KRT. Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-indonesia.com/
Tiada yang bertanda benalu
Tatkala hayat menderai ke hulu
Masih gemulung rahmat terakhir
Pada papasan yang tergulir.
Sahabat Sandra yang teliti.
Coraknya masih seperti apa yang pernah kuutarakan dulu. Beberapa rekan pengajar akademi mengatakan, kalau naskah ceramah ilmiah di Seminar Kelana ini terlampau kering jadinya. Aku menghela nafas. Beberapa kali kutanyakan kepada Retno yang mengetahui secara pasti, berapa orang pesertanya, berapa anggaran yang berhasil ditekan. Tahun lalu, aku benar-benar perih. Gaji tiga bulan kukorbankan untuk menambal kekurangan yang belum terencana sebelumnya. Nah, pada waktu itu, kuakui, Sandra gagasanmu bagus sekali. Bagaimana kalau Akademi kita memikul biaya seminar yang unik ini?
Sahabat Sandra yang tekun.
Helai-helai makalah itu kemudian kuteliti kembali. Ah, ya, sahabat – sesungguhnya aku merasa sedih, bahwa dalam soal-soal yang berhubungan dengan pemecahan masalah-masalah budaya, maka biasanya jaranglah pemikiran yang gemilang datang. Harus diperlakukan serangkaian diskusi sengit, terpadu dan berkelanjutan, sampai akhirnya ditemukan sebuah kepastian sederhana. Namun demikian, belum ada yang bisa memuaskan para perancang.
Dalam sekali aku isap rokok kretek Cap Gelang yang asapnya melingkar-lingkar dan penyok, sehingga gambaran yang muncul adalah mirip petak persawahan di atas bukit. Dengan nafas landung aku kemudian meletakkan kertas penghabisan, yang sudah penuh coretan. Nah, ada di dalamnya kesalahan-kesalahan tulis yang pantas diberi coretan merah, kemudian di bawahnya ditaruh beberapa perkataan yang merupakan pembetulan. Cara yang tidak aku senangi; karena “keterangan hakikat”, rampung sempurna setelah digoreskan – bukan mencoret-mencoret, yang berkesan kalut itu.
Gulang-gulingan pemikiran manusia acapkali berserabut. Dengan demikian, apa yang muncul ke permukaan adalah sesuatu yang kadang telah melalui siratan dan kepuasan, sedangkan apa yang selebihnya merupakan kemasan-kemasan yang lebih menonjol. Di kala kita berbicara tentang suara batin insani, maka ada yang tersesat atau lepas dari perhatian awali. Maka hendaknya kita mencoba untuk menafsirkan bentangan-bentangan jagat yang tercipta. Bukankah kita adalah sepancar dari keutuhan yang liat? Dengan demikian, kita merasakan wawasan dunia.
Baiklah, kita tengok Matahari di luar. Balkon rumah tua yang bercat putih ini menjadi kuning muda oleh berkas sinar sepenggal. Sedang pohon keluwih yang baru berumur sepuluhtahun menjuntaikan dahan-dahannya yang berwarna lumut, bila angin singgah maka reranting ciliknya meng-obat-abitkan daunnya yang lonjong, dengan pinggiran yang bagai digunting. Seraya menikmati kehangatan pagihari, aku buka kembali buku harian yang telah penuh. Huruf-huruf cetak yang ramai berjumpalitan di dalamnya mengkiaskan tentang lecehan terhadap hidup, yang kekar mencongak. Sedang dalam peradaban kita menyiapkan sangkutan angan.
“Di mana terdapat lompatan, di situ pula ditemukan suatu koreksi. Di mana terdapat tukikan mendalam, ada dekatnya peradaban angan.” Ini bukan kata-kata mutiara, melainkan kebijakan bagi setiap penulis. Kalau ia berupaya untuk mengkiaskan pengharapan, sebaiknya lebih dulu ia sentuh osikan yang menggelepar. Baru dari situ, kerja bisa dimulai, bisa digalang. Bisa ditukikkan semampu hati. Aku mengeluh sedikit. “Sebaiknya, kuajak generasi muda untuk memaafkan segala kekhilafan dari para pendahulunya, agar supaya dengan angkatan kini mampu berkisah tentang Cintanya.” Fitrah yang saya maksudkan ialah: realitas umat.
Seseorang membelah bukit, untuk menggali sumber-budaya yang demikian luhurnya. Ada yang lebih gamblang daripada itu: kiat manusia melebihi ruang dan waktu. Tatkala aku menyambut hangatnya pencar-sinar mentari, mengolak-alik naskah yang hendak kupersembahkan kepada pertemuan kawula muda – aku temukan bintik-bintik yang belang. Antara lain kalimat itu berbunyi begini: “Kehidupan semakin lama semakin membuat kita terancam kebisuan. Mengapakah kita enggan berbicara tentang sikap lugas kita sendiri? Kenapakah kita justru menyembunyikan getaran yang sundul-langit, yang karena tak menemukan arus yang tepat, kemudian menabrak tebing-tebing kesetiaan?” Kenapa kita malahan berusaha merahasiakan lagu-lagu sukmawi, lantaran kita sendiri mempercayai datangnya penebusan dan menutupi sungkup tagihan?
Rasanya, penghidupan yang dilayari Anak Manusia menuju bandar-bandar nan jauh tanpa tepi, tambah memberati tanggungannya. Penawaran buat mengekalkan satu derajat kemanusiaan, di tengah larutnya situasi. Permintaan tentang tampilnya tokoh berbobot di tengah kemelut zaman, seraya memantapkan hak-hidupnya.” Sebagian cendekiawan baru hanya melahirkan kegelisahan.
Apakah yang telah kukatakan tadi? Sebuah gugatan, ataukah sebuah pembelaan? Tidak juga yang pertama ataupun yang kedua. Sahabatku budiman, kala kita terlibat percakapan akrab di tebing Muara Citra, pernah dirimu berucap sebagai berikut: “Aku sangat menggandrungi manusia. Tiada lebih berharga dari masa depan kemanusiaan ini. Karena itu, jikalau terdapat suatu gerakan yang berkeinginan buat mendobraknya, atau lebih dahsyat lagi: hendak meniadakan sumbangsih kemanusiaan untuk perbaikan derajat hayati pada masa kini, akulah orang pertama yang bakal menentangnya mati-matian.”
“Tentu saja,” tukasku pula. “Siapa yang tidak sejalan dengan pandangan ini? Aku pun, kalamana berkata tentang upaya melempar kesigapan untuk merebut lahan-lahan keberuntungan bagi anak cucu sendiri, tentunya akan mengatasnamakan semua yang telah kita singgung dalam wacana di atas.
“Ah, bukan begitu sahabat. Di situ terasa, bahwa persoalan yang sehat dan apik telah kaubawa kepada nuansa politik yang menekankan satu pembenaran kekuasaan dan pelanggengan kekuasaan. Padahal, sebetulnya aku ‘kan hanya mengutarakan tentang perimbangan antara naluri kita yang paling halus dengan segala rekadaya yang menuju pada perbaikan nasib. Ya, meskipun yang bernama perbaikan nasib niscaya menyangkut hari esok onggok-onggokan pribadi, dan bukan kelompok luas yang bernama wargabangsa seluruhnya.”
“Itupun bebas untuk dikedepankan, kawan –“ Namun begitu, setiap kita hadir di tengah perjamuan kemasyarakatan (di mana manusia secara lantang serta berani mempertaruhkan kejantanannya), dia terkejut, dia bagaikan tersengat. Senantiasa, nilai-nilai yang lebih peka muncul tanpa disengaja!”
“Mohon diredakan sedikit, angin kencang di daratan ini, sayangku. Bukankah kita sependapat untuk tidak memperuncing pertentangan semacam ini? Agaknya, seperti bandar-bandar yang dulu kita belum mengenalnya secara cermat, dan belum menyinggahinya, toh dewasa ini tanpa dikehendaki akan segera menyengat kesadaran. Soalnya, pelayaran makin lebar-jembar-luas. Tanah rantau yang kita jelang juga telah menggoda saat-saat berjaga. Dengan peristiwa ini, kuyakin pengertian suku, sanak, sedulur tak lagi jadi bahan pergunjingan. Bukan lagi layak dipertaruhkan sebagai andalan kesetiaan.”
Sandra tersayang.
Baiklah. Kutoleh kembang-kembang suflir di pot kecil sebelah kiri beranda ini. Aku renungi warnanya yang hijau-pupus, yang membuat diri mendambakan kesejukan. Tadi, air dari kendi tanah telah menyiraminya agak sedikit, sehingga bau tanah bercampur rabuk di pot itu menyerakkan aroma tertentu. Aku bersedekap. Di luar, bayang-bayang semakin memanjang ke barat.
Oya, aku lupa mematikan lampu pletik-plenik yang mengumpul dalam robyongan di langit-langit tengah ini. Siang menjadi terasa sumuk, bila beranda masih juga dilisir listrik pada siang-temarang. Kukunci kebekuanku sendiri. Kukatupkan kebisuanku yang lindri-lindri. Kututup kebahasaan yang lebih berperekat sangsi – dan lebih baik jika aku merobohkan kesombongan yang begitu menyesakkan. O, sahabat muda! Dalam tindihan tandas, kurasakan bahwa masih banyak lagi lagu-lagu bisa kulantunkan, apabila diri telah menerima seluruh penyerahan dari orang lain, dari penjuru lain. Juga dari seberang, tatkala anak-anak bangsa menjejalkan inti-soalnya.
Sandra yang selalu kusebut dalam hari-hari sibukku!
Helai penghabisan belum juga tuntas. Tapi kertas itu sudah kuremas. Padahal, tujuh pertanyaan yang hendak kuajukan ke sidang terhormat Mahkamah Sejarah terus bersuntuk di sini. Kumerasa, kalau aku tak sanggup menggelantar sekarang, maka aku masih menunda pembayaran hutang. Karena mustahil buat menindih suatu tanggapan yang getir, katimbang berperilaku getir itu sendiri. Atau mencancang laku angkuh di tengah kadang-sumanak. Lebih memahitkan apabila kita menolak perbincangan yang mengacu kepada kecerahan sastra. Baiklah, kawan – baiklah. Kita bawa pertemuan untuk seminar kelana yang membawa bahagia, peduli orang-orang di luar melupakannya nanti.
“Kitab duniawi sengaja mengunci pengumpanan kepada dunia,” demikian aku mulai menyerang keberatanmu yang kemarin menabrakku. “Oleh sebab itu aku sengaja membernaskan kepuasanku, untuk misalnya menandaskan bahwasanya hidup yang telah dirancang, lagipula dipatoki, niscaya bakal lebih mulia daripada segala yang cuma mendadak tiba di tengah pergaulan sesama manusia. Maka, tiada lagi tawar-menawar. Malahan aku selanjutnya memilih sikap yang kurasa paling tepat buat mengatasi perselisihan.”
“Mengapa menjadi takut dan melepaskan diri dari ancaman sang waktu?” demikian dirimu secara merdu melontarkan deraan. “Sewaktu patokan di tengah jagat telah ditancapkan, hal ini berarti bahwa Kebudayaan sendiri telah menjadi makna utama. Kukira, dirimu mesti meletakkan diri sebagai tokoh yang wigati, yang bukan mencari pembenaran dan bukan mengemis perhatian sesama. Kau harus menjadi sebuah kiblat budaya sendiri!”
Terusterang, aku malu. Jernihnya pikiranmu yang demikian kuat, demikian menggugah, masih terus bersipongang hingga hari sekarang. Pada waktu kita hendak bersuara, sejumlah angka dapat dipagut pada kekuatan yang sangat duniawi; kiranya pantas diingat bahwa kita memiliki sukma yang putih. Sukma sejati, yang mengantar tiap insan ke kompas keadilan. Suatu kemustian, bahwa kita hindari pandangan-pandangan kerdil, sahabat, tanpa memalingkan kegagahan yang diikrarkan.
Sandra nan teliti.
Periksalah kembali, periksalah kembali catatan di tanganmu. Adakah yang masih perlu ditutup dengan coretan? Atau karet penghapus sudah cukup untuk menyembunyikan ungkapan keplantrangan yang begitu teramat menggoda? Aku mengipas-kipas kesumukan dengan melonggarkan dasi di leher. Tapi, bau parfummu sedap nian. Aku lalu bergumam: “Dengarlah, sayang, tindihan tandas berarti tahap-hidup telah ditelonjongkan menuju semenanjung ke tengah laut, dengan suara ombak yang lebih keras dan menampar. Kalau bukan anak-anak jaman ini yang memekikkan suara itu, lantas siapa lagi? Rasanya sangat tepat, bila kita yang berada di perbatasan ini menjadi satu titian yang kokoh dasarnya. Dua tebing telah diperhubungkan ujungnya.”
“Dan dikau, apakah dalam seminar kelana ini masih punya harapan kepada wajah-wajah belia yang senantiasa menatapmu dengan mata yang dahaga itu? Dan dikau, apakah salam seminar kelana ini masih menyimpan kerisauan, karena diri digayuti ringkih dan kerongkongan mengering ini? Tak guna menyampaikan paparan-tanggap. Kusimpan kunci di ladang tetangga!
—
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 21 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar