Taufiq Ismail
tabloidsastra.wordpress.com
Sudah 10 tahun lebih Bang Mochtar wafat. Demikian banyak kenangan selama 38 tahun beliau memimpinHorison, majalah sastra yang alhamdulillah masih bertahan hidup 49 tahun sampai 2015 ini. Yang paling berkesan adalah ketika di awal 1966 Soe Hok Djin, Ras Siregar dan saya datang ke rumah tahanan di Jakarta Kota. (Belakangan Soe Hok Djin ganti nama menjadi Arief Budiman). Ke rumah itu dipindahkan dari tahanan rezim Orde Lama di Madiun, rekan-rekan sejawat Bang Mochtar, yaitu para tokoh-tokoh pimpinan negara dan politik Pak Moh. Natsir, Moh. Rum, Anak Agung Gde Agung, Subadio Sastrosatomo, Yunan Nasution, Isa Anshary dan beberapa lagi.
Kami bertiga adalah penulis muda yang di zaman Demokrasi Terpimpin ikut mengalami dilanda badai teror PKI lewat ormas Lekra, Pemuda Rakyat dkk. Prahara budaya yang dilalui termasuklah pelarangan Manifes Kebudayaan, pembreidelan koran anti-komunis, yaitu Indonesia Raya, Pedoman, Abadi, pelarangan buku, pembakaran buku, pemburukan nama dan karakter di bidang seni-budaya, pementasan drama yang melecehkan Tuhan dan agama (seperti antara lain Matine Gusti Allah, Gusti Allah Dadi Manten, Gusti Allah Bingung).
Berbarengan, berlangsunglah lebih gemuruh prahara politik yaitu pembubaran partai Masjumi, PSI, Murba, penangkapan dan penahanan tokoh-tokoh anti PKI, teror Bandar Betsy, teror Kanigoro dan serangan terhadap ummat anti-komunis di pers ibukota oleh Bintang Timur dan Harian Rakyat. Puncak kemelut ini adalah Gerakan 30 September PKI 1965 dengan pembunuhan 6 Jenderal yang pada hari berikutnya akan mencapai klimaks tertinggi Kudeta 1 Oktober oleh Dewan Revolusi, tapi gagal terlaksana.
Situasi masih panas, belum lagi reda. Kami para seniman waktu itu biasa kumpul di kantor redaksi Sastra,Jalan Raden Saleh dan gedung Balai Budaya, Jalan Gereja Theresia. Tapi beberapa sastrawan, dalam diskusi sudah agak jauh ke depan memikirkan bagaimana kalau situasi politik sudah kembali normal tak lama lagi. Apa yang mesti dilakukan?
Kami sepakat ingin menerbitkan majalah sastra. Siapa yang akan memimpinnya? Mochtar Lubis. Novelis-wartawan besar ini, yang 9 tahun meringkuk di penjara Orde Lama di Jakarta dan Madiun, dikabarkan sudah dipindahkan ke Jakarta. (Dia kelak akan masuk lagi tahanan Orde Baru 2 ½ bulan). Kami bertiga pergilah ke rumah tahanan politik Jalan Keagungan, ingin bicara langsung dengan beliau.
Bang Mochtar setuju sekali. Rencana ini sejalan dengan akan terbit lagi korannya yang dilarang, Indonesia Raya. Tentang permodalan, Soe Hok Djin, Ras Siregar dan saya tentu plonco sekali. Bang Mochtar menyebut nama P.K. Ojong, waktu itu pimpinan mingguan Star Weekly. Seraya mempersiapkan terbitnya majalah baru ini, tahanan politik Jalan Keagungan sudah dibebaskan dan pulang ke rumah masing-masing. Rapat-rapat kami selanjutnya berlangsung di rumah Bang Mochtar di Jalan Bonang 17, pernah juga sekali di rumah Pak Ojong di Jatinegara.
***
Dalam rapat persiapan disetujuilah bahwa penerbit adalah Jajasan Indonesia, dengan Penanggung Djawab Mochtar Lubis, Dewan Redaksi Mochtar Lubis, HB Jassin, Zaini, Taufiq Ismail, Soe Hok Djin dan DS Moeljanto, berkantor Redaksi di Djalan Blora 29, Jakarta. Bulan depannya kantor Redaksi pindah ke Bonang 17.
Kantor Tatausaha di Pintu Besar Selatan 86-88, Djakarta Kota, ditumpangkan oleh Pak Ojong, yang baru menerbitkan (28 Juni 1965) koran anyar bernama Kompas, yang berumur setahun lebih tua dari Horison.
Terbitlah nomor perdana Horison, di awal bulan Juli 1966, 32 halaman, dicetak di kertas koran. Dalam Kata Perkenalannya Mochtar Lubis menulis:
“Madjalah Horison kami lantjarkan ke tengah masjarakat kita di tengah-tengah suasana kebangkitan baru semangat untuk memperdjoangkan kembali semua nilai2 demokratis dan kemerdekaan manusia, martabat manusia Indonesia. Sesuai dengan namanja ‘Horison’, kaki-langit, maka kami mengadjak Saudara2 pembatja supaja kita selalu menengok dan mentjari ‘horison2’ baru, dalam arti supaja kita dengan sadar menghapuskan batas2 pemikiran, penelaahan, kemungkinan daja kreatif kita di semua bidang penghidupan bangsa kita.”
Sesudah menyebut tentang perlunya “mendorong bakat-bakat di bidang pemikiran, kerohanian, ilmu, sastra, musik, teater, seni lukis, seni tari, olahraga, hiburan”, Mochtar menekankan bahwa “dalam perdjoangan untuk membina tradisi2 demokratis, penghormatan pada pemerintahan berdasarkan hukum, pemuliaan hak2 Manusia dan membina masjarakat yang adil dan makmur, maka madjalah ‘Horison’ memilih bidang sastra sebagai arena perdjoangannja.”
Di kulit luar majalah dipasang puisi Taufiq Ismail “Karangan Bunga” dalam poster pelukis Sri Widodo, dipotret oleh DA Peransi. Dalam Horison nomor satu, Juli 1966 tersebut dimuat esai Goenawan Mohamad, Soe Hok Djin, Paul Illich, Wiratmo Sukito, cerpen Mochtar Lubis, Ras Siregar, M. Fudoli, sajak Bertha Pantouw (dengan ulasan HB Jassin), Surachman RM, SK Insankamil, Junus Mukri Adi, dan Slamet Kirnanto.
Ilustrasi sketsa-sketsa oleh pelukis Zaini dan Nashar. Honorarium cerita pendek Rp 75, esai Rp 75, sajak Rp 50. Pemasang iklan adalah Penerbit Pembangunan, Majalah Pembina, Penerbit Tintamas, Penerbit Pustaka Antara, dan Penerbit Gunung Agung.
Munculnya Horison disambut gembira masyarakat sastra, yang sejak awal 1960-an diliputi suasana banyak intrik dan teror ideologis di zaman Demokrasi Terpimpin itu. Dengan medium anyar ini terasa datang kesegaran baru dalam kreativitas. Medium ini menjadi tempat sastrawan muda berlatih berkarya, mengambil perbandingan dari karya senior, baik dari Indonesia dan juga karya luar Indonesia, karena selalu ada terjemahan puisi, cerpen, esai dan penggalan novel selama dekade-dekade ini. Berpuluh-puluh sastrawan muda telah melintasinya.
***
Pada 31 Agustus 1995 Yayasan Raymond Magsaysay di Manila memberikan hadiah sastra kepada para pemenangnya, termasuk Pramudya Ananta Tur, novelis Indonesia. Hal ini menimbulkan reaksi sastrawan Indonesia. Yayasan Hadiah Magsaysay tidak sepenuhnya tahu tentang peran tidak terpuji Pramoedya pada masa paling gelap bagi kreativitas di zaman Demokrasi Terpimpin, ketika dia memimpin penindasan sesama seniman yang tidak sepaham dengan dia.
Dalam pernyataan 25 sastrawan (29 Juli 1995) mengenai hadiah ini, antara lain dijelaskan bahwa apapun juga kriteria penilaian sastra yang dipergunakan, nampaknya Yayasan tidak menilai kegiatan Pramudya di zaman merajalelanya komunisme di Indonesia. Dia memimpin penindasan kreativitas penulis, dramawan, sineas, pelukis dan musikus non-komunis, melecehkan kebebasan ekspresi, menyambut pelarangan buku dan piringan hitam serta mengelu-elukan pembakaran buku besar-besaran di Jakarta dan Surabaya.
Dia juga melancarkan kampanye fitnah dan pemburukan nama secara teratur terhadap seniman-seniman non-Lekra/PKI, teror mental dan intimidasi sebagai pelaksanaan prinsip “tujuan menghalalkan cara”, mengembangkan gaya bahasa caci maki di pers Indonesia, melakukan kampanye pembabatan terhadap penerbit-penerbit independen, antara lain yang masih berani menerbitkan terjemahan Dr. Zhivago, karya novelis Boris Pasternak pemenang hadiah Nobel 1958.
Terlepas dari apa yang dialaminya sekarang, sebegitu jauh Pramudya tidak pernah terdengar menyesalkan peran yang dilakukannya dulu, tidak pernah mengakui seluruh sepak terjangnya dimasa itu sebagai tindakan pemberangusan kemerdekaan kreatif yang dilakukan secara sistematik. Namun demikian, seniman-seniman non- komunis pasca-1965 tidak memperlakukannya seperti Pramudya dkk memperlakukan mereka 30-35 tahun yang silam. Mereka malah membela hak Pram menulis, memprotes pelarangan bukunya dan menyayangkan pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada dirinya.
Mochtar Lubis yang pernah menerima Hadiah Magsaysay ini 37 tahun sebelumnya, mengembalikan hadiah itu di Manila. Dalam tulisannya di Horison, Oktober 1995, dia menyebutkan bahwa “hal ini saya lakukan dengan berat hati karena saya mengenal Presiden Magsaysay (almarhum) sejak dia meluncurkan kampanye pemilihan kepresidenannya dan saya menghargai cita-cita politik, ekonomi, sosialnya bagi rakyat Filipina, dan semangat kedemokrasiannya yang teguh. Karena saya menghormati dan mencintainya, maka saya mengembalikan hadiah Magsaysay.“
***
Kembali kepada situasi penerbitan majalah sastra, maka menarik untuk dicatat bahwa pada sekitar masa awal terbitnya, walaupun posisi ekonomi penerbitan sedang-sedang saja, waktu itu terdapat beberapa majalah sastra, seperti Kisah, Tjerpen, Prosa, Sastra, Budaja Djaja, di samping di setiap majalah berita selalu ada ruang sastranya, seperti Mimbar Indonesia, Siasat, Basis dan Zaman Baru.
Kini pada tahun 2015 di abad XXI ini, di negeri kita majalah sastra cuma ada satu. Hanya satu. Ambil perbandingan dengan Mesir. Penduduknya 80 juta, majalah serupa Horison di sana ada 12 buah. Jadi pantasnya Indonesia punya 30 majalah sastra, artinya sangat patut bila di setiap provinsi terbit satu majalah sastra. Fakta ini bukan saja menyedihkan, tapi sangat memalukan. Mestinya 30, tapi yang ada hanya satu.
Dalam diskusi panjang di Horison, bersama dengan berbagai masalah-masalah seni budaya lain, hal ini tak putus-putusnya dibicarakan bersama. Ditemukanlah kesimpulan, bahwa dua penyebab utamanya terdapat di ranah pendidikan, yaitu rendahnya kecintaan membaca buku dan sangat kurangnya bimbingan mengarang di sekolah.
Ikut mengatasi masalah ini maka mulai edisi November 1996 dibukalah rubrik baru di Horison, yaituKakilangit, untuk siswa SMA dan SMP, yang memperkenalkan karya sastrawan, proses kreatif, biografi dan analisisnya, yang bisa langsung dipakai di kelas. Rubrik yang praktis ini sangat membantu proses belajar-mengajar sastra terutama di SMA.
Interaksi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berhasil positif dimulai dengan Menteri Prof. Wardiman Djojonegoro, dan selanjutnya dengan dilaksanakannya Gerakan Membawa Sastra ke Sekolah, dengan 9 kegiatan sejak 1996. Seterusnya:
(2) Diklat MMAS (Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra) untuk guru-guru bahasa dan sastra,
(3) SBSB (Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya), yaitu mendatangkan sastrawan ke sekolah membacakan puisi, cerpen, fragmen novel/drama karya mereka, kemudian berdialog dengan siswa dan guru,
(4) LMCP (Lomba Menulis Cerita Pendek), yaitu lomba menulis cerita pendek untuk guru bahasa dan sastra,
(5) LMKS (Lomba Mengulas Karya Sastra), peserta sama dengan LMCP,
(6) SBMM (Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca), sastrawan didatangkan ke 9 kampus IKIP,
(7) SSSI (Sanggar Sastra Siswa Indonesia),
(8) Penerbitan buku 4 antologi sastra Indonesia untuk SMA, dan
(9) Lokakarya APRESDA (Pengembangan Apresiasi Sastra Daerah).
Terima kasih Bang Mochtar Lubis, yang memimpin awal Gerakan Membawa Sastra ke Sekolah, kini sudah 19 tahun dan masih berlanjut, yang didukung dengan entusias oleh para sastrawan, sebagian kini sudah mendahulu, seperti almarhum WS Rendra, Asrul Sani, Hamid Jabbar, Wan Anwar, Husni Djamaluddin dan banyak lagi. Semoga ini menjadi amal saleh yang barokahnya berkepanjangan. Amin.***
Jakarta, 15 Maret 2015
https://tabloidsastra.wordpress.com/2015/07/11/mengenang-bang-mochtar-lubis-1922-2004-menerbitkan-majalah-sastra-horison/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar