Awal mula bertemu, berjabat tangan dan ikut tersenyum dengan kalian, penyair-penyair hebat. 10 tahun waktu telah gugur dan berlalu! (Juni 2004-Juni 2014)
Judul buku : Liku Luka Kau Kaku
(200 sajak untuk 200 Penyair)
Penulis : Aguk Irawan MN.
Penerbit : Pustaka Sastra Yogyakarta (Ombak), 2004
Jumlah halaman: xxix + 280 : 13 x 20 cm
Peresensi A. Purwantara *
Adalah Aguk Irawan Mn., penyair yang lahir dari bumi Lamongan (1 April 1979), tanah yang sekarang dikenal setelah bom Bali mengejutkan dunia. Beberapa tahun yang lalu dia meninggalkan tanah kelahirannya menuju negeri Fir'aun untuk studi di Universitas Al-Azhar Kairo, dari tahun 2002, hingga sekarang sedang menyelesaikan kuliah tingkat akhir di jurusan Ushuludin Departemen Aqidah Filsafat. Sebelumnya dia nyantri di ponpes Darul Ulum, Langitan, Tuban sambil sekolah di MAN Babat, Lamongan (1997).
Mulai belajar sastra kepada gurunya, Bp. Harmaji, penyair lamongan dan guru Bahasa Indonesia. Kepenyairannya semakin kuat ketika di Kairo mendirikan sanggar seni Kinanah bersama teman-teman Indonesianya. Setelah itu dia seperti memproduksi kata-kata dengan tiada henti. Dan sebagain besar karyanya itu bisa dinikmati dipelbagai koran dan majalah baik daerah maupun Ibu Kota. Setelah beberapa buku dia lahirkan, kali ini dia menelorkan lagi sebuah kejutan dari kata-kata yang terus diproduksinya.
Liku Luka Kau kaku, sebuah kumpulan puisi. Kalau menyuplik komentar Sigit Susanto di sampul belakang buku itu; Puisi-puisi Aguk tak jauh dari tema pertemanan, kerohanian, kehidupan dan alam. Metafor-metafor yang dihasilkan banyak berangkat dari perenungan alam yang dalam. Kemudian dia coba menikung pada kehidupan manusia lewat ironi-ironi kekinian.
Mungkin tema-tema di atas sungguh sangat biasa diangkat oleh penyair yang pernah ada. Sebuah tema yang tidak terlalu aneh. Karena karya seni itu tiruan dari alam, begitu kira-kira kata seorang filsuf. Tidak aneh! Lalu apa yang bisa dilihat dari sebuah buku puisi yang tak aneh?
Tungu dulu, Liku Luka Kau kaku, mungkin beda. Buku ini mungkin agak unik jika dibandingkan dengan buku-buku dengan tema yang tidak aneh itu tadi. Menurut A. Mustofa bisri; Antologi puisi penyair muda Aguk Irawan ini benar-benar merupakan sebuah karya yang unik. Mungkin inilah pertama kali dan satu-satunya antologi puisi yang seluruh sajaknya dipersembahkan dan "merespon" kepada hampir semua penyair Indonesia yang dikenalnya. Maka antologi inipun menjadi semacam leksikon puitis atau kumpulan "puisi leksikon".
Ya, buku ini berisi 200 sajak untuk 200 penyair. Kenapa 200 penyair, menurut Aguk; Sebab sejarah sastra adalah sejarah yang purba dengan rentang waktu yang sangat panjang dan pelik, maka hanya 200 saja, rasanya memang betul tak cukup!
Bagaimana Aguk mengumpulkan 200 nama penyair Indonesia itu? Katanya, 200 nama penyair Indonesia ini dihimpun dengan kategori periode (mudah-mudahan tidak salah) di mulai dari zaman Balai Pustaka, hingga sekarang (2004). Dia juga menyandarkan pada hasil penelitian di Paris yang diberi nama The Paris Review Interview dan di bawah judul "Some Work of Indonesian Poets (2002) yang menghimpun 197 nama-nama penyair Indonesia tetapi; bukan berarti yang ada dalam penelitian itu pasti ,begitu kanyanya.
...yang jelas 200 para penyair yang saya jadikan teman dialog dalam kata-kata latah di buku ini, mereka adalah guru dan tauladan saya, sejak pertama saya berkawan dengan mereka, atau sejak pertama kali membaca tulisannya, sejak itu pula saya putuskan niat yang tulus untuk berguru....
Begitulah, sebagai mantan santri Aguk memang tak bisa melepas tradisinya untuk bersilaturahmi. Untuk itulah dia menciptakan jembatan yang menghubungkan jarak keberadaannya dengan para penyair itu yang berupa puisi tegur sapa. Puisi yang mengajak berdialog, bercakap-cakap. Dengan bahasa yang kadang-kadang bergelora, lelah, putus asa juga cinta dan kehangatan.
Apa hanya itu alasan dia menulis 200 sajak untuk 200 penyair yang dia kenal, baik langsung maupun hanya kenal karyanya itu? Dia mengungkapkan, "Saya tak bisa membayangkan tanpa mereka bagaimana bisa Indonesia menjalani liku sejarah sebagai bangsa yang penuh kedukaan ini berlangsung?"
Pada saat peluncuran buku di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Jumat 21 Oktober 2004, seorang penyair Akhmad Sekhu bertanya kepadanya, "Kenapa kau berani menulis 200 puisi untuk 200 penyair, apa kau kenal mereka? Apa yang mengilhami kau menulis itu?"
Jawabnya, "Saya bukan penyair. Bahkan saya benci penyair. Karena penyair di mata saya adalah orang yang suka sesenaknya, tidak peduli. Tapi kenapa saya tiba-tiba ingin menyapa mereka? Ketika saya melihat Indonesia sedang berduka, terluka berdarah-darah, merekalah yang setia mencatat, merekam dan menyodorkan obat dan member hiburan yang sedang duka. Sejak itu saya mencintai mereka. Dan ingin berdialog dengan mereka." Begitu kurang lebih dialog yang terjadi antara Aguk dengan Akhmad Sekhu, seorang penyair yang sempat pula disapa dalam antologi puisi Liku Luka Kau kaku ini, dengan judul Kosong untuk Akhmad Sekhu di halaman 30.
Dari dialog itu terungkap bahwa Aguk Irawan, anak kelahiran Lamongan yang sekarang di Mesir, menyimpan semangat yang pedih melihat bangsanya dicerca duka dan luka yang tak pernah henti. Lihat saja kata-kata Liku Luka Kau Kaku, empat kata yang dengan tepat menggambarkan perjalanan sejarah yang penuh liku dan luka-luka. Sedemikian itu liku dan luka yang bahkan hampir-hampir membuat semangat kebangkitan kaku beku.
Kita lihat puisi di halaman pertama buku Liku Luka Kau Kaku; ....../dari cuaca yang paling teduh/Indonesia memang hanya mimpi/ya, mimpi yang entah milik siapa?/dengan segala muslihat/yang tajam dan yang tumpul//dan jika Indonesia adalah/rembulan maka hampir/sudah tiada malam lagi/dan cahaya, lalu mimpi untuk siapa (Mimpi untuk Abdul Hadi W.M, Kairo 2004, hal 1-2)
Aguk seakan melihat Indonesia dengan sejarah yang suram itu bagaikan mimpi. Bahkan dia hampir tidak melihat perbedaan mimpi buruk ataukah kenyataan yang sedang dialami bangsanya. Seakan ketenangan, keamanan dan kesejahteraan adalah mimpi indah rakyat Indonesia yang dihantam krisis, bom, separatisme dan macam-macam teror. Tenang? Itu hanya mimpi indah yang entah milik siapa.
Ekspresi kebangsaan Aguk dapat dilihat dalam beberapa sajaknya, seperti Kehormatan yang diperuntukkan A. Ajib Hamzah dari Jogjakarta. Aguk memandang; bumi kita yang hangus. Terasa harapan yang pupus. Dan untuk Ajip Rosidi dia menulis; tanah kita/tempat menaruh segala/harapan dan cinta/bunga-bunga mekar/lanmgit yang bening/tanpa ketakutan. Sebuah harapan yang mendambakan negerinya bebas dari ketakutan, tempat cinta dan bunga-bunga mekar dengan indah, itulah Indonesia dalam mimpi Aguk.
Kemudian serunya kepada semua orang; ......bangunlah wahai pemimpi/lihat huruf-huruf sudah/tak bisa dieja lagi apalagi terbaca/anak-anak negeri (Bangunlah untuk Budiman S. Hartoyo, Kairo 2004, hal 70-71).
Aguk menjadi orang yang gelisah ketika harus berbicara tentang keadaan bangsanya, Indonesia. Seperti menyimpan cemas dan gamang. Sehingga dia lebih senang memandang keindahan itu sebagai mimpi. Kepada penyair yang telah berumur dia berkeluh kesah; ...... pada harihari ini memang kita saksikan/kekalahan seribu wajah kita untuk/mengundang pagi yang cerah dengan/firdausfirdaus baru yang mengantarkan pelaut/malam pada matahari (Tangis untuk D. Zawawi Imron, Kairo 2004, hal 79-80. Dia mencoba mengajak Zawawi Imron sang Celurit Emas untuk berdialog. Dia mengungkapkan; mari kita hitung berapa harihari yang/tersisa tanpa tangis sebelum usaiusai hari/luruh dalam gelap.
Itulah penyair dari Lamongan yang berkeluh kesah tentang bangsanya yang sedang terluka dan menderita. Diraciknya keluh kesah dan mimpinya dalam sajak-sajak yang dipersambahkan kepada penyair-penyair tanah airnya yang setia mencatat dan merekam peristiwa pedih yang mengiringi perjalanan bangsa.
Kepekaan penyair dalam menyikapi keadaan bangsanya, menurut Aguk tidak bisa muncul begitu saja. Dia harus banyak belajar dari para pendahulunya yang mempunyai tradisi mencermati keadaan. Aguk merasa telah berguru kepada semua penyair yang sempat dikenalnya maupun yang hanya dibancanya. Seperti penuturannya dalam salah satu puisi untuk penyair Gunawan Mohamad; ....Diamdiam aku meracik mimpi/dari denyut jantungmu/seperti daun, diamdiam memang aku/menyaring desah anginmu (Guru untuk Gunawan Mohamad, Kairo 2004, hal 119-120).
Dia juga mengungkapkan kekagumannya kepada WS. Rendra yang selalu berteriak lantang pada ketidakberesan yang terjadi di negeri ini. Juga kepada Agus R. Sardjono; di negeri Fir'aun kita bercakap di bundaran/deretan kursi, kau baca pikiranku yang/berkelebat ke sana ke mari dan kau rangkum/setiap kata dengan kalimat yang singkat:/salah! (Kenangan untuk Agus R. Sardjono, Kairo 2004, hal 20-21). Dia memang berguru pada semua penyair. Dengan begitu dia tetap mampu melihat terang meski semua orang merasa gelap sebagaimana ketika membaca Afrizal Malna; malam telah memberiku gelap memang,/gelap di seluruh penjuru, tetapi tidak pada kau,/dalam gelap kau selalu benderang dan tidak/sembunyi, bahkan dalam gelap kau selalu/menghadirkan siang, dalam percakapan/dari percikan sinar, dalam malam kau/terbangkan angin yang jauh dalam/sajaksajakmu (Gelap untuk Afrizal Malna, Kairo 2004, hal 18-19).
Dan untuk penyair-penyair sahabatnya sedaerah (Lamongan) dia menulis ; apa yang terlintas dalam kenangmu saat kita/baca/katakata berasama//yang kau katakan saat perjalananku sampai/"segeralah mampir ke rumah tengok derai gerimis sore/hari yang/menetes dari atap rumahku, dan kita/menghirup udara/yang dingin membeku dari langitlangit kamar, sambil/mengintip halilintar di luar"//saat aku ingin berjalan dan sampai/kepadamu, rasanya/aku tak perlu lagi katakata, karena bukankah/kita/sudah begitu mengerti tentang beranda/rumah kita yang/sama. Dan di sana telah kita tanam bersama/kesegaran/hidup kanakkanak dari titik hujan di luar/dan tangis/hujan (Halaman untuk Viddy Alymahfoedh Daery).
Membaca buku Liku Luka Kau kaku seperti menyelami pedalaman seorang anak negeri yang lahir dari tanah pergerakan Lamongan, yang menebar pasir kerinduan Mesir dan merangkul negeri yang luka Indonesia. Seperti bersilaturahmi dengan hati kepada setiap orang yang merasa Indonesia dari bahasa.
Itulah kerja keras Aguk yang telah melahirkan sekian kata-kata yang dirangkainya dalam 200 judul sajak yang dipersembahkan untuk 200 penyair senegerinya. Dalam satu tahun dia menghasilkan 200 sajak, wah, sebuah kerja yang tidak main-main. Mungkin karena itu, Aguk sering menggunakan idiom yang seakan berulang-ulang muncul. Atau mungkin saja dia punya maksud mengulang-ulangnya, seperti mimpi. Ya, mimpi Aguk yang selalu terulang jika ingat negerinya. Sementara dia nun jauh di seberang, di tengah hamparan pasir yang gersang. Namun dia tetap ingat. Dan ketika kita membacanya, kita pun ingat, negeri ini punya mimpi.
*) Peresensi adalah budayawan, dan anggota DKS (Dewan Kesenian Surabaya).
https://www.facebook.com/notes/aguk-irawan-mn/mimpi-indonesia-untuk-200-penyair/10152494904084658
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar