Hudan Hidayat
http://www.korantempo.com/
Saat Tuhan sembunyi dalam dunia yang berteka-teki, manusia melayani teka-teki Tuhan dengan kesadaran yang membelah dirinya: ia menghidupkan hatinya dan mengembangkan akalnya. Dengan akalnya ia mengolah dunia empirik. Dengan hatinya ia mengolah iman. Begitulah dua kesadaran yang membelah dunia. Sampai kesadaran itu memisahkan dirinya: menjadi sepenuhnya akal. Dan orang pun sampai pada atheisme.
Tapi atheisme tak bisa utuh. Orang memberontak pada Tuhan, tapi tak punya jawaban tuntas tentang dunia tanpa Tuhan. Kemana pun ia memandang, akan tertumbuk pada bayang-bayang Tuhan. Ia bisa mewacanakan menolak Tuhan, tapi jejak Tuhan tetap dalam dunia, dan sang atheis terperangkap di dalamnya.
Sang atheis yang tak hendak menyerah, hanya bisa membuat jejak "yang bukan Tuhan", dan itulah saat orang-orang menyeru Tuhan dengan nama-nama lain. Seperti yang ditunjukkan Goenawan Mohamad dalam esainya, "Tentang Atheisme dan Tuhan yang Tak Harus Ada". Karena, "Tuhan... akan selamanya berhubungan dengan benda-benda."
Jejak yang bukan Tuhan itu, atau saat orang menyeru Tuhan dengan nama lain itu, dimainkan dengan istimewa oleh Albert Camus dalam novelnya Orang Asing, yang memasang "matahari" sebagai lambang penyebab kemalangan yang menimpa tokohnya, Meursault, yang tak percaya pada Tuhan, dan menunjuk pada matahari untuk alasan mengapa ia membunuh sang Arab.
Bila Tuhan membuat teka-teki ke dalam dunia benda, ke dalam nilai dan tujuannya, yang telah ditolak karena "ketaknyataannya" oleh sang atheis, maka manusia membalas teka-teki Tuhan ke dalam ciptaan (novel) yang tak kurang berteka-tekinya.
Inilah yang dilakukan Camus dengan Orang Asing, dengan menciptakan tokoh Meursault, yang jiwanya seolah sebuah gua dengan lorong-lorong yang tak terduga. Seolah Camus, dengan teka-teki jiwa tokohnya, meniru "Tuhan" dengan kerja-Nya yang rahasia mencipta semesta dengan lekuk dan misterinya. Seolah ia hendak berkata, "Kau menciptakan dunia yang absurd. Aku pun menciptakan manusia yang absurd. Kita sama, Tuhanku."
Absurditas tokoh ciptaan Camus bukanlah ide yang dibentang dalam pemikiran diskursif (seperti dalam bukunya Mite Sisipus), tapi dikemas dalam cerita yang teknik penceritaannya menjaga ruang dari seorang Meursault yang sukar diduga tindak-tanduknya.
Meursault adalah repsentasi Camus tentang dunia yang penuh tafsir, di mana novel berisi jawaban menggantung, yang menjadi tipikal novel ini. Dalam tiap peristiwa yang dialami Meursault, ia membuat pelukisan yang tak hendak memfinalkan situasi (jawaban dan alasan yang sudah diketahui). Selalu dia menciptakan ruang bagi ketakjelasan, meskipun persoalan yang mengemuka tampak sederhana.
Orang Asing adalah paradoks dari anasir-anasir dunia. Dari kontradiksi Tuhan yang memberikan kehidupan tapi sekaligus Tuhan yang mencabut kehidupan, yang dilambangkan Camus sebagai "matahari" yang membuat Meursault hidup tetapi sekaligus membunuhnya.
Dan, Camus yang memberontak menyadari paradoks dan kontradiksi itu, melawannya dengan menembakkan pistolnya ke dalam tubuh yang telah terjatuh oleh tembakan pertama.
Bila pada tembakan pertama matahari menjadi sebuah argumen, maka tembakan selanjutnya kita tidak lagi melihat alasan. Yang tampil hanya sebuah pernyataan tanpa muatan (Lalu, aku menembak lagi empat kali pada tubuh yang tidak bergerak...).
Saya tergoda untuk menafsir, bahwa tembakkan selanjutnya memang bukan untuk membunuh. Pistol itu diledakkan bukan untuk apa-apa. Pistol itu diledakkan untuk menunjukkan sebuah keburaman dari nasib yang menimpa manusia: ketakmengertian akan ke mana hidup ini.
Camus meramu "ketakmengertian" itu ke dalam sebuah keruwetan psikologi yang sukar dicari dasar-dasar logisnya: mengapa Meursault menembakkan pistol itu kembali.
Tapi, pistol itu telah ditembakkan. Dan, dengan menembakkan pistol, seolah Camus ingin mengatakan, "Lihat Tuhanku, hidup-Mu tak bisa dimengerti. Maka aku membalas-Mu dengan cara menembak seperti ini."
Ruang bagi ketakjelasan dalam Orang Asing ini mencapai puncaknya saat Meursault menghadapi situasi "sakratulmaut" bagi dirinya. Itulah saat ia harus membela diri di hadapan pengadilan, saat di mana dia menerima kemarahan dan limpahan kasih sayang. ("Aku merasa betapa orang-orang itu begitu membenciku" berselang-seling dengan "Itulah untuk pertama kalinya aku ingin memeluk seorang lelaki dalam hidupku".)
Meursault, sebagai tokoh (novel) yang dipasang untuk memberontak melawan Tuhan, mengerjakan misi yang diembannya dengan sebaik-baiknya. Ia pun "membongkar" ketakjelasan dunia dengan menampilkan laku yang sukar dimengerti dari perasaan dan jalan pikirannya sebagai manusia. Sebagai lambang bagi absurditas dari kehidupan yang ditimpakan pada manusia. Yang telah dilawannya atau harus dilawannya. Dengan membalasnya ke dalam laku yang membuat otoritas sidang penasaran (Saya tidak mengerti dengan cara Anda membela diri). Dan ketika diberi kesempatan terakhir menjawab, dengan konyol ia mengatakan, "Itu karena matahari".
Maka sempurnalah absurditas itu. Absurditas dari dunia. Absurditas dari dalam diri manusia. Kesempurnaan yang harus dibayar dengan kepala yang dipenggal dari sebuah kehendak untuk memberontak terhadap Tuhan.
Sebuah pemberontakan telah dilancarkan, atau sebuah penolakan terhadap absurditas telah dilakukan. Maka, apa lagi yang tersisa?
Tidak ada yang tersisa dalam dunia hampa nilai seperti itu (setelah Tuhan ditolak). Tidak ada sesuatu pun yang penting, kata Meursault (kata yang berulang ia ucapkan). Kecuali menjalani hidup secara iseng, yang di dalam novel digambarkan dengan kata-kata "Yok kita pergi ke sana" untuk sebuah ajakan teman kerja yang ingin naik ke dalam truk terbuka (seolah kanak-kanak yang iseng), dan sang Meursault yang baru saja kehilangan ibunya telah berlari mengejar truk itu.
Atau, ia mengamati detail-detail lucu dari kehidupan (persidangan) yang telah atau sedang menjeratnya sebagai manusia terhukum--yang dalam novel digambarkan dirinya seolah penumpang sebuah trem di mana semua mata memandang kepadanya untuk mencari hal-hal lucu darinya. Tapi segera disadarinya posisinya sebenarnya. ("Aku tahu itu pikiran yang tolol, karena di tempat ini bukan hal yang lucu yang mereka cari, tapi kejahatan.")
Atau, ia menikmati kekinian dalam hidup yang bersatu dengan alam--yang tampil sebagai bau laut dan warna langit, yang begitu indah dilukiskannya saat harus berjuang melawan kesepian di dalam penjara ("...Aku hidup dalam sebatang pohon dan aku akan menunggu awan-awan dan burung-burung bertemu.")
Tidak ada apa-apa kecuali menunggu saat-saat kematian sebagai nasib manusia yang terhukum itu. Meresapi masa kini dari sebuah kehidupan biasa yang bersahaja. Juga memanggil masa lalu pada saat kekinian, dan itulah yang dikerjakan Meursault saat nasibnya sebagai sang terhukum tinggal menunggu detik-detik kematiannya.
"Aku diserbu oleh kenang-kenangan sebuah kehidupan yang bukan lagi milikku, tetapi di mana kutemukan kebahagiaan yang paling melarat dan paling kokoh: bau-bauan musim panas, daerah tempat tinggal yang kucintai, suatu langit malam, tawa dan gaun Marie."
Dan, Meursault sampai pada pengertian mengapa ibunya mengambil "tunangan" di saat-saat akhir hidupnya, saat orang begitu menerima kehidupan dan alam secara apa adanya.
Aku bisa mengerti ibu, katanya. Ibu yang telah meninggal tapi telah menghidupkan seluruh cerita ini. Ibu dari hidup kita sendiri.
Jakarta, 18 Januari 2008
(Terima kasih kepada Ibu Apsanti Djokosujatno, yang telah dengan indah menerjemahkan novel Orang Asing ini)
*) Penulis buku esai Nabi Tanpa Wahyu (PustakaPujangga, 2008) dan novel Tuan dan Nona Kosong.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar