Sartika Dian Nuraini
Solo Pos, 21 Juni 2012
Peter Carey, sejarawan dari Universitas Oxford, mengatakan Raden Saleh (1813-1880) adalah sosok yang aneh. Raden Saleh adalah Arab wurung, Landa durung, Jawa tanggung (Koran Tempo, 10 Juni 2012). Siapa Raden Saleh? Apakah kita masih mengenalinya? Jawabannya tidak hanya di pameran yang bertajuk bertajuk Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia di Galeri Nasional Jakarta, 3-17 Juni 2012. Pameran yang diinisiasi oleh Goethe Institute bekerja sama dengan Kedutaan Besar Jerman di Jakarta dan Galeri Nasional Jakarta ini dihadiri ribuan pengunjung. Sebuah keajaiban, mengingat publik seni di Indonesia masih terbilang minim jumlah dan apresiasinya.
Saya juga ingin mencari jawaban tentang Raden Saleh Sjarif Boestaman. Keinginan itu terwujud pada hari terakhir pameran. Saya berada di Galeri Nasional Jakarta dan mata saya dibuat terpukau oleh lukisan-lukisan dan sketsa-sketsa yang dibuat Raden Saleh. Penilaian saya hanya satu kata: memukau! Saya merasa sejarah masa lalu datang dengan rayuan-rayuan visual dan misteri biografi sang pelukis.
Lukisan-lukisan itulah yang mengenalkan kita pada perantauan seorang pelukis yang terkenal di Eropa. Namun, banyak misteri sang pelukis dan lukisannya yang belum terungkap sampai hari ini. Saya bernapas pelan-pelan untuk mengenang Raden Saleh dan sejarah Indonesia. Raden Saleh adalah ikon yang memperkenalkan Jawa di mata publik seni Eropa.
Melalui lukisan-lukisannya, Raden Saleh telah mengusung imaji-imaji tanah Jawa atau Hindia Belanda ke Eropa, memindahkan realitas Timur ke Barat. Dalam waktu bersamaan membawa implikasi terhadap perubahan persepsi kaum pribumi di hadapan kolonialisme. Melalui lukisan-lukisan Raden Saleh, kolonialisme semakin menampakkan wujudnya secara jelas sebagai bentuk kekejaman terhadap nurani kemanusiaan.
Pada abad ke-21 kita masih dapat mewarisi humanisme, nasionalisme dan antikolonialisme yang diusung Raden Saleh melalui lukisan-lukisannya. Kita sebenarnya juga bisa mempelajari alam pikiran Raden Saleh lewat tulisannya yang terpampang di sisi kiri pintu masuk Galeri Nasional Jakarta. Kutipan itu menyapa mata para pengunjung ketika memasuki ruang depan pameran lukisan.
Terbaca di sana,”Dua kutub yang saling bertentangan, namun keduanya cerah dan ramah, seperti kekuatan sihir sakti yang memengaruhi jiwaku. Di sana taman firdaus masa kecilku, di bawah terik matahari dan di keluasan Samudra Hindia yang gemuruh, tempat tinggal orang-orang yang kucintai dan tempat abu nenek moyangku bersemayam. Di sini, Eropa, negara-negara paling beruntung, tempat kesenian, ilmu pengetahuan dan pendidikan tinggi berkilau bagai permata, yang memikat bagai gairah masa mudaku dapat kutemukan lebih banyak dibanding impian kampung halamanku, di mana aku begitu bahagia, di antara sahabat-sahabat baikku, sebagai pengganti ayah, ibu, dan saudara-saudariku. Hatiku terbagi untuk keduanya.”
Kutipan tulisan Raden Saleh di atas ditulis di Maxen pada 1848. Dalam kutipan tersebut, pembaca mudah menangkap suatu dilema yang khas zaman itu: antara nasionalisme dengan fetisisme terhadap peradaban Eropa. Maka, kita bisa mewarisi benih semangat nasionalisme Raden Saleh. Pada masa itu, mungkin gagasan Raden Saleh tidak sejelas yang ditunjukkan oleh kaum pergerakan di Hindia Belanda. Tetapi, kita bisa menduga selama di Eropa Raden Saleh terus memperhatikan nasib bangsanya. Lukisan adalah ekspresi untuk mengenalkan dan membela tanah airnya.
Lukisan-lukisan itu ”merupakan bahasa paling sederhana” yang banyak bertutur tentang nasionalisme dan hakikat kemanusiaan. Satu dimensi kemurnian yang tak dapat hilang, walau jati dirinya telah berubah ketika mengenyam surga pengetahuan di tanah rantau, Eropa. Raden Saleh memaknakan diri sebagai ”bocah kecil berhati murni” yang segera siap dan mudah untuk dikonstruksi dan mengkonstruksi realitas kolonialisme.
Kita pun belum tentu rela menyebutnya sebagai Jawa, mengingat dia berpikir layaknya orang Eropa dan tak rela menyebutnya Jawa mengingat ia memakai bahasa seni yang dipakai oleh orang-orang Eropa. Namun, satu hal yang jelas disampaikannya dalam lukisan-lukisan itu melalui warna rasa kemanusiaan dan pertalian dengan Jawa yang membuatnya menggambar kemurnian hatinya sebagai orang Jawa yang menuntut satu kehidupan ideal di tanah air, impian kecil tentang kemerdekaan.
Soekanto dalam buku Dua Raden Saleh, Dua Nasionalis Dalam Abad ke-19 (1951) menyatakan Raden Saleh adalah seorang nasionalis dan revolusioner,”Walaupun sudah westersch georienteered, ia masih tjinta dan masih mentjari perhubungan dengan bangsanja sendiri.” Kita dapat merasakannya dari tema-tema lukisan dan lanskap yang menunjukkan ikatannya dengan tanah air. Padahal, selama puluhan tahun Raden Saleh hidup dan melukis di negeri Eropa.
Benih Nasionalisme
Bagaimana kita bisa membayangkan betapa rindu dan kagumnya Raden Saleh dengan tanah kelahirannya? Artinya, lukisan-lukisannya tentu menggunakan mata memori yang kuat untuk mengimajinasikan segala hal di Hindia Belanda. Mata Eropa memandang lukisan Raden Saleh sebagai eksotisme dan pernyataan orientalisme. Barangkali mereka kurang menyadari ada benih-benih nasionalisme yang digoreskan Raden Saleh.
Lukisan Raden Saleh yang paling terkenal adalah Penangkapan Pangeran Diponegoro. Konon, saat pulang ke Jawa, Raden Saleh membawa sepucuk pistol dan buku Revolution de 1848. Raden Saleh mungkin jadi bersemangat membuat lukisan yang menorehkan nasionalisme. Inilah yang menunjukkan dirinya antikolonialisme (Tempo, 11 Juli 2010). Namun, masih banyak hal yang belum kita ketahui tentang latar belakang dan motif-motif dari lukisannya.
Para ahli masih terus menelitinya, meskipun hanya mendapati sedikit sumber-sumber rujukan. Sosok Raden Saleh adalah nasionalis di balik penampilannya yang selalu memukau di mata masyarakat Eropa. Selama 23 tahun tinggal di Eropa, ia bergaul di kalangan aristokrat. Ia selalu berpenampilan eksotis dengan busana timur yang diciptakannya sendiri. Barangkali Eropa lebih tertarik dengan penampilan Raden Saleh tetapi tidak menyangka di balik semua itu ada gagasan humanisme, antikolonialisme dan nasionalisme.
Anehnya, beberapa ahli mengatakan Raden Saleh melukis demi uang. Namun, kita masih bisa memperdebatkannya. Werner Kraus menyatakan semua Gubernur Hindia Belanda memang dilukis oleh Raden Saleh dengan bayaran yang mahal, tetapi tidak berarti dirinya mendukung kolonialisme. Raden Saleh malahan sedih melihat bangsanya dijajah.
Artinya, kita masih harus banyak belajar dan membuka kembali lembaran sejarah yang ternyatakan dalam lukisan-lukisan Raden Saleh. Maestro asal Jawa itu mewariskan banyak hal pada kita, meskipun kita belum dapat merawat secara pantas dan terhormat.
*) Sartika Dian Nuraini, Esais dan Peminat Seni Rupa
Dijumput dari: http://www.solopos.com/2012/06/21/rupa-sejarah-di-tanah-rantau-195363
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar