Selasa, 21 Oktober 2008

TINDIHAN TANDAS

KRT. Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-indonesia.com/

Tiada yang bertanda benalu
Tatkala hayat menderai ke hulu
Masih gemulung rahmat terakhir
Pada papasan yang tergulir.


Sahabat Sandra yang teliti.
Coraknya masih seperti apa yang pernah kuutarakan dulu. Beberapa rekan pengajar akademi mengatakan, kalau naskah ceramah ilmiah di Seminar Kelana ini terlampau kering jadinya. Aku menghela nafas. Beberapa kali kutanyakan kepada Retno yang mengetahui secara pasti, berapa orang pesertanya, berapa anggaran yang berhasil ditekan. Tahun lalu, aku benar-benar perih. Gaji tiga bulan kukorbankan untuk menambal kekurangan yang belum terencana sebelumnya. Nah, pada waktu itu, kuakui, Sandra gagasanmu bagus sekali. Bagaimana kalau Akademi kita memikul biaya seminar yang unik ini?

Sahabat Sandra yang tekun.
Helai-helai makalah itu kemudian kuteliti kembali. Ah, ya, sahabat – sesungguhnya aku merasa sedih, bahwa dalam soal-soal yang berhubungan dengan pemecahan masalah-masalah budaya, maka biasanya jaranglah pemikiran yang gemilang datang. Harus diperlakukan serangkaian diskusi sengit, terpadu dan berkelanjutan, sampai akhirnya ditemukan sebuah kepastian sederhana. Namun demikian, belum ada yang bisa memuaskan para perancang.

Dalam sekali aku isap rokok kretek Cap Gelang yang asapnya melingkar-lingkar dan penyok, sehingga gambaran yang muncul adalah mirip petak persawahan di atas bukit. Dengan nafas landung aku kemudian meletakkan kertas penghabisan, yang sudah penuh coretan. Nah, ada di dalamnya kesalahan-kesalahan tulis yang pantas diberi coretan merah, kemudian di bawahnya ditaruh beberapa perkataan yang merupakan pembetulan. Cara yang tidak aku senangi; karena “keterangan hakikat”, rampung sempurna setelah digoreskan – bukan mencoret-mencoret, yang berkesan kalut itu.

Gulang-gulingan pemikiran manusia acapkali berserabut. Dengan demikian, apa yang muncul ke permukaan adalah sesuatu yang kadang telah melalui siratan dan kepuasan, sedangkan apa yang selebihnya merupakan kemasan-kemasan yang lebih menonjol. Di kala kita berbicara tentang suara batin insani, maka ada yang tersesat atau lepas dari perhatian awali. Maka hendaknya kita mencoba untuk menafsirkan bentangan-bentangan jagat yang tercipta. Bukankah kita adalah sepancar dari keutuhan yang liat? Dengan demikian, kita merasakan wawasan dunia.

Baiklah, kita tengok Matahari di luar. Balkon rumah tua yang bercat putih ini menjadi kuning muda oleh berkas sinar sepenggal. Sedang pohon keluwih yang baru berumur sepuluhtahun menjuntaikan dahan-dahannya yang berwarna lumut, bila angin singgah maka reranting ciliknya meng-obat-abitkan daunnya yang lonjong, dengan pinggiran yang bagai digunting. Seraya menikmati kehangatan pagihari, aku buka kembali buku harian yang telah penuh. Huruf-huruf cetak yang ramai berjumpalitan di dalamnya mengkiaskan tentang lecehan terhadap hidup, yang kekar mencongak. Sedang dalam peradaban kita menyiapkan sangkutan angan.

“Di mana terdapat lompatan, di situ pula ditemukan suatu koreksi. Di mana terdapat tukikan mendalam, ada dekatnya peradaban angan.” Ini bukan kata-kata mutiara, melainkan kebijakan bagi setiap penulis. Kalau ia berupaya untuk mengkiaskan pengharapan, sebaiknya lebih dulu ia sentuh osikan yang menggelepar. Baru dari situ, kerja bisa dimulai, bisa digalang. Bisa ditukikkan semampu hati. Aku mengeluh sedikit. “Sebaiknya, kuajak generasi muda untuk memaafkan segala kekhilafan dari para pendahulunya, agar supaya dengan angkatan kini mampu berkisah tentang Cintanya.” Fitrah yang saya maksudkan ialah: realitas umat.

Seseorang membelah bukit, untuk menggali sumber-budaya yang demikian luhurnya. Ada yang lebih gamblang daripada itu: kiat manusia melebihi ruang dan waktu. Tatkala aku menyambut hangatnya pencar-sinar mentari, mengolak-alik naskah yang hendak kupersembahkan kepada pertemuan kawula muda – aku temukan bintik-bintik yang belang. Antara lain kalimat itu berbunyi begini: “Kehidupan semakin lama semakin membuat kita terancam kebisuan. Mengapakah kita enggan berbicara tentang sikap lugas kita sendiri? Kenapakah kita justru menyembunyikan getaran yang sundul-langit, yang karena tak menemukan arus yang tepat, kemudian menabrak tebing-tebing kesetiaan?” Kenapa kita malahan berusaha merahasiakan lagu-lagu sukmawi, lantaran kita sendiri mempercayai datangnya penebusan dan menutupi sungkup tagihan?

Rasanya, penghidupan yang dilayari Anak Manusia menuju bandar-bandar nan jauh tanpa tepi, tambah memberati tanggungannya. Penawaran buat mengekalkan satu derajat kemanusiaan, di tengah larutnya situasi. Permintaan tentang tampilnya tokoh berbobot di tengah kemelut zaman, seraya memantapkan hak-hidupnya.” Sebagian cendekiawan baru hanya melahirkan kegelisahan.

Apakah yang telah kukatakan tadi? Sebuah gugatan, ataukah sebuah pembelaan? Tidak juga yang pertama ataupun yang kedua. Sahabatku budiman, kala kita terlibat percakapan akrab di tebing Muara Citra, pernah dirimu berucap sebagai berikut: “Aku sangat menggandrungi manusia. Tiada lebih berharga dari masa depan kemanusiaan ini. Karena itu, jikalau terdapat suatu gerakan yang berkeinginan buat mendobraknya, atau lebih dahsyat lagi: hendak meniadakan sumbangsih kemanusiaan untuk perbaikan derajat hayati pada masa kini, akulah orang pertama yang bakal menentangnya mati-matian.”

“Tentu saja,” tukasku pula. “Siapa yang tidak sejalan dengan pandangan ini? Aku pun, kalamana berkata tentang upaya melempar kesigapan untuk merebut lahan-lahan keberuntungan bagi anak cucu sendiri, tentunya akan mengatasnamakan semua yang telah kita singgung dalam wacana di atas.

“Ah, bukan begitu sahabat. Di situ terasa, bahwa persoalan yang sehat dan apik telah kaubawa kepada nuansa politik yang menekankan satu pembenaran kekuasaan dan pelanggengan kekuasaan. Padahal, sebetulnya aku ‘kan hanya mengutarakan tentang perimbangan antara naluri kita yang paling halus dengan segala rekadaya yang menuju pada perbaikan nasib. Ya, meskipun yang bernama perbaikan nasib niscaya menyangkut hari esok onggok-onggokan pribadi, dan bukan kelompok luas yang bernama wargabangsa seluruhnya.”

“Itupun bebas untuk dikedepankan, kawan –“ Namun begitu, setiap kita hadir di tengah perjamuan kemasyarakatan (di mana manusia secara lantang serta berani mempertaruhkan kejantanannya), dia terkejut, dia bagaikan tersengat. Senantiasa, nilai-nilai yang lebih peka muncul tanpa disengaja!”

“Mohon diredakan sedikit, angin kencang di daratan ini, sayangku. Bukankah kita sependapat untuk tidak memperuncing pertentangan semacam ini? Agaknya, seperti bandar-bandar yang dulu kita belum mengenalnya secara cermat, dan belum menyinggahinya, toh dewasa ini tanpa dikehendaki akan segera menyengat kesadaran. Soalnya, pelayaran makin lebar-jembar-luas. Tanah rantau yang kita jelang juga telah menggoda saat-saat berjaga. Dengan peristiwa ini, kuyakin pengertian suku, sanak, sedulur tak lagi jadi bahan pergunjingan. Bukan lagi layak dipertaruhkan sebagai andalan kesetiaan.”

Sandra tersayang.
Baiklah. Kutoleh kembang-kembang suflir di pot kecil sebelah kiri beranda ini. Aku renungi warnanya yang hijau-pupus, yang membuat diri mendambakan kesejukan. Tadi, air dari kendi tanah telah menyiraminya agak sedikit, sehingga bau tanah bercampur rabuk di pot itu menyerakkan aroma tertentu. Aku bersedekap. Di luar, bayang-bayang semakin memanjang ke barat.

Oya, aku lupa mematikan lampu pletik-plenik yang mengumpul dalam robyongan di langit-langit tengah ini. Siang menjadi terasa sumuk, bila beranda masih juga dilisir listrik pada siang-temarang. Kukunci kebekuanku sendiri. Kukatupkan kebisuanku yang lindri-lindri. Kututup kebahasaan yang lebih berperekat sangsi – dan lebih baik jika aku merobohkan kesombongan yang begitu menyesakkan. O, sahabat muda! Dalam tindihan tandas, kurasakan bahwa masih banyak lagi lagu-lagu bisa kulantunkan, apabila diri telah menerima seluruh penyerahan dari orang lain, dari penjuru lain. Juga dari seberang, tatkala anak-anak bangsa menjejalkan inti-soalnya.

Sandra yang selalu kusebut dalam hari-hari sibukku!
Helai penghabisan belum juga tuntas. Tapi kertas itu sudah kuremas. Padahal, tujuh pertanyaan yang hendak kuajukan ke sidang terhormat Mahkamah Sejarah terus bersuntuk di sini. Kumerasa, kalau aku tak sanggup menggelantar sekarang, maka aku masih menunda pembayaran hutang. Karena mustahil buat menindih suatu tanggapan yang getir, katimbang berperilaku getir itu sendiri. Atau mencancang laku angkuh di tengah kadang-sumanak. Lebih memahitkan apabila kita menolak perbincangan yang mengacu kepada kecerahan sastra. Baiklah, kawan – baiklah. Kita bawa pertemuan untuk seminar kelana yang membawa bahagia, peduli orang-orang di luar melupakannya nanti.

“Kitab duniawi sengaja mengunci pengumpanan kepada dunia,” demikian aku mulai menyerang keberatanmu yang kemarin menabrakku. “Oleh sebab itu aku sengaja membernaskan kepuasanku, untuk misalnya menandaskan bahwasanya hidup yang telah dirancang, lagipula dipatoki, niscaya bakal lebih mulia daripada segala yang cuma mendadak tiba di tengah pergaulan sesama manusia. Maka, tiada lagi tawar-menawar. Malahan aku selanjutnya memilih sikap yang kurasa paling tepat buat mengatasi perselisihan.”

“Mengapa menjadi takut dan melepaskan diri dari ancaman sang waktu?” demikian dirimu secara merdu melontarkan deraan. “Sewaktu patokan di tengah jagat telah ditancapkan, hal ini berarti bahwa Kebudayaan sendiri telah menjadi makna utama. Kukira, dirimu mesti meletakkan diri sebagai tokoh yang wigati, yang bukan mencari pembenaran dan bukan mengemis perhatian sesama. Kau harus menjadi sebuah kiblat budaya sendiri!”

Terusterang, aku malu. Jernihnya pikiranmu yang demikian kuat, demikian menggugah, masih terus bersipongang hingga hari sekarang. Pada waktu kita hendak bersuara, sejumlah angka dapat dipagut pada kekuatan yang sangat duniawi; kiranya pantas diingat bahwa kita memiliki sukma yang putih. Sukma sejati, yang mengantar tiap insan ke kompas keadilan. Suatu kemustian, bahwa kita hindari pandangan-pandangan kerdil, sahabat, tanpa memalingkan kegagahan yang diikrarkan.

Sandra nan teliti.
Periksalah kembali, periksalah kembali catatan di tanganmu. Adakah yang masih perlu ditutup dengan coretan? Atau karet penghapus sudah cukup untuk menyembunyikan ungkapan keplantrangan yang begitu teramat menggoda? Aku mengipas-kipas kesumukan dengan melonggarkan dasi di leher. Tapi, bau parfummu sedap nian. Aku lalu bergumam: “Dengarlah, sayang, tindihan tandas berarti tahap-hidup telah ditelonjongkan menuju semenanjung ke tengah laut, dengan suara ombak yang lebih keras dan menampar. Kalau bukan anak-anak jaman ini yang memekikkan suara itu, lantas siapa lagi? Rasanya sangat tepat, bila kita yang berada di perbatasan ini menjadi satu titian yang kokoh dasarnya. Dua tebing telah diperhubungkan ujungnya.”

“Dan dikau, apakah dalam seminar kelana ini masih punya harapan kepada wajah-wajah belia yang senantiasa menatapmu dengan mata yang dahaga itu? Dan dikau, apakah salam seminar kelana ini masih menyimpan kerisauan, karena diri digayuti ringkih dan kerongkongan mengering ini? Tak guna menyampaikan paparan-tanggap. Kusimpan kunci di ladang tetangga!

*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae