat menengok kembali kerja keras penyair untuk tetap menggapai puncak-puncak bahasa walau hatinya digelayuti nestapa dan rintik air mata mungkin telah berkali-kali menetes ke pipinya.

Dijumput dari: http://www.facebook.com/notes/abdul-aziz-rasjid/puisi-air-mata-penyair/10150792437792489?ref=notif&notif_t=note_tag

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae