: deng
Kau ajak aku membakar jiwajiwa
Melolong membutakan lampulampu
Menembus sekawanan pekat yang menunda cahya
Embun yang bimbang datang
Kau nyalakan mercon perpisahan untuk kemarin
Melukiskan musimmusim yang menawarkan gerimis
Menagih kekasih pada malam yang diiringi jerit hitungan jam
Bandung saat seremoni tahun baru
Kau bacakan mantramantra percintaan di trotoar merdeka
Menghanyutkan ribuan album yang kau sisipkan dalam saku
Serta ratusan tembang kenangan tentang lelaki dalam cermin
Bandung saat basah di tahun baru
Kita mengubur semua puisi hujan
Dan mabuk dalam lautan manusia
2007-2008
Senja
sari,
kita tidak tahu gerimis senja ini kiriman siapa?
Pun aku tak tahu berapa trotoar yang merekam perburuan kita.
sari,
rindu ini lahir dari keterasingan.
seperti teratai yang merah dan matamu yang hitam.
sari,
kanak-kanak musim kemarin berlarian membunuh pelangi.
aku waswas
bagaimana jika senja kutuliskan dalam sajak kita?
diantara rumah, laut, dan asing.
2009
Jamuan Hujan
anak evaporasi,
massal menabur jasad-jasad.
mewarna padang-padang yang hilang nama.
candu yang kita puisikan di bulan desember.
Di AsiaAfrika
jasad itu turun segenap.
seolah tanzil bagi sodom dan gomora.
meluka pahatan Homan yang terduduk bisu.
trotoar-trotoar menalkin debu terakhir.
semua pasrah dijamu jasad-jasad dari langit.
Desember 08
Antapani 170509
Antapani melepas pinangan hujan.
Berkabar cinta pada debu-debu terakhir.
Berbagi ranjang dengan seribu layang-layang.
Orang-orang menjemur tubuh dan sajak.
Memeluk cuaca, mengubur kuyup.
Lalu suara-suara tersekat.
Kanak-kanak membuang layang-layang di jalan.
Tubuh-tubuh mencari atap.
Trotoar dipenuhi gunjingan basah.
2009
*) Sihir Terakhir, Antologi Puisi Penyair Perempuan ASAS, Penerbit PUstaka puJAngga, 2009.
http://sastra-indonesia.com/2010/01/puisi-puisi-winarni-r/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar