Saiful Anam Assyaibani
Senja nampak mengelam. Di ujung laut, matahari berada pada batas air dan langit, seperti hari mulai redup langitpun redup dengan segurat bianglala. Semacam lambaian sayup-sayup sebuah surau dengan panggilan syair dan takbir melesatkan aku pada jejak menuju Tuhan.
Di sudut Kampung para Nelayan itu; sebuah mushollah sederhana bersebelahan dengan laut serasa begitu tenang dalam dada. Suatu kecintaan yang selalu mengalir sepanjang ujung sepanjang perjalanan.
Selepas mushollah aku kembali kepada laut; menyusuri jejak dan langkah pada pasir putih, seperti perahu-perahu tertambat akan dermaga akupun tertambat akan keindahan alam maha indah, konon Khidir pernah mengujar hakikat rahasia kehidupan akan Musa lantas semayam di luas segala samudra itu. Dan siapa ingin beroleh berkah laduni maka harus ajeg dalam sholawat dan salam, wasila dan doa yang selalu lapar untuk dipanjatkan.
Hari beranjak kelam-malam yang menggetarkan-gelap yang selalu magis akan gulir waktu. Masih ada kehidupan dipenghujung malam.
Tanpa sadar aku mengenggam butiran pasir putih lantas kutaburkan pada perjamuan angin dengan mata tertutup.
***
Rumah itu menghadap ke arah laut. Sepi sekali, hanya beberapa kawanan anjing tampak berseliweran di halaman rumah itu. Mataku menangkapnya lamat-lamat dari jarak yang tak begitu jauh. Selintas kemudian seorang perempuan berkalung surban keluar dari rumah itu dengan selembar daun berjejar menampung makanan bagi anjing-anjing yang lapar.
Sepertinya hal itu sudah menjadi kebiasaan perempuan berkalung surban tersebut, terlihat dari beberapa anjing yang lantas mengikuti langkah perlahan perempuan itu di belakangnya. ‘persahabatan yang tak lazim’. Gumamku. Tapi bagaimana mungkin aku tidak terusik akan romansa yang tak biasa aku menemukannya. Mataku tak pernah lepas menangkap setiap desir peristiwa yang bermain-main dalam akal dan anganku, aku coba mendekati mereka bahkan sangat dekat, mencoba mencari jawab dalam celah-celah sepi.
“Selamat malam” aku menyapanya dengan ringan, seringan angin meniup malam yang menjadikan dingin. Seperti perempuan itu hanya menemukan aku dalam suara saja, Dia terlihat lebih menikmati memberi makan seekor anjing dengan menaruh makanan di tangannya yang indah daripada memuliakan seorang tamu.
“Assalamu’alaikum” aku coba mengulang sapaku dengan kalimat wajib, tapi sedikitpun perempuan itu tak terhentak akan kehadiranku.
“Maaf, aku datang sebagai anjing yang berpijak dikegelapan purna dan aku mencari jejakku di bulan pada hijrah pada tubir mi’raj menemu surga di dadamu” Tiba-tiba anjing-anjing itu melesat begitu saja, menuju goa dari karang yang terkikis ombak; tempat mereka mengistirahkan jiwanya pada malam. Dadaku berdegup kencang tapi tak kumengerti adanya.
“Biarkan hanya sunyi dalam keheningan jiwaku, seperti denting doa tak kumengerti makin kalap kurapalkan sunyilah menandaskan detik air mata di tetes waktu” perempuan berkalung surban itu menundukkan pandangannya dariku lantas meneteskan airmata dalam doa. Entahlah peristiwa apa yang sedang terjadi di hadapanku ini, aku tidak berani menebaknya. “Sekalipun aku tak pernah menerima tamu laki-laki malam hari, pulanglah kembalilah besok pagi!”
“Maaf, aku tidak mengerti maksud anda”
“Aku pelacur”
“Apa?!”
“Ya, akulah pelacur yang merindu surga”
Aku diam sesaat, mencoba menguasai badai dalam dada. Aku tidak pernah menyangka bahwa perempuan yang ada dihadapanku sekarang adalah perempuan sinting yang beberapa tahun lalu diasingkan oleh warga “Kampung Nelayan” karena ketidakwarasannya. Seperti yang sering dibicarakan banyak warga ‘dia perempuan sinting yang ingin masuk surga dengan jalan pintas dengan berteman anjing dan selalu berharap menjadi seorang pelacur’. Ah, aku semakin tidak mengerti apa yang sebenarnya ada dalam benak perempuan itu; jika memang opini warga itu benar adanya. Bukankah anjing dan pelacur adalah sama-sama mahluk najis, lantas jalan pintas mana yang akan membawanya menuju surga. Atau memang benar adanya bahwa perempuan ini memang benar-benar sinting. Tapi?.
“Apa yang merubahmu serta merta menjadi beku?” sentak perempuan itu melumerkan anganku.
“Entahlah!” jawabku.
“Selain kedatanganmu malam ini sama sekali tidak aku harapkan, tanpa kamu sadari kamu telah mengganjal langkahmu sendiri untuk menuju surga”
“Sungguh aku tidak mengerti. Tapi apa yang telah aku lakukan hingga aku harus tertatih menuju surga? Sementara kamu sedari tadi hanya berteman anjing dan aku hendak bersilaturrahmi padamu, apa aku salah”.
“Tidakkah kamu pernah mendengar bahwa Rasulullah pernah bersabda barang siapa yang memutus harapan orang yang datang kepadamu maka Allah akan memutus harapannya pada hari kiamat dan tidak akan masuk surga. Benar apa yang kamu ucapkan bahwa aku sedari tadi hanya berteman anjing. Ya, anjing-anjing itulah yang datang ke gubuk ini setiap malam dan berharap akulah satu-satunya orang yang mau menyediakan makan bagi dia dan engkau tiba-tiba datang dan memutus harapan anjing-anjing yang kelaparan itu di hadapanku”.
“Tapi dia hanya seekor anjing” sergahku
“Meskipun dia hanya seekor anjing. Bukankah Allah tidak menciptakan sesuatu dengan kesiaan”.
“Baiklah jika anjing adalah jalanmu menuju surga, sungguh aku mintak maaf”
“Maaf untuk apa”
“Untuk diri sendiri yang datang tanpa rupa dan bentuk, maaf untuk diri sendiri yang datang tanpa jelma tanpa cahaya dalam ketakberjasadanmu; juga anjing yang meleburkanmu dalam tafsir hijabku, juga maaf untuk keterjebakanku yang nian absurd menamaimu”
“Sampaikan maaf itu pada lapis langit, jelmakan rintik hujan yang melebur segala kata yang membingkis risalah magis kalbu, biar segala keheningan mengantarmu-mengantarku akan surga”. Perempuan itu lantas masuk ke dalam rumahnya. Ah, mungkin rumah itu lebih pantas disebut gubuk karena memang tidak pantas disebut rumah. Dan aku kembali menepi pada pantai.
Malam selaksa jauh mengantarku akan suatu yang tak pernah terduga sebelumnya. Embun serasa menyusup pada sunyi secara pelahan, daun-daun menampung angin yang semakin risuk meluruhkan waktu.
Waktu seakan demikian singkat, aku tak tidur sedetikpun malam ini, tak terasa hari telah berganti sementara aku masih terpaku berdiri di tepi laut sebagimana hari-hari kemarin, tapi hari ini serasa lain. Aku selalu berpikir tentang apa yang aku alami malam ini, tentang kawanan anjing dan pelacur berkalug surban itu, juga pertemuanku yang secara tiba-tiba dengan mereka dan aku menamaiku sebagai anjing.
Dari kejauhan diam-diam aku selalu pandangi gubuk itu. Ya, gubuk seorang perempuan yang saat ini masih bermain-main dalam realitas pikiranku.
***
Hampir setiap fajar aku berdiri di tepi pantai menghadap ke arah timur menyongsong matahari terbit, menyongsong keindahan yang menggetarkan batin. Aku kembali membuka hari dalam Bismillah dalam mata yang sejenak terpejamkan akan taqdir perjalanan hari-hariku.
Fajar ini dalam sujud panjangku, aku seolah menandaskan keyakinanku bahwa orang-orang yang berjiwa muthma’innah-lah yang akan mendapat kemuliaan. Tapi sejak malam saat aku bertemu dengan perempuan berkalung surban itu, seolah Ia talah mencuri sebagian ketenanganku dan mungkin aku tidak akan pernah merasa tenang jika tak mengambilnya kembali dari jiwa perempuan itu.
Matahari sepenggalah, burung-burung kembali mengitari laut dan juga para nelayan mulai memaknai hari di teriknya cahaya matahari di tengah derasnya gelombang. Ah, aku kembali teringat ucapan perempuan itu ‘Sekalipun aku tak pernah menerima tamu laki-laki malam hari, pulanglah kembalilah besok pagi!’. Demi waktu aku pun telah bersumpah akan menemukan kembali ketenangan hidupku seperti sebelum aku bertemu dengan perempuan itu.
***
Aku kembali menatap lekat rumah yang selalu sepi itu, berharap dapat menemukan kembali perempuan semalam, aku menunggu hingga fajar menjelang tapi nihil.
Tujuh atau mungkin delapan ekor anjing tiba-tiba menjelma di hadapanku, matanya nyalang seakan berharap sesuatu padaku namun sulit untuk aku terjemahkan. Dalam hati aku berkata sendiri ‘andai akulah orang yang diharapkan kawanan anjing itu maka apa pun yang tergurat dalam benaknya aku akan berusaha mewujudkannya semata-mata untuk tidak memutus harapan akan keberadaannya di hadapaku saat ini’. Tiba-tiba kawanan anjing itu lenyap ke dasar jiwaku bersamaan dengan kilatan cahaya yang kemilaunya menghentak tak terhingga. Tubuhku bergetar hebat menerimanya hingga aku tak sadarkan diri akan siapa aku yang sesungguhnya. Seakan-akan aku telah lenyap entah kemana dan aku seolah bukanlah aku yang sesungguhnya dan keinginan untuk mencari perempuan itu semakin kuat bak gelombang tak terbendung.
Aku mencari perempuan itu di segala penjuru mata angin dan tak tahu jua adanya, sampai batas akhirnya aku terhenti di selembar daun kering bekas tadah makananan anjing tempat perempuan itu memberi harapan bagi anjing-anjing yang kelaparan. Aku menjilatinya dalam munajah dalam cinta yang luar biasa nikmatnya sampai-sampai aku ekstase.“duh, Tuhan dimana pelacur yang memberi ketenangan pada anjing-anjing yang kelaparan”.
***
Aku kembali ke tepi pantai menyaksikan ribuan burung mengitari lautan maha luas, angin mengantar gulungan ombak menerpa kakiku; aku basah jiwa raga, kudesiskan kesangsianku pada angin yang membawa bianglala yang mulai menggambar langit. Aku berdiri terpanah menangkap matahari tenggelam dan aku pun tenggelam dalam bongkahan karang yang terkikis ombak, dan aku pun tafakur dan bersujud.
Dalam sujud panjangku; seorang lelaki tak ku kenal dalam tubuh penuh cahaya berujar salam lantas menuntun langkahku dalam Bismillah.
“Aku akan mengajakmu dalam perjalanan panjang”
“Kemana?”
“Menuju doamu, menuju kesempurnaan iman. Bukankah itu yang selalu kau panjatkan, ketika engkau berdiri di tepi laut saat matahari mulai tenggelam?”
“Apakah Kau…?”
“Jangan bertanya apa-apa padaku. Karena aku hanyalah jawaban dari kesabaran, tawakal dan keikhlasanmu dalam menjalani hidup. Aku hanya ingin menyampaikan beberapa hal padamu:
jangan biarkan hatimu larut dalam kesedihan
dan menyesal atas sesuatu kegagalan
jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan
perbanyaklah berdzikir dan berdoa kepada Allah
jangan ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah
bersatulah karena Allah dan berpisahlah karena Allah
jangan mempunyai musuh
kecuali dengan iblis atau syetan
sering-seringlah engkau bangun di penghujung malam
istighfarlah engkau kepada Allah
dan perbanyaklah bershalawat kepada Nabi
selalu ingat akan saat kematian
sadarlah bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan sementara
maafkan orang lain yang berbuat salah kepadamu jangan dendam
dan jangan ada keinginan membalas kejahatan dengan kejahatan
jangan benci kepada orang yang membencimu
jangan sombong
ringankan beban orang lain
dan tolonglah mereka yang mendapatkan kesulitan
jangan melukai hati orang
jadilah manusia yang bermanfaat bagi sesama
waspadalah akan setiap ujian, cobaan, godaan dan tantangan
jangan lari dari kenyataan hidup
yakinlah bahwa setiap kebajikan akan melahirkan kebaikan
dan setiap kejahatan akan melahirkan kerusakan
jangan bahagia di atas penderitaan orang
dan jangan kaya dengan memiskinkan orang lain
yakinlah bahwa Allah akan meminta pertangungjawaban bagi setiap hambanya
di akhirat kelak tentang apa yang telah dilakukannya selama di dunia”.
Laki-laki itu lantas menghilang seperti nyala lilin tertiup angin, dan aku tak pernah benar-benar kembali dalam sujud panjangku. Aku telah lenyap.**
Lamongan, 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Sabtu, 01 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar