Senin, 24 November 2008

Laki-laki dari Pulau Salju

AS Sumbawi

Sebagai seorang laki-laki, sebenarnya berapa teman perempuan anda? Hanya beberapa. Atau sepuluh. Seratus. Seribu. Barangkali seratus ribu dua ratus lima puluh enam. Tak terhitung. Ya, terserah berapa anda menyebutkan. Akan tetapi, Saya pasti akan meragukan jika anda mengatakan bahwa teman perempuan anda sebanyak jumlah perempuan yang hidup di dunia sekarang ini. Apakah benar demikian?!

Berarti anda juga berteman dengan perempuan yang disebut pelacur, artis film porno, perempuan pijat plus, pengemis, gelandangan, perempuan panti jompo, pengidap HIV/AIDS, perempuan abnormal baik fisik maupun mental, perempuan jalang, perempuan yang dianugerahi wajah yang tidak menarik dan lain-lainnya. Saya pasti akan bersyukur jika memang demikian. Dan menurut Saya, hal itu merupakan ide yang sungguh baik sekali.

Berbicara tentang teman perempuan, bagi Saya akan memunculkan pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Kalau anda menyangka bahwa selama ini Saya hidup sendirian di dalam goa yang dingin, gelap, dan mencekam atau hidup seperti Tarzan di hutan bersama para binatang, anda sepenuhnya keliru. Kenyataannya Saya hidup normal. Sebagai makhluk dengan naluri gregoriousness, Saya hidup bermasyarakat. Saya tidak anti sosial. Tidak berpandangan bahwa neraka adalah orang lain. Saya pun kerap terlihat berkomunikasi dengan perempuan.

Di samping itu, sejak dari SD sampai Universitas, Saya sekelas juga dengan para perempuan. Bahkan pernah duduk berdua dengan beberapa dari mereka. Akan tetapi, Saya menganggap mereka bukan teman-teman Saya. Mereka tak lebih seorang asing yang kerap bertemu dengan Saya yang berbicara. Saya pun bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka meskipun seperlunya saja yang kemudian berakhir dengan kepergian mereka meninggalkan Saya. Karena dasar Saya yang tidak bisa beramah-ramah dengan mereka, beberapa di antara mereka diam-diam memberikan julukan laki-laki dingin atau laki-laki dari pulau salju atau The Ice Man kepada Saya. Dan karena mereka mampu bersuara hingga menembus telinga pendengarnya, maka teman laki-laki Saya kadang-kadang menyebut julukan itu kepada Saya dalam olok-olok dan canda.

Kalau anda menyangka selama ini Saya akrab dengan laki-laki, Saya mengiyakannya. Akan tetapi, Saya pasti akan menolak mentah-mentah jika anda mengatakan bahwa Saya seorang gay. Tidak. Sekali tidak. Sebaiknya anda cepat-cepat mengunci pikiran dan mulut anda sebelum terlambat.

Baiklah. Saya terima julukan-julukan semacam itu. Laki-laki dingin atau laki-laki dari pulau salju atau The Ice Man, Saya masa bodoh. Asal tidak laki-laki tanpa syahwat. Saya pasti akan marah. Karena hal itu berarti penolakan terhadap keberadaan Saya sebagai manusia. Juga asal tidak laki-laki tanpa cinta, Saya paling sebel dibilang seperti itu. Karena pada kenyataannya, Cupid, si bocah bersayap yang dianggap sebagai dewa cinta itu beberapa kali terbang datang kepada Saya dengan busur dan anak panah. Menembus jantung Saya. Menjadikan Saya jatuh cinta kepada beberapa perempuan. Akan tetapi, Saya tak pernah berkekasihan dengan mereka. Bukan sebab mereka menolak, melainkan Saya sendiri yang tak pernah mengungkapkan perasaan cinta Saya kepada mereka. Karena hal itu, seorang teman mengatakan bahwa Saya pecinta sejati.

Sebenarnya, Saya termasuk laki-laki yang mudah sekali tertarik kepada perempuan. Setiap kali melihat perempuan cantik, segera hati Saya tertawan. Entah. Sampai sekarang sudah berapa puluh atau ratus atau ribu jumlahnya perempuan yang membuat Saya tertarik kepadanya. Akan tetapi, sebentar kemudian Saya sudah lupa ketika mereka hilang dari pandangan mata Saya. Dan Saya tak pernah benar-benar mempunyai keinginan untuk menemui mereka.

Kemudian entah sejak kapan, Saya kerap merasa aneh dengan anggapan Saya ketika melihat dua atau tiga atau empat orang perempuan yang berjalan bersama. Dalam pandangan Saya, seorang perempuan akan kelihatan lebih cantik ketika bersama dengan teman perempuannya daripada kalau berjalan sendirian. Pada saat itu, di depan Saya tiba-tiba muncul sesosok perempuan ideal, yang tak lain adalah gabungan dari dua atau tiga atau empat orang perempuan itu. Mereka saling menutupi kelemahan masing-masing. Dan barangkali perempuan itu yang Saya jatuh cinta kepadanya.

Lantas pada malam harinya saat rebah di punggung kasur, Saya sering mengajak perempuan itu berbicara dan bermain. Bercanda dan tertawa. Berpacaran dan berkekasihan. Karena Saya sering tidak terkontrol dalam bersuara, seorang teman laki-laki pernah memergoki Saya.

"Apa yang kaulakukan?! Kau gila, ya," katanya kepada Saya yang tengah tertawa terpingkal-pingkal karena perempuan itu bercerita tentang sesuatu yang lucu. Tentu saja, Saya kaget. Dan hancurlah suasana yang terbangun di antara Saya dan perempuan itu.
"Tertawa nggak karuan. Kalau ada temannya nggak masalah. Kalau sendirian bisa bahaya," kata teman Saya lagi.
"Siapa bilang nggak ada temannya," kata Saya.
"Jin temannya," kata teman Saya kemudian pergi dengan geleng-geleng kepala.

Sejak saat itu, beredar kabar di antara teman laki-laki Saya, bahwa rupanya selama ini Saya telah menjalin cinta. Bukan dengan perempuan dari bangsa manusia, melainkan dari bangsa jin. Dan yang keterlaluan adalah bahwa jodoh Saya adalah perempuan dari bangsa jin.

Waton njeplak cangkeme, umpat Saya. Dongkol. Tentu Saya dongkol. Bukankah manusia diciptakan berpasang-pasangan. Laki-laki dan perempuan.
Kemudian ada di antara mereka yang mengatakan bahwa selama ini Saya berpacaran dengan perempuan bayangan Saya. Diam-diam Saya tersenyum.
*

Suatu hari ada perempuan yang mengungkapkan perasaan cinta kepada Saya. Perempuan itu bernama Nalia. Dan apa yang ada pada dirinya membuat Saya tertarik. Kulitnya yang putih bersinar, rambut hitamnya yang panjang dan halus, bulu matanya melengkung, hidungnya yang mancung, bibirnya yang merah dan sedikit tebal, serta dagunya yang lancip, plus tubuhnya yang langsing, terawat, dan sehat terpadu rapi menampakkan sebuah kecantikan. Akan tetapi, seperti pertemuan dengan perempuan-perempuan lainnya yang menarik Saya, setelah Nalia hilang dari pandangan mata, Saya lupa padanya. Dan Saya tak pernah benar-benar mempunyai keinginan untuk mengerami cinta di dadanya.

Dulu, Saya dan Nalia kerap bertemu dan berbicara di kampus. Juga duduk berdua. Dan kira-kira sebulan belakangan ini Nalia tampak mencoba menghindar dari Saya. Biar saja, pikir Saya.

Ketika bertemu di mana Saya dan Nalia saling bertatapan mata, Saya kerap menemukan sorot mata itu. Entahlah. Namun lebih jelasnya bahwa sorot mata itu membuat Saya menduga bahwa Nalia mencintai Saya. Dan kedatangan surat cinta dari Nalia yang dititipkan lewat teman Saya membuat dugaan Saya menjadi nyata. Nalia memang mencintai Saya.

Setelah membaca surat itu, Saya ingin segera bertemu dengan Nalia. Namun, karena malam itu adalah malam di hari terakhir ujian semester ganjil yang setelah itu banyak mahasiswa yang pulang, termasuk juga Nalia, maka Saya harus menunggu.
Sebenarnya kalau mau, Saya bisa menelepon atau mengirim SMS. Akan tetapi, apakah pantas untuk hal seperti itu, pikir Saya.

Hampir tiap malam ketika rebah di punggung kasur, bayangan Nalia muncul tersenyum dan menyapa. Kemudian Saya mengajak dia berbicara dan bermain. Bercanda dan tertawa. Menyanyi dan menari. Sementara surat cinta dari Nalia yang lungset akibat terlalu sering Saya baca itu tergeletak di punggung kasur tanpa daya.
*

Pagi itu Saya bertemu Nalia lagi di kampus. Dia sedang membaca daftar nilai yang terpampang di papan pengumuman. Ketika saling bertatapan, Saya lihat sorot mata itu. Terpendam begitu lama.
Saya ajak Nalia duduk di bawah rerindangan pohon yang cukup sepi dari mondar-mandir mahasiswa.

"Apa kabarmu?" kata Nalia membuka percakapan setelah saling terdiam beberapa saat.
"Baik. Kau?"
"Hem…, baik juga," kata Nalia kemudian tertawa. Suasana tenang kembali.
"Bagaimana nilaimu?" kata Nalia.
"Belum lihat. Kau?"
"Lumayan," Nalia tersenyum. Saya dan Nalia terdiam beberapa saat.
"Nalia,… ehm, suratmu,… kemarin...," Saya diam sejenak. Dua jenak. Cukup lama.
"Hem."
"Nalia. Benar suratmu kemarin, ehm,…."
Tiba-tiba Nalia bangkit sembari mengelakkan tangan Saya yang hendak memegang tangannya.
"Kau bangsat. Katakan saja, kau tak mencintaiku. Dan pergilah kepada perempuan idealmu itu."
"Nalia…"
"Laki-laki pengecut!!!"
"Nalia, apa…"
"Lihat kakimu. Lihatlah!!!" tunjuk Nalia. "Kau berpijak di tanah. Bagaimana kau bisa hidup di awang-awang?! Bercinta dengan bayang-bayang. Ini dunia. Realita. Bukan lamunan. Alam mimpi. Khayalan."
"Apa maksudmu, Nalia."
"Apa maksudmu, Nalia, heh!? Kau ini gila. Ganjil. Sakit. Abnormal. Kau tidak pantas hidup di dunia ini." Saya diam ternganga. Melihat pipi Nalia berlumuran air mata.
"Aku tahu, kau juga mencintaiku. Tapi, kau menolaknya. Dan itu adalah karena kau hidup di dunia orang-orang sinting." Nalia bergegas pergi.

Saya diam dengan pikiran berguling-gulingan. Seluruh perkataaan Nalia masih lekat dalam memori Saya. Benarkah Saya gila? Ganjil? Sakit? Abnormal? Dan tidak pantas hidup di dunia ini?!
Saya berlari memanggil Nalia. Ingin bicara dengannya. (*) 2006

Untukmu:
(maafkan aku,
jika pernah lebih mencintai
bayang-bayang yang kuciptakan
dari dirimu.)

Ket:
Waton njeplak cangkeme : asal bicara saja mulutnya.
Neraka adalah orang lain; merupakan pandangan eksistensialisme Sartre.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae