Rabu, 21 November 2012

Rupa Sejarah di Tanah Rantau

Sartika Dian Nuraini
Solo Pos, 21 Juni 2012

Peter Carey, sejarawan dari Universitas Oxford, mengatakan Raden Saleh (1813-1880) adalah sosok yang aneh. Raden Saleh adalah Arab wurung, Landa durung, Jawa tanggung (Koran Tempo, 10 Juni 2012). Siapa Raden Saleh? Apakah kita masih mengenalinya? Jawabannya tidak hanya di pameran yang bertajuk bertajuk Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia di Galeri Nasional Jakarta, 3-17 Juni 2012. Pameran yang diinisiasi oleh Goethe Institute bekerja sama dengan Kedutaan Besar Jerman di Jakarta dan Galeri Nasional Jakarta ini dihadiri ribuan pengunjung. Sebuah keajaiban, mengingat publik seni di Indonesia masih terbilang minim jumlah dan apresiasinya.

Saya juga ingin mencari jawaban tentang Raden Saleh Sjarif Boestaman. Keinginan itu terwujud pada hari terakhir pameran. Saya berada di Galeri Nasional Jakarta dan mata saya dibuat terpukau oleh lukisan-lukisan dan sketsa-sketsa yang dibuat Raden Saleh. Penilaian saya hanya satu kata: memukau! Saya merasa sejarah masa lalu datang dengan rayuan-rayuan visual dan misteri biografi sang pelukis.

Lukisan-lukisan itulah yang mengenalkan kita pada perantauan seorang pelukis yang terkenal di Eropa. Namun, banyak misteri sang pelukis dan lukisannya yang belum terungkap sampai hari ini. Saya bernapas pelan-pelan untuk mengenang Raden Saleh dan sejarah Indonesia. Raden Saleh adalah ikon yang memperkenalkan Jawa di mata publik seni Eropa.

Melalui lukisan-lukisannya, Raden Saleh telah mengusung imaji-imaji tanah Jawa atau Hindia Belanda ke Eropa, memindahkan realitas Timur ke Barat. Dalam waktu bersamaan membawa implikasi terhadap perubahan persepsi kaum pribumi di hadapan kolonialisme. Melalui lukisan-lukisan Raden Saleh, kolonialisme semakin menampakkan wujudnya secara jelas sebagai bentuk kekejaman terhadap nurani kemanusiaan.

Pada abad ke-21 kita masih dapat mewarisi humanisme, nasionalisme dan antikolonialisme yang diusung Raden Saleh melalui lukisan-lukisannya. Kita sebenarnya juga bisa mempelajari alam pikiran Raden Saleh lewat tulisannya yang terpampang di sisi kiri pintu masuk Galeri Nasional Jakarta. Kutipan itu menyapa mata para pengunjung ketika memasuki ruang depan pameran lukisan.

Terbaca di sana,”Dua kutub yang saling bertentangan, namun keduanya cerah dan ramah, seperti kekuatan sihir sakti yang memengaruhi jiwaku. Di sana taman firdaus masa kecilku, di bawah terik matahari dan di keluasan Samudra Hindia yang gemuruh, tempat tinggal orang-orang yang kucintai dan tempat abu nenek moyangku bersemayam. Di sini, Eropa, negara-negara paling beruntung, tempat kesenian, ilmu pengetahuan dan pendidikan tinggi berkilau bagai permata, yang memikat bagai gairah masa mudaku dapat kutemukan lebih banyak dibanding impian kampung halamanku, di mana aku begitu bahagia, di antara sahabat-sahabat baikku, sebagai pengganti ayah, ibu, dan saudara-saudariku. Hatiku terbagi untuk keduanya.”

Kutipan tulisan Raden Saleh di atas ditulis di Maxen pada 1848. Dalam kutipan tersebut, pembaca mudah menangkap suatu dilema yang khas zaman itu: antara nasionalisme dengan fetisisme terhadap peradaban Eropa. Maka, kita bisa mewarisi benih semangat nasionalisme Raden Saleh. Pada masa itu, mungkin gagasan Raden Saleh tidak sejelas yang ditunjukkan oleh kaum pergerakan di Hindia Belanda. Tetapi, kita bisa menduga selama di Eropa Raden Saleh terus memperhatikan nasib bangsanya. Lukisan adalah ekspresi untuk mengenalkan dan membela tanah airnya.

Lukisan-lukisan itu ”merupakan bahasa paling sederhana” yang banyak bertutur tentang nasionalisme dan hakikat kemanusiaan. Satu dimensi kemurnian yang tak dapat hilang, walau jati dirinya telah berubah ketika mengenyam surga pengetahuan di tanah rantau, Eropa. Raden Saleh memaknakan diri sebagai ”bocah kecil berhati murni” yang segera siap dan mudah untuk dikonstruksi dan mengkonstruksi realitas kolonialisme.

Kita pun belum tentu rela menyebutnya sebagai Jawa, mengingat dia berpikir layaknya orang Eropa dan tak rela menyebutnya Jawa mengingat ia memakai bahasa seni yang dipakai oleh orang-orang Eropa. Namun, satu hal yang jelas disampaikannya dalam lukisan-lukisan itu melalui warna rasa kemanusiaan dan pertalian dengan Jawa yang membuatnya menggambar kemurnian hatinya sebagai orang Jawa yang menuntut satu kehidupan ideal di tanah air, impian kecil tentang kemerdekaan.

Soekanto dalam buku Dua Raden Saleh, Dua Nasionalis Dalam Abad ke-19 (1951) menyatakan Raden Saleh adalah seorang nasionalis dan revolusioner,”Walaupun sudah westersch georienteered, ia masih tjinta dan masih mentjari perhubungan dengan bangsanja sendiri.” Kita dapat merasakannya dari tema-tema lukisan dan lanskap yang menunjukkan ikatannya dengan tanah air. Padahal, selama puluhan tahun Raden Saleh hidup dan melukis di negeri Eropa.

Benih Nasionalisme

Bagaimana kita bisa membayangkan betapa rindu dan kagumnya Raden Saleh dengan tanah kelahirannya? Artinya, lukisan-lukisannya tentu menggunakan mata memori yang kuat untuk mengimajinasikan segala hal di Hindia Belanda. Mata Eropa memandang lukisan Raden Saleh sebagai eksotisme dan pernyataan orientalisme. Barangkali mereka kurang menyadari ada benih-benih nasionalisme yang digoreskan Raden Saleh.

Lukisan Raden Saleh yang paling terkenal adalah Penangkapan Pangeran Diponegoro. Konon, saat pulang ke Jawa, Raden Saleh membawa sepucuk pistol dan buku Revolution de 1848. Raden Saleh mungkin jadi bersemangat membuat lukisan yang menorehkan nasionalisme. Inilah yang menunjukkan dirinya antikolonialisme (Tempo, 11 Juli 2010). Namun, masih banyak hal yang belum kita ketahui tentang latar belakang dan motif-motif dari lukisannya.

Para ahli masih terus menelitinya, meskipun hanya mendapati sedikit sumber-sumber rujukan. Sosok Raden Saleh adalah nasionalis di balik penampilannya yang selalu memukau di mata masyarakat Eropa. Selama 23 tahun tinggal di Eropa, ia bergaul di kalangan aristokrat. Ia selalu berpenampilan eksotis dengan busana timur yang diciptakannya sendiri. Barangkali Eropa lebih tertarik dengan penampilan Raden Saleh tetapi tidak menyangka di balik semua itu ada gagasan humanisme, antikolonialisme dan nasionalisme.

Anehnya, beberapa ahli mengatakan Raden Saleh melukis demi uang. Namun, kita masih bisa memperdebatkannya. Werner Kraus menyatakan semua Gubernur Hindia Belanda memang dilukis oleh Raden Saleh dengan bayaran yang mahal, tetapi tidak berarti dirinya mendukung kolonialisme. Raden Saleh malahan sedih melihat bangsanya dijajah.

Artinya, kita masih harus banyak belajar dan membuka kembali lembaran sejarah yang ternyatakan dalam lukisan-lukisan Raden Saleh. Maestro asal Jawa itu mewariskan banyak hal pada kita, meskipun kita belum dapat merawat secara pantas dan terhormat.

*) Sartika Dian Nuraini, Esais dan Peminat Seni Rupa
Dijumput dari: http://www.solopos.com/2012/06/21/rupa-sejarah-di-tanah-rantau-195363

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae