Sajak-Sajak Ginanjar Rahadian

http://www.lampungpost.com/
the dew poet

embun tak pernah mengeluh pada subuh
pada tetanah yang mengubur tanam jasadnya
impian-impian kabur, nasihat angin yang siur
tentang negeri laut tempat kapal melumut-
lumat biru ombak serta kuning pesisir
embun adalah sanak hujan
sanak ikan-ikan di kolam perawan
berkali jatuh di kedalaman kesedihan
embun adalah warna airmata
warna cahaya yang menguncupkan pelangi
sebagai maria di babad isa

nus, 2008



lelaki pemahat angin

dengan tangan terbakar
lempengan matahari
ia memahat angin
menjadi patung tanpa lengan
tanpa kaki dan kepala
untuk upacara sekawanan serigala
lelaki itu adalah pendoa
matanya meraba cahaya
tangan kikirnya meneluh satir
sembilan matahari dan bulan
di rahim waktu yang pisau
lelaki itu adalah aku
menyalakan dupa di pusara sendiri

nus, 2008



sajak cahaya

sebelum pagi kuncup di timur
bibir doaku telah melangit jauh
menjadi kaki angin peziarah
menatah tatih jalan
juga curam jurang
pertemuan paling barat
kekasih, seribu jarum telah kutanam
di dada matahari
rindu memotong-motong waktu
memajang kelahiran mawar di rahim kepala
sebagai cahaya
kadang terang kadang meremang
hingga di ujung tangan pisau
darah hijau menyungai gairah
perjumpaan berulang

nus, 2008



epik malam hujan

jeritan siapa di luar sana
seorang penyair berkawan pena
menulis di rumah janda tua
yang tak tahu cara memintal cuaca
"bukan cinta yang kuberikan rupanya"
perempuan itu menangis
minta dibuntingi hujan
dikalungkan teratai
dalam basah sajak-sajak badai
tanggal berlepasan
almanak membadai di lantai
waktu telah begitu jarum
sedang kata-kata masih larung
dituliskan sayap sembrani

nus, 2008



ruri blues

betapa parah dan basah
ketika sepasang alismu
mengirimkan gerimis halus
pada tetubuh ringkihku
blus kecokelatan yang kau pakai
adalah taman bunga rampai
sebagai sesinggah para kelana
merebah segala lelah langkah
antara jarak menuju kota matahari
ruri, aku bukan peziarah
aku tikus yang ingin menjelajah
paha hutan yang perawan
menggigit gingsul remang senyummu
dengan doa-doa tersulut
bara keyakinan airmata batu

nus, 2008



bulan pecah di wajahmu
:Rizqi Nur Amalliah

senja memberat di tangan baratku
dan namamu semakin luruh di rumah
jantung kiriku
seperti bulan
separuh senyummu menggantung
di langit mataku
memahat lukisan maria di nisan-
nisan jalan
tubuhku adalah patung
berkali diguyur hujan
melumut hijau juga
lumar cahaya kunang-kunang
aku pelamar cuaca
yang kau jatuhkan dalam detik
hikayat dewa-dewa
aku yang kenang
dan kau yang datang
mengucap-ucap salam
di depan pintu ingatan
pajajaran yang rindang
senja memberat di tangan baratku
dan namamu semakin luruh di rumah
jantung kiriku

nus, 2008



efa 2

sepakati saja
bahwa dada kita sama terbelah
mata menyungai darah
senantiasa angin menunjuk arah
peta kening yang memerah
luka-luka meriap di sekujur tubuh
segaris nasib patah
mencipta peluh yang gaduh
adalah ikatan tak terputus
tangis serta rintih
efa, mari melepas lengan sangsai
kenduri mata air kita ternoda nila
samsara yang menganak-ibu
di bujur suara yang parau

nus, 2008