Jumat, 22 Desember 2017

MENGENANG BANG MOCHTAR LUBIS (1922–2004) MENERBITKAN MAJALAH SASTRA HORISON

Taufiq Ismail
tabloidsastra.wordpress.com

Sudah 10 tahun lebih Bang Mochtar wafat. Demikian banyak kenangan selama 38 tahun beliau memimpinHorison, majalah sastra yang alhamdulillah masih bertahan hidup 49 tahun sampai 2015 ini. Yang paling berkesan adalah ketika di awal 1966 Soe Hok Djin, Ras Siregar dan saya datang ke rumah tahanan di Jakarta Kota. (Belakangan Soe Hok Djin ganti nama menjadi Arief Budiman). Ke rumah itu dipindahkan dari tahanan rezim Orde Lama di Madiun, rekan-rekan sejawat Bang Mochtar, yaitu para tokoh-tokoh pimpinan negara dan politik Pak Moh. Natsir, Moh. Rum, Anak Agung Gde Agung, Subadio Sastrosatomo, Yunan Nasution, Isa Anshary dan beberapa lagi.

Kami bertiga adalah penulis muda yang di zaman Demokrasi Terpimpin ikut mengalami dilanda badai teror PKI lewat ormas Lekra, Pemuda Rakyat dkk. Prahara budaya yang dilalui termasuklah pelarangan Manifes Kebudayaan, pembreidelan koran anti-komunis, yaitu Indonesia Raya, Pedoman, Abadi, pelarangan buku, pembakaran buku, pemburukan nama dan karakter di bidang seni-budaya, pementasan drama yang melecehkan Tuhan dan agama (seperti antara lain Matine Gusti Allah, Gusti Allah Dadi Manten, Gusti Allah Bingung).

Berbarengan, berlangsunglah lebih gemuruh prahara politik yaitu pembubaran partai Masjumi, PSI, Murba, penangkapan dan penahanan tokoh-tokoh anti PKI, teror Bandar Betsy, teror Kanigoro dan serangan terhadap ummat anti-komunis di pers ibukota oleh Bintang Timur dan Harian Rakyat. Puncak kemelut ini adalah Gerakan 30 September PKI 1965 dengan pembunuhan 6 Jenderal yang pada hari berikutnya akan mencapai klimaks tertinggi Kudeta 1 Oktober oleh Dewan Revolusi, tapi gagal terlaksana.

Situasi masih panas, belum lagi reda. Kami para seniman waktu itu biasa kumpul di kantor redaksi Sastra,Jalan Raden Saleh dan gedung Balai Budaya, Jalan Gereja Theresia. Tapi beberapa sastrawan, dalam diskusi sudah agak jauh ke depan memikirkan bagaimana kalau situasi politik sudah kembali normal tak lama lagi. Apa yang mesti dilakukan?

Kami sepakat ingin menerbitkan majalah sastra. Siapa yang akan memimpinnya? Mochtar Lubis. Novelis-wartawan besar ini, yang 9 tahun meringkuk di penjara Orde Lama di Jakarta dan Madiun, dikabarkan sudah dipindahkan ke Jakarta. (Dia kelak akan masuk lagi tahanan Orde Baru 2 ½ bulan). Kami bertiga pergilah ke rumah tahanan politik Jalan Keagungan, ingin bicara langsung dengan beliau.

Bang Mochtar setuju sekali. Rencana ini sejalan dengan akan terbit lagi korannya yang dilarang, Indonesia Raya. Tentang permodalan, Soe Hok Djin, Ras Siregar dan saya tentu plonco sekali. Bang Mochtar menyebut nama P.K. Ojong, waktu itu pimpinan mingguan Star Weekly. Seraya mempersiapkan terbitnya majalah baru ini, tahanan politik Jalan Keagungan sudah dibebaskan dan pulang ke rumah masing-masing. Rapat-rapat kami selanjutnya berlangsung di rumah Bang Mochtar di Jalan Bonang 17, pernah juga sekali di rumah Pak Ojong di Jatinegara.
***

Dalam rapat persiapan disetujuilah bahwa penerbit adalah Jajasan Indonesia, dengan Penanggung Djawab Mochtar Lubis, Dewan Redaksi Mochtar Lubis, HB Jassin, Zaini, Taufiq Ismail, Soe Hok Djin dan DS Moeljanto, berkantor Redaksi di Djalan Blora 29, Jakarta. Bulan depannya kantor Redaksi pindah ke Bonang 17.

Kantor Tatausaha di Pintu Besar Selatan 86-88, Djakarta Kota, ditumpangkan oleh Pak Ojong, yang baru menerbitkan (28 Juni 1965) koran anyar bernama Kompas, yang berumur setahun lebih tua dari Horison.

Terbitlah nomor perdana Horison, di awal bulan Juli 1966, 32 halaman, dicetak di kertas koran. Dalam Kata Perkenalannya Mochtar Lubis menulis:

“Madjalah Horison kami lantjarkan ke tengah masjarakat kita di tengah-tengah suasana kebangkitan baru semangat untuk memperdjoangkan kembali semua nilai2 demokratis dan kemerdekaan manusia, martabat manusia Indonesia. Sesuai dengan namanja ‘Horison’, kaki-langit, maka kami mengadjak Saudara2 pembatja supaja kita selalu menengok dan mentjari ‘horison2’ baru, dalam arti supaja kita dengan sadar menghapuskan batas2 pemikiran, penelaahan, kemungkinan daja kreatif kita di semua bidang penghidupan bangsa kita.”

Sesudah menyebut tentang perlunya “mendorong bakat-bakat di bidang pemikiran, kerohanian, ilmu, sastra, musik, teater, seni lukis, seni tari, olahraga, hiburan”, Mochtar menekankan bahwa “dalam perdjoangan untuk membina tradisi2 demokratis, penghormatan pada pemerintahan berdasarkan hukum, pemuliaan hak2 Manusia dan membina masjarakat yang adil dan makmur, maka madjalah ‘Horison’ memilih bidang sastra sebagai arena perdjoangannja.”

Di kulit luar majalah dipasang puisi Taufiq Ismail “Karangan Bunga” dalam poster pelukis Sri Widodo, dipotret oleh DA Peransi. Dalam Horison nomor satu, Juli 1966 tersebut dimuat esai Goenawan Mohamad, Soe Hok Djin, Paul Illich, Wiratmo Sukito, cerpen Mochtar Lubis, Ras Siregar, M. Fudoli, sajak Bertha Pantouw (dengan ulasan HB Jassin), Surachman RM, SK Insankamil, Junus Mukri Adi, dan Slamet Kirnanto.

Ilustrasi sketsa-sketsa oleh pelukis Zaini dan Nashar. Honorarium cerita pendek Rp 75, esai Rp 75, sajak Rp 50. Pemasang iklan adalah Penerbit Pembangunan, Majalah Pembina, Penerbit Tintamas, Penerbit Pustaka Antara, dan Penerbit Gunung Agung.

Munculnya Horison disambut gembira masyarakat sastra, yang sejak awal 1960-an diliputi suasana banyak intrik dan teror ideologis di zaman Demokrasi Terpimpin itu. Dengan medium anyar ini terasa datang kesegaran baru dalam kreativitas. Medium ini menjadi tempat sastrawan muda berlatih berkarya, mengambil perbandingan dari karya senior, baik dari Indonesia dan juga karya luar Indonesia, karena selalu ada terjemahan puisi, cerpen, esai dan penggalan novel selama dekade-dekade ini. Berpuluh-puluh sastrawan muda telah melintasinya.
***

Pada 31 Agustus 1995 Yayasan Raymond Magsaysay di Manila memberikan hadiah sastra kepada para pemenangnya, termasuk Pramudya Ananta Tur, novelis Indonesia. Hal ini menimbulkan reaksi sastrawan Indonesia. Yayasan Hadiah Magsaysay tidak sepenuhnya tahu tentang peran tidak terpuji Pramoedya pada masa paling gelap bagi kreativitas di zaman Demokrasi Terpimpin, ketika dia memimpin penindasan sesama seniman yang tidak sepaham dengan dia.

Dalam pernyataan 25 sastrawan (29 Juli 1995) mengenai hadiah ini, antara lain dijelaskan bahwa apapun juga kriteria penilaian sastra yang dipergunakan, nampaknya Yayasan tidak menilai kegiatan Pramudya di zaman merajalelanya komunisme di Indonesia. Dia memimpin penindasan kreativitas penulis, dramawan, sineas, pelukis dan musikus non-komunis, melecehkan kebebasan ekspresi, menyambut pelarangan buku dan piringan hitam serta mengelu-elukan pembakaran buku besar-besaran di Jakarta dan Surabaya.

Dia juga melancarkan kampanye fitnah dan pemburukan nama secara teratur terhadap seniman-seniman non-Lekra/PKI, teror mental dan intimidasi sebagai pelaksanaan prinsip “tujuan menghalalkan cara”, mengembangkan gaya bahasa caci maki di pers Indonesia, melakukan kampanye pembabatan terhadap penerbit-penerbit independen, antara lain yang masih berani menerbitkan terjemahan Dr. Zhivago, karya novelis Boris Pasternak pemenang hadiah Nobel 1958.

Terlepas dari apa yang dialaminya sekarang, sebegitu jauh Pramudya tidak pernah terdengar menyesalkan peran yang dilakukannya dulu, tidak pernah mengakui seluruh sepak terjangnya dimasa itu sebagai tindakan pemberangusan kemerdekaan kreatif yang dilakukan secara sistematik. Namun demikian, seniman-seniman non- komunis pasca-1965 tidak memperlakukannya seperti Pramudya dkk memperlakukan mereka 30-35 tahun yang silam. Mereka malah membela hak Pram menulis, memprotes pelarangan bukunya dan menyayangkan pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada dirinya.

Mochtar Lubis yang pernah menerima Hadiah Magsaysay ini 37 tahun sebelumnya, mengembalikan hadiah itu di Manila. Dalam tulisannya di Horison, Oktober 1995, dia menyebutkan bahwa “hal ini saya lakukan dengan berat hati karena saya mengenal Presiden Magsaysay (almarhum) sejak dia meluncurkan kampanye pemilihan kepresidenannya dan saya menghargai cita-cita politik, ekonomi, sosialnya bagi rakyat Filipina, dan semangat kedemokrasiannya yang teguh. Karena saya menghormati dan mencintainya, maka saya mengembalikan hadiah Magsaysay.“
***

Kembali kepada situasi penerbitan majalah sastra, maka menarik untuk dicatat bahwa pada sekitar masa awal terbitnya, walaupun posisi ekonomi penerbitan sedang-sedang saja, waktu itu terdapat beberapa majalah sastra, seperti Kisah, Tjerpen, Prosa, Sastra, Budaja Djaja, di samping di setiap majalah berita selalu ada ruang sastranya, seperti Mimbar Indonesia, Siasat, Basis dan Zaman Baru.

Kini pada tahun 2015 di abad XXI ini, di negeri kita majalah sastra cuma ada satu. Hanya satu. Ambil perbandingan dengan Mesir. Penduduknya 80 juta, majalah serupa Horison di sana ada 12 buah. Jadi pantasnya Indonesia punya 30 majalah sastra, artinya sangat patut bila di setiap provinsi terbit satu majalah sastra. Fakta ini bukan saja menyedihkan, tapi sangat memalukan. Mestinya 30, tapi yang ada hanya satu.

Dalam diskusi panjang di Horison, bersama dengan berbagai masalah-masalah seni budaya lain, hal ini tak putus-putusnya dibicarakan bersama. Ditemukanlah kesimpulan, bahwa dua penyebab utamanya terdapat di ranah pendidikan, yaitu rendahnya kecintaan membaca buku dan sangat kurangnya bimbingan mengarang di sekolah.

Ikut mengatasi masalah ini maka mulai edisi November 1996 dibukalah rubrik baru di Horison, yaituKakilangit, untuk siswa SMA dan SMP, yang memperkenalkan karya sastrawan, proses kreatif, biografi dan analisisnya, yang bisa langsung dipakai di kelas. Rubrik yang praktis ini sangat membantu proses belajar-mengajar sastra terutama di SMA.

Interaksi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berhasil positif dimulai dengan Menteri Prof. Wardiman Djojonegoro, dan selanjutnya dengan dilaksanakannya Gerakan Membawa Sastra ke Sekolah, dengan 9 kegiatan sejak 1996. Seterusnya:
(2) Diklat MMAS (Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra) untuk guru-guru bahasa dan sastra,
(3) SBSB (Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya), yaitu mendatangkan sastrawan ke sekolah membacakan puisi, cerpen, fragmen novel/drama karya mereka, kemudian berdialog dengan siswa dan guru,
(4) LMCP (Lomba Menulis Cerita Pendek), yaitu lomba menulis cerita pendek untuk guru bahasa dan sastra,
(5) LMKS (Lomba Mengulas Karya Sastra), peserta sama dengan LMCP,
(6) SBMM (Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca), sastrawan didatangkan ke 9 kampus IKIP,
(7) SSSI (Sanggar Sastra Siswa Indonesia),
(8) Penerbitan buku 4 antologi sastra Indonesia untuk SMA, dan
(9) Lokakarya APRESDA (Pengembangan Apresiasi Sastra Daerah).

Terima kasih Bang Mochtar Lubis, yang memimpin awal Gerakan Membawa Sastra ke Sekolah, kini sudah 19 tahun dan masih berlanjut, yang didukung dengan entusias oleh para sastrawan, sebagian kini sudah mendahulu, seperti almarhum WS Rendra, Asrul Sani, Hamid Jabbar, Wan Anwar, Husni Djamaluddin dan banyak lagi. Semoga ini menjadi amal saleh yang barokahnya berkepanjangan. Amin.***

Jakarta, 15 Maret 2015
https://tabloidsastra.wordpress.com/2015/07/11/mengenang-bang-mochtar-lubis-1922-2004-menerbitkan-majalah-sastra-horison/

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae