AS Sumbawi
Sebagai seorang laki-laki, sebenarnya berapa teman perempuan anda? Hanya beberapa. Atau sepuluh. Seratus. Seribu. Barangkali seratus ribu dua ratus lima puluh enam. Tak terhitung. Ya, terserah berapa anda menyebutkan. Akan tetapi, Saya pasti akan meragukan jika anda mengatakan bahwa teman perempuan anda sebanyak jumlah perempuan yang hidup di dunia sekarang ini. Apakah benar demikian?!
Berarti anda juga berteman dengan perempuan yang disebut pelacur, artis film porno, perempuan pijat plus, pengemis, gelandangan, perempuan panti jompo, pengidap HIV/AIDS, perempuan abnormal baik fisik maupun mental, perempuan jalang, perempuan yang dianugerahi wajah yang tidak menarik dan lain-lainnya. Saya pasti akan bersyukur jika memang demikian. Dan menurut Saya, hal itu merupakan ide yang sungguh baik sekali.
Berbicara tentang teman perempuan, bagi Saya akan memunculkan pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Kalau anda menyangka bahwa selama ini Saya hidup sendirian di dalam goa yang dingin, gelap, dan mencekam atau hidup seperti Tarzan di hutan bersama para binatang, anda sepenuhnya keliru. Kenyataannya Saya hidup normal. Sebagai makhluk dengan naluri gregoriousness, Saya hidup bermasyarakat. Saya tidak anti sosial. Tidak berpandangan bahwa neraka adalah orang lain. Saya pun kerap terlihat berkomunikasi dengan perempuan.
Di samping itu, sejak dari SD sampai Universitas, Saya sekelas juga dengan para perempuan. Bahkan pernah duduk berdua dengan beberapa dari mereka. Akan tetapi, Saya menganggap mereka bukan teman-teman Saya. Mereka tak lebih seorang asing yang kerap bertemu dengan Saya yang berbicara. Saya pun bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka meskipun seperlunya saja yang kemudian berakhir dengan kepergian mereka meninggalkan Saya. Karena dasar Saya yang tidak bisa beramah-ramah dengan mereka, beberapa di antara mereka diam-diam memberikan julukan laki-laki dingin atau laki-laki dari pulau salju atau The Ice Man kepada Saya. Dan karena mereka mampu bersuara hingga menembus telinga pendengarnya, maka teman laki-laki Saya kadang-kadang menyebut julukan itu kepada Saya dalam olok-olok dan canda.
Kalau anda menyangka selama ini Saya akrab dengan laki-laki, Saya mengiyakannya. Akan tetapi, Saya pasti akan menolak mentah-mentah jika anda mengatakan bahwa Saya seorang gay. Tidak. Sekali tidak. Sebaiknya anda cepat-cepat mengunci pikiran dan mulut anda sebelum terlambat.
Baiklah. Saya terima julukan-julukan semacam itu. Laki-laki dingin atau laki-laki dari pulau salju atau The Ice Man, Saya masa bodoh. Asal tidak laki-laki tanpa syahwat. Saya pasti akan marah. Karena hal itu berarti penolakan terhadap keberadaan Saya sebagai manusia. Juga asal tidak laki-laki tanpa cinta, Saya paling sebel dibilang seperti itu. Karena pada kenyataannya, Cupid, si bocah bersayap yang dianggap sebagai dewa cinta itu beberapa kali terbang datang kepada Saya dengan busur dan anak panah. Menembus jantung Saya. Menjadikan Saya jatuh cinta kepada beberapa perempuan. Akan tetapi, Saya tak pernah berkekasihan dengan mereka. Bukan sebab mereka menolak, melainkan Saya sendiri yang tak pernah mengungkapkan perasaan cinta Saya kepada mereka. Karena hal itu, seorang teman mengatakan bahwa Saya pecinta sejati.
Sebenarnya, Saya termasuk laki-laki yang mudah sekali tertarik kepada perempuan. Setiap kali melihat perempuan cantik, segera hati Saya tertawan. Entah. Sampai sekarang sudah berapa puluh atau ratus atau ribu jumlahnya perempuan yang membuat Saya tertarik kepadanya. Akan tetapi, sebentar kemudian Saya sudah lupa ketika mereka hilang dari pandangan mata Saya. Dan Saya tak pernah benar-benar mempunyai keinginan untuk menemui mereka.
Kemudian entah sejak kapan, Saya kerap merasa aneh dengan anggapan Saya ketika melihat dua atau tiga atau empat orang perempuan yang berjalan bersama. Dalam pandangan Saya, seorang perempuan akan kelihatan lebih cantik ketika bersama dengan teman perempuannya daripada kalau berjalan sendirian. Pada saat itu, di depan Saya tiba-tiba muncul sesosok perempuan ideal, yang tak lain adalah gabungan dari dua atau tiga atau empat orang perempuan itu. Mereka saling menutupi kelemahan masing-masing. Dan barangkali perempuan itu yang Saya jatuh cinta kepadanya.
Lantas pada malam harinya saat rebah di punggung kasur, Saya sering mengajak perempuan itu berbicara dan bermain. Bercanda dan tertawa. Berpacaran dan berkekasihan. Karena Saya sering tidak terkontrol dalam bersuara, seorang teman laki-laki pernah memergoki Saya.
"Apa yang kaulakukan?! Kau gila, ya," katanya kepada Saya yang tengah tertawa terpingkal-pingkal karena perempuan itu bercerita tentang sesuatu yang lucu. Tentu saja, Saya kaget. Dan hancurlah suasana yang terbangun di antara Saya dan perempuan itu.
"Tertawa nggak karuan. Kalau ada temannya nggak masalah. Kalau sendirian bisa bahaya," kata teman Saya lagi.
"Siapa bilang nggak ada temannya," kata Saya.
"Jin temannya," kata teman Saya kemudian pergi dengan geleng-geleng kepala.
Sejak saat itu, beredar kabar di antara teman laki-laki Saya, bahwa rupanya selama ini Saya telah menjalin cinta. Bukan dengan perempuan dari bangsa manusia, melainkan dari bangsa jin. Dan yang keterlaluan adalah bahwa jodoh Saya adalah perempuan dari bangsa jin.
Waton njeplak cangkeme, umpat Saya. Dongkol. Tentu Saya dongkol. Bukankah manusia diciptakan berpasang-pasangan. Laki-laki dan perempuan.
Kemudian ada di antara mereka yang mengatakan bahwa selama ini Saya berpacaran dengan perempuan bayangan Saya. Diam-diam Saya tersenyum.
*
Suatu hari ada perempuan yang mengungkapkan perasaan cinta kepada Saya. Perempuan itu bernama Nalia. Dan apa yang ada pada dirinya membuat Saya tertarik. Kulitnya yang putih bersinar, rambut hitamnya yang panjang dan halus, bulu matanya melengkung, hidungnya yang mancung, bibirnya yang merah dan sedikit tebal, serta dagunya yang lancip, plus tubuhnya yang langsing, terawat, dan sehat terpadu rapi menampakkan sebuah kecantikan. Akan tetapi, seperti pertemuan dengan perempuan-perempuan lainnya yang menarik Saya, setelah Nalia hilang dari pandangan mata, Saya lupa padanya. Dan Saya tak pernah benar-benar mempunyai keinginan untuk mengerami cinta di dadanya.
Dulu, Saya dan Nalia kerap bertemu dan berbicara di kampus. Juga duduk berdua. Dan kira-kira sebulan belakangan ini Nalia tampak mencoba menghindar dari Saya. Biar saja, pikir Saya.
Ketika bertemu di mana Saya dan Nalia saling bertatapan mata, Saya kerap menemukan sorot mata itu. Entahlah. Namun lebih jelasnya bahwa sorot mata itu membuat Saya menduga bahwa Nalia mencintai Saya. Dan kedatangan surat cinta dari Nalia yang dititipkan lewat teman Saya membuat dugaan Saya menjadi nyata. Nalia memang mencintai Saya.
Setelah membaca surat itu, Saya ingin segera bertemu dengan Nalia. Namun, karena malam itu adalah malam di hari terakhir ujian semester ganjil yang setelah itu banyak mahasiswa yang pulang, termasuk juga Nalia, maka Saya harus menunggu.
Sebenarnya kalau mau, Saya bisa menelepon atau mengirim SMS. Akan tetapi, apakah pantas untuk hal seperti itu, pikir Saya.
Hampir tiap malam ketika rebah di punggung kasur, bayangan Nalia muncul tersenyum dan menyapa. Kemudian Saya mengajak dia berbicara dan bermain. Bercanda dan tertawa. Menyanyi dan menari. Sementara surat cinta dari Nalia yang lungset akibat terlalu sering Saya baca itu tergeletak di punggung kasur tanpa daya.
*
Pagi itu Saya bertemu Nalia lagi di kampus. Dia sedang membaca daftar nilai yang terpampang di papan pengumuman. Ketika saling bertatapan, Saya lihat sorot mata itu. Terpendam begitu lama.
Saya ajak Nalia duduk di bawah rerindangan pohon yang cukup sepi dari mondar-mandir mahasiswa.
"Apa kabarmu?" kata Nalia membuka percakapan setelah saling terdiam beberapa saat.
"Baik. Kau?"
"Hem…, baik juga," kata Nalia kemudian tertawa. Suasana tenang kembali.
"Bagaimana nilaimu?" kata Nalia.
"Belum lihat. Kau?"
"Lumayan," Nalia tersenyum. Saya dan Nalia terdiam beberapa saat.
"Nalia,… ehm, suratmu,… kemarin...," Saya diam sejenak. Dua jenak. Cukup lama.
"Hem."
"Nalia. Benar suratmu kemarin, ehm,…."
Tiba-tiba Nalia bangkit sembari mengelakkan tangan Saya yang hendak memegang tangannya.
"Kau bangsat. Katakan saja, kau tak mencintaiku. Dan pergilah kepada perempuan idealmu itu."
"Nalia…"
"Laki-laki pengecut!!!"
"Nalia, apa…"
"Lihat kakimu. Lihatlah!!!" tunjuk Nalia. "Kau berpijak di tanah. Bagaimana kau bisa hidup di awang-awang?! Bercinta dengan bayang-bayang. Ini dunia. Realita. Bukan lamunan. Alam mimpi. Khayalan."
"Apa maksudmu, Nalia."
"Apa maksudmu, Nalia, heh!? Kau ini gila. Ganjil. Sakit. Abnormal. Kau tidak pantas hidup di dunia ini." Saya diam ternganga. Melihat pipi Nalia berlumuran air mata.
"Aku tahu, kau juga mencintaiku. Tapi, kau menolaknya. Dan itu adalah karena kau hidup di dunia orang-orang sinting." Nalia bergegas pergi.
Saya diam dengan pikiran berguling-gulingan. Seluruh perkataaan Nalia masih lekat dalam memori Saya. Benarkah Saya gila? Ganjil? Sakit? Abnormal? Dan tidak pantas hidup di dunia ini?!
Saya berlari memanggil Nalia. Ingin bicara dengannya. (*) 2006
Untukmu:
(maafkan aku,
jika pernah lebih mencintai
bayang-bayang yang kuciptakan
dari dirimu.)
Ket:
Waton njeplak cangkeme : asal bicara saja mulutnya.
Neraka adalah orang lain; merupakan pandangan eksistensialisme Sartre.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar